Ketika Pagi datang, Lucian Beasley akan pergi. Tetapi Malam hari, adalah miliknya. Lucian akan memelukmu karena Andralia Raelys miliknya. Akan tetapi hari itu, muncul dinding besar menjadi pembatas di antara mereka. Lucian sadar, tapi Dia tidak ingin Andralia melupakannya. Namun, takdir membencinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chichi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 32: Bayangan Masa Lalu
...♤♤♤...
Bayangan samar perempuan dengan rambut yang dikuncir belakang dan pakaiannya yang sederhana membuat Lucian mengira itu Erundil, wanita yang dia cintai di masa lalu.
"Erundil...?" suara Lucian begitu lirih, setiap napasnya terdengar seperti kerinduan.
Namun, perlahan wajah perempuan di depannya semakin jelas. Erundil selalu tersenyum lembut padanya. Dan yang di hadapannya ini bukanlah perempuan yang menatap dengan lembut. Melainkan menatap dengan kesal seakan penuh dengan kebencian.
"Erundil?" Tanya balik Andralia.
"Maksud saya, Yang Mulia Raelys. Sejak kapan Anda di sini? Kenapa tidak membangunkan saya?" Lucian mengalihkan topik. Dia segera duduk dan kembali tersenyum lebar kepada Andralia.
"Mulut ini...." Lucian merasa kesal pada dirinya sendiri yang tidak bisa membedakan antara Andralia dengan Erundil yang sudah tidak ada.
"Kenapa kau menghindariku? Apa kau ingin para pelayan dan prajurit berfikir jika kau dan aku ada masalah?" Tanya Andralia.
Mulut Lucian terbuka lebar. Dia langsung menoleh ke arah Andralia. "TENTU SAJA TIDAK!!!" Sahut Lucian dengan cepat.
Wajah Andralia masih terlihat kesal. Sebenarnya, saat ini Andralia tidak merasa kesal sedikitpun pada Lucian. Wajahnya, otomatis terlihat kesal setiap kali berada di hadapan Lucian.
"Lalu, kenapa kau menghindariku, sialan? Kau hutang penjelasan padaku" ucap tegas Andralia yang membuat tubuh Lucian menciut bahkan mencair karena takut.
"Itu..., ahaha... Anda akan bertanya apa? Saya akan menjawabnya dengan jujur" mohon Lucian kepada Andralia.
"Katakan padaku kau Bangsa Iblis atau bukan?" Tanya Andralia.
"Saya-"
"Iya atau enggak!?" Tegas Andralia.
Lucian menundukkan kepalanya.
"Iya. Tapi, saya tidak seperti Iblis yang Anda baca di buku" jawab dan penjelasan Lucian.
"Entah kau Iblis baik atau bukan. Iblis tetaplah Iblis, Lucian" ucapnya.
Lucian hanya bisa menganggukkan kepalanya dia tidak bisa melawan Andralia.
"Saat kau mengalami gangguan tidur, saat kau tidak sadar, bahkan hari ini, kau memanggilku Erundil-"
DEGH!
Kedua mata Lucian terbelalak lebar. Jantungnya berdebar kencang.
"... Erundil adalah nama Kerajaan ini, namun di saat yang sama, itu adalah nama leluhurku. Sebenarnya, apa hubunganmu dengan Chaiden Agha yang selalu muncul di mimpiku?"
Kedua mata Lucian bergetar saat mendengar dua nama itu dari bibir Istrinya. Lucian mendekatkan dirinya ke arah Andralia. Berusaha memegang wajah Andralia, namun tangannya ditepis.
"Jawab pertanyaanku."
Tangan Lucian berpindah menyentuh telapak tangan kanan Andralia. Dengan lembut dan hati-hati. "Yang Mulia, apa Anda akan semakin membenci saya?" tanya Lucian memandangi Andralia.
"Jawab saja pertanyaanku." Tegas Andralia.
Lucian menarik tangan Andralia ke pipinya. "Saya lebih suka jika Anda memukul saya daripada Anda memberikan tatapan benci itu pada saya. Saya akan menjelaskan segalanya. Segalanya yang ingin Anda dengar"
Lucian menutup matanya saat tangan Andralia yang dia pengang menyentuh pipinya. "Saya sangat mencintai Anda. Bahkan, saya tidak senang setiap kali ada yang melihat wajah Anda. Saya menahan rasa obsesi ini agar tidak melukai Anda. Karena, saya adalah Chaiden Agha itu sendiri. Chaiden Agha yang ada di dalam buku Kerajaan ini. Chaiden Agha yang dibunuh oleh Erundil"
Andralia merasakan perasaannya yang bercampur aduk. Antara sedih, marah, dan ketakutan. Namun, Lucian masih hangat padanya, itu yang membuatnya jantungnya berdebar semakin kencang.
