"Apa kamu takut?" tanya Mark sembari mengusap pipi Jessy yang memerah.
"Sedikit."
Jawaban Jessy membuat Mark merasa gemas. Wajah polos wanita itu benar-benar menarik.
"It's okay. Kita memang baru pertama melakukannya," kata Mark.
Jessy mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Ia tak kuasa menyaksikan tubuh indah Mark yang tampak kokoh sebagai tempat bersandar.
"Ayolah, kenapa kamu seperti malu-malu begini? Bukankah ini sudah biasa untukmu dan pacarmu?" tanya Mark yang melihat Jessy seakan tak mau melihatnya.
"Aku ... Belum pernah melakukan yang seperti in," lirih Jessy.
"Apa?" Mark terkejut. Ia kira hal semacam itu sudah biasa dilakukan orang yang telah berpacaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Ellena Russel
"Jessy, Ibu memanggilmu ke sini karena ada hal penting yang ingin Ibu bicarakan."
Ibu Magda memberikan selembar kertas kepada Jessy. Pada lembaran tersebut tertera informasi lomba tentang inovasi kewirausahaan.
"Ini ... Maksudnya apa, bu?" tanya Jessy.
"Kamu adalah mahasiswa terbaik saya. Kamu sudah banyak menguasai teori-teori seputar bisnis digital. Kebetulan ada lomba yang hadiahnya lumayan besar, 1 miliyar kalau bisa juara. Apa kamu tertarik?" tanya Ibu Magda.
Mendengar nominal hadiah yang cukup fantastis bagi dirinya, tentu saja Jessy merasa tertarik. Jika ia memiliki uang sebanyak itu, ia akan memberikannya pada Mark agar mau melepaskannya. Setidaknya itu akan mengurangi rasa bersalahnya terhadap keluarga Mark.
"Apa yang harus saya lakukan?" tanya Jessy
Ibu Magda tersenyum. "Kamu cukup memberikan ide bisnis yang bagus untuk membangun sebuah start up. Saya yang akan memberikan modal yang kamu butuhkan," katanya.
Jessy tertegun sejenak. "Ibu yakin mau mempercayakan hal ini kepada saya?" tanyanya memastikan.
"Tentu. Saya sudah tahu kapasitas kecerdasanmu seperti apa."
"Tapi, untuk mendirikan start up perlu bantuan beberapa orang. Tidak mungkin dikerjakan oleh satu orang."
"Kamu bisa pilih 4 orang yang sekiranya mampu membantu. Asalkan irang itu jangan Justin, ya! Aku tidak mau dia terlibat dalam rencana kita, Jessy."
"Ah, iya, Bu." Jessy sedikit kecewa karena nama Justin ada di jajaran teratas kandidat yang ingin ia ajak bergabung. Justin memiliki kemampuan yang bagus dalam hal mendesain logo, website, juga pengembangan aplikasi.
"Saya juga akan membimbing kamu dan teman-temanmu jika ada kesulitan. Jangan sungkan untuk konsultasi," kata Ibu Magda.
"Baik, Bu."
"Kalau ide rancangan start up kalian memang bagus, saya akan merealisasikannya menjadi perusahaan yang nyata dan kamu langsung akan menjadi CEO-nya."
Jessy melebarkan mata. Memiliki sebuah bisnis sendiri merupakan impian terbesarnya. Tawaran Ibu Magda benar-benar membukakan peluang besar bagi dirinya untuk membangun bisnis. Apalagi dosennya itu merupakan contoh pengusaha yang sukses.
"Saya akan melakukan yang terbaik," kata Jessy mantap.
***
"Katanya sih dia mahasiswa pindahan dari luar negeri."
"Cantik banget dia."
"Aku dengar dia tunangannya Justin."
"Pantas Si Justin dingin banget kalau didekati cewek. Ternyata dia sudah punya tunangan secantik itu."
"Kalau miskin dan jelek, jangan pernah berharap deh untuk mendapatkan lelaki sesempurna Justin."
Jessy mendengarkan percakapan orang-orang yang cukup membuat hatinya gelisah. Mereka terus menjadikan Justin sebagai topik pembicaraan sepanjang lorong kelas. Ia semakin ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas Justin.
Sepertinya kelas Justin baru selesai. Mahasiswa yang ia temui membahas tentang Justin semua. Padahal ia tidak ada niat menemui Justin, namun karena penasaran, akhirnya ia menengok ke pintu ruang kelas Justin.
Benar saja. Seorang wanita cantik tampak tengah mengobrol bersama Justin. Wajah wanita itu tampak asing bagi Jessy. Ia yakin wanita itu yang sedang dibicarakan sebagai tunangan Justin.
"Jessy, sini!" seru Ruthi.
Jessy terkejut karena keberadaannya harus diketahui oleh Justin. Ia sebenarnya ingin langsung lari, namun akan aneh kalau tiba-tiba pergi. Terpaksa ia mendekat ke arah Ruthi yang tengah berbincang dengan Justin dan wanita cantik itu.
"Ellena, kenalkan, ini Jessy. Dia juga teman akrab aku dan Justin. Kami sering mengerjakan tugas bareng," kata Ruthi.
Jessy tak bisa menyalahkan temannya. Ruthi memang anak yang mudah akrab dengan siapa saja.
"Hai, Jessy. Namaku Ellena. Senang bertemu denganmu," kata Elena.
Wanita itu memiliki suara yang lembut. Dari cara bicaranya bisa dinilai jika Ellena seorang wanita yang sopan dan ramah.
"Aku Jessy," katanya.
"Ellena ini tunangan Justin. Dia rencananya mau pindah kuliah di sini. Sombong banget kan Justin, punya tunangan secantik ini tidak pernah cerita kepada kita," kata Ruthi.
Jessy masih berusaha tersenyum meskipun hatinya terasa sakit mendengar hal itu. Sekilas ia melirik ke arah Justin, lelaki itu hanya diam saja.
"Em, maaf aku nggak bisa lama-lama di sini. Ada kelas soalnya sebentar lagi," ucap Jessy.
"Oh, ya sudah. Aku kira kamu sudah tidak ada kelas lagi, Jess. Kapan-kapan kita nonton bareng, ya!" ajak Ruthi.
"Yup! Aku ke kelas dulu, ya!" pamit Jessy. Ia melangkah keluar dari kelas dengan langkah cepat. Ia seakan merasa sulit bernapas mengetahui Justin sudah punya tunangan.
'Apa Justin juga menjadikanku pacar selingkuhannya? Kenapa hubunganku tidak bisa berjalan normal?'
Jessy terus merenungkan nasibnya. Secara diam-diam ia menjadi selingkuhan lelaki beristri. Kini, ternyata ia juga menjadi selingkuhan lelaki yang sudah punya tunangan. Dadanya semakin sesak. Ingin rasanya ia pergi dari kehidupan kedua lelaki yang membuatnya bimbang.
"Jessy, ikut aku!" suara Justin menghentikan langkahnya.
Ia menoleh ke arah Justin. Lelaki itu berbelok ke arah rooftop, tempat mereka biasa bertemu. Jessy hanya pasrah mengikuti Justin dari belakang.
"Maaf."
Satu kata itu tiba-tiba meluncur dari mulut Justin.
"Maaf untuk apa?" tanya Jessy pura-pura bodoh.
Justin menarik tangan Jessy dan memeluknya. "Ini benar-benar bukan kemauanku. Maafkan aku," ucapnya.
realistis dunk