Setelah berhasil kabur dari Ayah angkatnya, Iyuna Marge memutuskan untuk bersekolah di sekolah elite school of all things Dengan Bantuan Pak kepala yayasan. Ia dengan sengaja mengatur nilainya menjadi 50 lalu mendapat kelas F. Di kelas F ia berusaha untuk tidak terlihat mencolok, ia bertemu dengan Eid dan mencoba untuk memerasnya. Begitu juga beberapa siswa lainnya yang memiliki masa lalu kelam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggara The Blukutuk³, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perlawanan dan Pengakuan
Sekelompok pria berpakaian serba hitam muncul dari balik gedung dan menghadang mereka dengan posisi melingkar, sepatu boots mereka berderap keras di aspal sementara mata mereka menatap tajam dengan ekspresi mengancam. Benar, tampaknya mereka adalah bawahan Layze yang sudah lama mencari.
"Apa mau kalian?" Ucap Anggara mengancam sambil melangkah maju dengan tubuh tegap menghadang Iyuna, tangannya terkepal erat di sisi tubuh sementara rahangnya mengeras.
"Hah? Kalian kembalilah" Ucap salah seorang pria itu sambil menunjuk dengan jari telunjuk yang kasar, suaranya serak dan mengintimidasi.
"kembali? Ogah banget" Jawab Anggara sambil menggelengkan kepala tegas, bibirnya menyeringai sinis.
Salah seorang pria itu kemudian menyerang dengan gerakan tiba-tiba, kepalan tangannya melesat ke arah wajah Anggara. Namun, Anggara berhasil menghindarinya dengan tubuh yang berputar cepat ke samping sembari menarik pergelangan tangan Iyuna dengan cengkeraman kuat.
"Ayo!" Ucap Anggara sambil melangkahkan kaki dengan cepat, berlari sembari menarik Iyuna dengan tarikan yang membuat tubuh gadis itu sedikit terseret.
Iyuna hanya mengikuti dengan langkah tertatih-tatih, kakinya berusaha mengimbangi kecepatan Anggara sementara matanya berkeliling dengan bingung, ia masih belum tau apa yang terjadi.
"tunggu, Anggara!"
"kupikir kita bisa melawan mereka"
Ucap Iyuna sambil menarik tangannya lepas dari genggaman Anggara, kakinya berhenti mendadak di trotoar, menghentikan langkah Anggara yang masih ingin berlari.
"menghentikan?"
"Kau gila?"
Tanya Anggara sambil berbalik dengan wajah yang memerah, nadanya ngegas namun khawatir, matanya menatap Iyuna dengan tatapan tidak percaya.
"udah kubilang kan?"
"jangan anggap aku lemah!"
"aku tidak ingin—"
"—menjadi bebanmu"
Ucap Iyuna sambil mengepalkan kedua tangannya di depan dada, suaranya bergetar namun penuh tekad meyakinkan Anggara, dagunya terangkat dengan bangga.
Anggara kemudian berbalik dengan gerakan memutar seluruh tubuhnya, matanya melihat sekelompok pria itu semakin mendekat dengan langkah berat dan mengancam, tangan mereka merogoh ke balik jaket hitam dan mengeluarkan pistol dengan gerakan terlatih.
Iyuna dengan yakin berlari ke arah mereka sambil tubuhnya condong ke depan, kaki-kakinya melangkah cepat dengan tekad bulat, "Iyuna!" Teriak Anggara panik sambil mengulurkan tangannya dengan gerakan putus asa.
Kelompok pria itu menarik pelatuk pistol mereka dengan gerakan serentak, lengan mereka terangkat stabil mengarahkannya ke arah tubuh Iyuna yang berlari. Iyuna dengan cepat membuat langkah zig-zag, tubuhnya bergerak seperti ular sambil kakinya melompat ke kiri dan kanan dengan gesit. Semua Peluru itu meleset dan mengenai tembok beton di belakangnya dengan suara "Ctakk".