"Aku sangat mencintaimu. Namun, kamu bahkan tidak menunjukkan rasa sukamu sedikit saja padaku, hanya kebencian. Mungkin, ini adalah karma yang ku dapatkan dari masa lalu" Lucian kembali menatap Lucian.
"Aku sangat menghormatimu, karena aku sangat mencintaimu" ucap Lucian.
Entah mengapa hati Andralia tidak terasa senang sedikitpun. Dia hanya merasakan kesedihan. Dia menyadari sesuatu, "Cintamu dan perasaan yang kau berikan selama ini padaku, bukanlah sepenuhnya untukku. Kau masih mencintai Erundil, bukan Andralia" Andralia tersenyum kecil, namun matanya sayu seakan dia hampir menangis.
"Aku sengaja berdandan seperti ini. Aku hanya ingin tau reaksimu. Dan sungguh, ini membuatku kecewa" Suara Andralia terdengar lebih lembut dari biasanya. Dia masih menatap Lucian dengan tatapan kecewanya.
"Aku menyadari hari ini, mungkin keberadaanku hanya seperti rasa penyesalanmu dan penebusanmu atas cintamu kepada Erundil. Bukan murni mencintai Andralia Raelys" Andralia melepas tangan Lucian di pipinya.
"Kurasa, cukup sampai di sini Lucian. Aku sudah mulai mengerti dengan cara dunia ini berjalan. Tidak ada yang namanya cinta murni, segalanya adalah penebusan. Sama seperti rasa yang Theodore Zael berikan padaku" Andralia kembali berdiri dari meja yang dia duduki di depan Lucian.
Bibir Lucian sungguh terasa berat, "Tunggu, Yang Mulia..." Dia menahan tangan Andralia.
Namun, Andralia melepaskannya dengan lembut. "Sudah, cukup sampai di sini saja penjelasanmu. Aku sudah memahami semuanya"
Mata Andralia mulai berkaca-kaca, "Aku terlalu mengharapkan hal yang lebih. Jelas-jelas, aku hanya menunjukkan kebencianku padamu"
Andralia kembali merapikan pakaiannya dan mengusap matanya yang hampir meneteskan air matanya. "Sementara ini, jangan menemuiku. Biarkan aku menenangkan diri dulu. Dan temui Kyle serta beberapa petinggi lainnya untuk membicarakan peresmian namamu sebagai Raelys dan Raja Kerajaan ini" Andralia pergi dari kamar Lucian.
Tangan dan kaki Lucian bergetar. Dia sungguh takut kehilangan Andralia. Dia sungguh takut jika Andralia semakin menjauhinya. Dia mengejar Andralia. Memeluk kedua bahu Andralia saat dia hampir membuka pintu kamar Lucian.
Andralia sangat kaget karena Lucian kini menahannya. Dia semakin keras mengkatupkan giginya.
"Tolong, jangan pergi Yang Mulia. Tolong, jangan menyuruhku untuk tidak menemuimu"
"Aku sungguh mencintaimu lebih dari apapun. Bukti seperti apa yang kamu inginkan agar percaya dengan ucapanku?"
Dagu Lucian menempel pada kepala Andralia.
Andralia masih menundukkan kepalanya. Dia mengepalkan kedua tangannya. "Bagaimana jika kau memberikan jantungmu padaku?" Tanya Andralia menatap tangan Lucian yg melingkar pada dadanya.
Lucian memutar balik tubuh Andralia untuk menghadap padanya. Lucian sedikit membungkukkan tubuhnya agar wajahnya sejajar dengan wajah Andralia.
"Aku bisa memberikannya. Tapi, apa kamu siap untuk kehilanganku?" Lucian mengusap air mata dari wajah Andralia dan perlahan dia mendonggakkan kepala Andralia untuk menatapnya.
Lucian menunjukkan senyumannya. "Aku tidak bohong, berapa kali lagi aku harus mengatakan jika aku mencintaimu, Andralia? Cintaku pada Erundil hanya melahirkan kutukan abadi, aku hanya sering terkejut karena paras dan perawakan kalian sama" Lucian menempelkan keningnya pada kening Andralia.
Andralia merasa sedih dan malu dari dalam hatinya. Dia kembali menangis, dia tidak pernah mendapatkan perhatian yang Lucian berikan dari suaminya yang sebelumnya. Usia Andralia juga masih belum dewasa matang, Lucian sungguh sabar membimbing dan memberi penjelasan kepada istrinya.
"Aku.... membencimu" ucap Andralia dan dia semakin menjadi tangisannya.
Lucian tersenyum kecil mendengar ucapannya yang terdengar lebih tulus, dia menarik tubuh Andralia kepelukkannya. "Ya, saya tau itu" Lucian kembali berkata formal dan mengusap kepala belakang Andralia untuk menenangkannya.