"Sudah sedari dulu, aku memang hanya pemuas nafsu di ranjang mu, jadi jangan meminta lebih untuk menikahiku, karna aku tak ingin berurusan dengan istrimu!"
Itulah kalimat yang sering keluar dari mulut gadis cantik bernama Diana, ia ikhlas menjadi selir dari seorang Mafia berdarah dingin padahal keduanya sudah menjalin cinta sedari masih duduk di bangku SMA.
Lalu apa alasan yang membuat Diana bisa menjadi simpanan dari pria yang amat mencintainya itu?
Mampukah ia bertahan dengan hubungan yang selalu disembunyikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenengsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SCSM 28,
🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
Sepeninggal ibu beberapa minggu lalu, kini Diana merasa sangat kesepian jika di rumah, ada beberapa hal yang ia sesali saat mengingat sering mengabaikan ibu yang kadang sendiri di ruang tengah sedang menjahit, jika waktu bisa di putar lagi tentu Diana ingin kembali ke masa itu, ia ingin tidur di pangkuan ibu dan merasakan lagi lembutnya sentuhan wanita itu di kepalanya.
"Dee, kangen ibu. Hidup Dee serasa terombang ambing sekarang, bahkan di hari terakhir ujian Dee, Dee bingung harus gimana, Bu" Diana menangis di ujung ranjang singlenya sambil memeluk ponsel bergambarkan fotonya dan ibu.
"Akan ditunjukan kesiapa surat kelulusan Dee nanti? bapak mana mungkin perduli, Bu. Bahkan sekedar bertanya tentang Dee saja tak pernah" tambahnya lagi semakin histeris.
Diana berubah menjadi sosok pendiam yang sulit berbicara semenjak ibu meninggal, dan itu membuat Adam dan Amel tentu selalu di buat pusing.
Ia bagai memendam rasa sakit hati dan kecewakan sendiri meski ada beberapa orang baik yang perduli padanya.
Cek lek..
Adam membuka paksa pintu kamar Diana saat ia sudah sangat takut karna gadis itu tak kunjung menyahut panggilannya.
"Dee"
"Cukup, kita pergi dari sini. Bisa gila kamu lama-lama"
Adam menarik tubuh Diana untuk membawanya pergi, keduanya keluar dari rumah kontrakan tanpa membawa apa-apa. Dengan tangan saling menggenggam mereka masuk kedalam mobil yang terparkir di depan jalan rumah Diana.
"Kita mau kemana?" tanyanya dengan tatapan kosong ke depan jalan.
"Ke tempat aman, aku gak suka liat kamu terus larut dalam kesedihan, Dee" jawab Adam di sisa rasa khawatirnya.
Diana tak menjawab, ia sudah memasrahkan dirinya pada pemuda yang kini sedang fokus menyetir mobilnya menuju salah satu kota.
Dua jam perjalanan, kini ia sudah sampai disebuah rumah yang memiliki halaman cukup laus meski bangunan rumahnya tak begitu besar.
"Kita dimana?"
"Turunlah, akan ku kenalkan dengan seseorang nanti" jawab Adam sambil membuka seatbeltnya.
Diana yang sudah pasrah tentu mengikuti saja apa yang di perintahkan kekasihnya itu.
Tak berniat bertanya lebih banyak ia pun ikut turun menyusul Adam.
Tok.. tok.. tok..
Adam terus mengetuk pintu, bahkan kaca pun tak luput dari gedorannya.
"Tunggu sebentar" suara sahutan dari dalam membuat Diana meringsek kedalam pelukan Adam, tentu itu membuat Adam tertawa karna merasa gemas.
Cek lek.
"Den, Adam sudah datang" sapa seorang nenek dengan rambut hampir seluruhnya putih.
"Maaf, aku datang lebih cepat" jawabnya sambil melengos masuk kedalam bersama Diana.
"Kamarnya sudah dirapihkan?"
"Sudah, Den. Sudah siap untuk di pakai sekarang juga"
Adam mengangguk paham, ia mendongakkan kepala Diana agar mereka bisa saling menatap.
"Kamu kenapa? Ayo kenalkan dirimu pada eyang" pinta Adam.
Diana memberanikan diri menoleh kearah si nenek yang berdiri berjarak hanya lima langkah dari mereka.
"Diana" ucap Dee sambil mengulurkan tangannya.
"Saya Winarsih, panggil saja Eyang sama dengan Den Adam" jawabnya saat tangan keduanya saling bersentuhan.
Adam langsung membawa Diana ke sebuah kamar paling ujung karna ada satu pintu kaca yang bisa langsung tembus ke taman belakang.
"Disini lah kamu akan tinggal dengan aman, jangan pikirkan hal lain kecuali menungguku pulang, Ok" bisik Adam saat ia memeluk gadis cantik nya dari belakang.
"Kamu akan meninggalkan ku, kamu akan kembali ke kota dan datang sesukamu?" tanya Diana bingung.
.
.
.
.
.
Ya, aku akan pulang untukmu saat urusanku selesai.