Iyuna dengan cepat memutar tubuhnya dan membelakangi pemimpin mereka yang tinggi besar, lalu mengangkat kaki kanannya tinggi-tinggi dan menendang punggungnya dengan kekuatan penuh, "Arkhhh" Rintih pria itu sambil tubuhnya terdorong ke depan dan terjatuh berlutut.
Anggara hanya melongo menatap Iyuna dengan mulut terbuka lebar dan mata berbinar takjub, kedua tangannya terangkat ke atas kepala, "Hebat"
Anggara melihat ada seseorang yang mengangkat lengannya dan mengarahkan pistolnya dengan mata menyipit fokus ke Iyuna, "Iyuna! Awas!" Teriak Anggara sambil melangkah maju dengan tangan terulur.
Iyuna segera menyadari hal itu dengan kepala yang menoleh cepat, dia langsung melompat dengan tubuh melayang dan menendang pergelangan tangan pria itu dengan kaki kirinya, hingga pistol itu terlepas dari genggamannya dan melayang ke udara sebelum jatuh berderak ke aspal. Pria pria lainnya menarik pelatuk secara bersamaan ke arah Iyuna dengan tangan yang bergetar gugup, "Dorrr⁴", namun, Iyuna melompat tinggi dengan tubuh yang melayang anggun dan membuat pelurunya meleset menembus udara kosong.
Iyuna kemudian melesatkan tendangannya dari atas dengan gerakan akrobatik, tubuhnya berputar di udara sebelum kakinya menghantam dahi salah seorang pria itu dengan benturan keras hingga berdarah merah mengalir di wajahnya. Iyuna kemudian mendarat dengan tubuh jongkok yang Anggun, roknya terangkat sejenak namun segera ia tarik ke bawah dengan gerakan cepat kedua tangannya.
Ia kemudian berlari ke arah Anggara dengan langkah melompat-lompat ringan sementara pria pria itu tampak sedang memasukkan peluru baru ke pistol mereka dengan tangan yang terburu-buru. "Ayo!" Ucap Iyuna sambil meraih dan menggandeng tangan Anggara dengan jemari yang saling bertautan, kemudian menariknya dengan tarikan kuat membawanya kabur.
Mereka kemudian bersembunyi di lorong sempit dengan napas terengah-engah, di lorong yang gelap itu, Iyuna menggerakkan kepalanya ke kiri dan kanan lalu melihat ada pintu kayu tua yang terbuka sedikit, Iyuna dan Anggara yang Penasaran pun melangkahkan kaki dengan hati-hati memasukinya sambil mendorong pintu dengan telapak tangan.
Di dalam, terlihat kosong dan kumuh dengan dinding yang mengelupas. Namun, tampak nyaman untuk berlindung, hanya ada ruang kecil dengan lantai keramik putih yang retak-retak dan kosong tanpa ada isi apapun, cahaya remang masuk dari jendela kecil di pojok.
"malam ini, kita menetap di sini saja yuk!" Ucap Iyuna sambil menepuk-nepuk tangannya membersihkan debu.
"E—eh? I—iya" Jawab Anggara sambil menggaruk belakang kepalanya, ia masih heran dengan mata yang menatap Iyuna penuh tanda tanya kenapa Iyuna bisa sehebat tadi.
Iyuna kemudian melangkah masuk ke ruangan itu dengan langkah ringan, matanya bergerak melihat sekeliling sambil kepala menoleh ke segala arah, "Wah, apa tidak yang tinggal disini?" Ucapnya sambil menyentuh dinding dengan telapak tangan.
"tampaknya, pemiliknya sudah meninggalkan tempat ini" Jawab Anggara sambil mengangkat bahu, ikut mengamati sekitar dengan mata yang menelusuri setiap sudut ruangan.
"bagus! Lantainya tampak bersih" Ucap Iyuna bersemangat sambil berlutut dan meraba lantai keramik dengan kedua telapak tangannya, jari-jarinya mengusap permukaan yang dingin.
Anggara kemudian mengayunkan tas dari bahunya dan meletakkannya ke lantai dengan bunyi "thud" pelan, kemudian membaringkan tubuhnya dengan gerakan merebah sambil kepala berbantal tas itu. "nah, nyaman juga" Gumamnya sambil meregangkan lengan di atas kepala.
Iyuna kemudian berbaring di samping Anggara dengan tubuh yang miring menghadapnya, kepalanya juga bertumpu pada ujung tas yang sama, "Kau benar" Gumam Iyuna sambil menarik napas dalam-dalam.
"Hei Anggara" Panggil Iyuna sambil menggeser tubuhnya, berbalik badan menghadap Anggara dengan siku yang menopang kepala.
"Hmm?" Gumam Anggara merespon sambil mengeluarkan suara napas panjang, matanya masih tertutup rapat.
"Oh iya, aku lupa bertanya kepadamu" Ucap Anggara sambil membuka mata dan menatap langit-langit yang berlumut.
"bertanya apa?" Tanya Iyuna sambil memiringkan kepalanya dengan alis terangkat penasaran.
"Bagaimana bisa kau mengalahkan semua pria tadi? Dari mana kau belajar bela diri seperti itu?" Tanya Anggara sambil berbalik menghadap Iyuna, nadanya tegas dengan mata yang menatap serius.
"I—itu, aku mempelajarinya saat aku berusaha menghancurkan dinding rumah Layze" Ucap Iyuna sambil menggaruk pipinya dengan jari telunjuk, matanya menunduk malu.
"Yeah, apapun itu, jangan lakukan hal nekat seperti itu lagi!" Pinta Anggara tegas sambil tubuhnya bangkit duduk dan menatap Iyuna dengan ekspresi khawatir, tangannya terkepal di atas lutut.
"Ta—tapikan" Ucap Iyuna sambil duduk menghadap Anggara, nadanya merendah dengan bibir yang mencebik kecil.
"Pokoknya! Untung kau selamat tadi" Ucap Anggara khawatir sambil menghela napas panjang dan menggelengkan kepala.
"I—Iya deh" Ucap Iyuna pasrah sambil mengangguk pelan dengan bahu yang turun.
Anggara kemudian lanjut merebahkan tubuhnya lagi dan menutup matanya sembari merilekskan pikirannya, tangannya terlipat di atas perut yang naik turun pelan.
Iyuna merangkak dengan lutut dan tangan menopang tubuhnya ke dekat Anggara lalu dengan gerakan perlahan menindihnya, kedua kakinya mengapit pinggul Anggara.
Anggara membuka satu mata kirinya sambil alis berkerut, "apa yang kau lakukan?" Tanyanya dengan suara serak mengantuk.
Iyuna mendekatkan wajahnya ke wajah Anggara dengan gerakan pelan hingga napas mereka bercampur, "Mmmchhh" Benar, Ia mencium mulut Anggara dengan bibir yang menempel lembut namun dalam.
Mata Anggara terbuka lebar dengan bola mata membulat sempurna, "Tu—tunggu, Iyuna!" Gumamnya sambil tubuhnya menegang, pipinya memerah seperti tomat matang merasakan panas yang menjalar ke seluruh wajah.
Ciuman dalam itu berlangsung lebih dari 10 detik dengan bibir yang saling menempel erat sebelum akhirnya Iyuna melepas mulutnya dengan suara "pop" kecil, "Hihi" Ia tertawa kecil sambil mata menyipit riang.
"Aku mendengarnya loh, ciuman itu ungkapan kasih sayang" Ucap Iyuna antusias sambil kedua tangannya bertopang di dada Anggara.
"Dan aku sangat menyayangimu, Anggara!" Lanjutnya dengan antusias sambil mata berbinar cerah dan senyum lebar yang menampakkan gigi putihnya.
"A—apa..?" Gumam Anggara sambil menelan ludah keras, matanya terbelalak dengan rahang yang menganga.
Iyuna kemudian bangkit dengan gerakan anggun dan duduk di paha Anggara yang terbaring, kedua tangannya bertopang di lutut sambil tubuhnya sedikit condong ke depan, "selanjutnya, apa yang akan kulakukan yah?" Godanya sambil tersenyum nakal dengan mata yang berkilat jahil.