《Terdapat ****** ******》
Harap bijak dalam membaca.....
William dan Nozela merupakan sahabat sejak mereka masih kecil. Karena suatu kejadian tak disengaja membuat keduanya menjalani kisah yang tak semsestinya. Seiring berjalannya waktu, mulai tumbuh benih-benih cinta antara keduanya.
William yang memang sudah memiliki kekasih terpaksa dihadapkan oleh pilihan yang sulit. Akankah dia mempertahakan kekasihnya atau memilih Nozela??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addryuli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 27
William menempel bagian terakhir projek jembatan yang dia buat. Dia tersenyum bangga pada hasil terakhir yang berhasil dia selesaikan. William mengemasi alat tulis serta kertas dan barang-barang yang berserakan di meja dan karpet kamarnya.
"Perfect." Gumamnya.
William mengangkat projeknya dan meletakkan di meja belajarnya. Besok pagi jadwal mengumpulkan tugasnya ke dosen. Setelah selesai membereskan barang-barangnya, William menatap kekasihnya yang tengah tertidur di sofa.
"Cantik banget pacar gue."
William mendekati Clarissa, dia meraih remot tv dan mematikannya. William juga mengambil bekas cemilan Clarissa yang masih tersisa dan memasukkannya ke dalam plastik. Dia menyingkirkan anak rambut yang menutupi kening Clarissa. Dipandanginya wajah Clarissa yang terlelap.
Cup.
Sebuah kecupan ringan mendarat di kening Clarissa, William tersenyum sambil mengelus pipi kekasihnya.
"Aku coba terima Cla walaupun kamu udah nggak virgin sekalipun. Karena aku tulus cinta dan sayang sama kamu, nggak peduli gimana dulu masa lalu kamu. Yang terpenting sekarang adalah kita saling mencintai." Ucap William lirih.
Tangan William beralih mengenggam tangan Clarissa, dia mengecup punggung tangan mulus kekasihnya.
Drrtt
Drrtt
William menoleh ke arah ponsel Clarissa yang bergetar, dia mengambil ponsel itu lalu melihat siapa yang menghubungi kekasihnya. Terlihat nama Mommy, William segera mengangkat panggilan dari Mommy kekasihnya.
"Halo."
"Ini William?"
"Iya tan, ini saya. Clarissa lagi tidur."
"Tolong bangunin ya nak, bilang sama Clarissa tante tunggu di rumah. Kami mau pergi mengunjungi neneknya."
"Oh iya tante, saya bangunin dulu."
"Terima kasih ya nak."
"Sama-sama tan."
Tut.
"Cla, sayang."
William menggoyang-goyangkan bahu Clarissa, dia mencoba membangunkan kekasihnya.
"Cla bangun, dicariin mommy kamu."
"Engh."
Clarissa mengerjabkan matanya perlahan, tangannya terangkat untuk mengucek kedua matanya. Clarissa terkejut saat melihat William duduk di sampingnya.
"Loh? Udah selesai kerjain tugasnya?" Tanya Clarissa.
William mengangguk. "Udah."
Clarissa merentangkan kedua tangannya, dia segera bangkit dari tidurannya.
"Maaf ya aku ketiduran."
William tersenyum. "Nggak papa kok. Oh iya, barusan mommy kamu telpon katanya udah ditungguin, mau ke rumah nenek."
"Astaga." Clarissa menepuk keningnya pelan.
"Aku lupa Liam, ini udah jam berapa?"
"Jam empat." Jawab William.
"Aku pulang dulu ya, aku lupa kalo hari ini mau ke rumah nenek."
Clarissa mengambil tas serta ponselnya. "Aku pulang dulu ya, maaf nggak bisa nemenin kamu malam ini."
William ikut berdiri lalu mengelus pucuk kepala kekasihnya. "Nggak papa sayang. Kamu hati-hati ya."
Clarissa mengangguk sambil tersenyum. William segera mengantarkan kekasihnya hingga ke depan pintu. Setelah Clarissa pulang, dia bingung mau melakukan apa.
"Ke rumah Ojel kali ya, ngerjain dia sampe kesal kayanya seru." Ucap William dengan senyum tengilnya.
Namun sebelum pergi, William memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. William memilih celana cargo berwarna hitam dipadukan dengan kaos oversize berwarna krem dan memakai jaket. Tak lupa menyemprotkan parfume ke seluruh tubuhnya.
"Udah kaya mau ngapel aja gue."
William mematut dirinya di depan cermin, dia sedikit menata rambutnya. Setelah selesai, William mengambil dompet dan ponsel ya serta kunci mobilnya.
Sampai di basement, William masuk ke dalam mobil sport hitamnya yang baru di belinya sebulan lalu saat mobil ini launching. William melajukan kencang mobilnya membelah jalanan sore yang cukup padat. Kaca mata hitam bertengger di hidung mancungnya.
Dua puluh menit kemudian, mobilnya memasuki gerbang tinggi rumah Nozela. Seorang satpam tampak membukakan gerbang untuknya. William memarkirkan mobilnya di halaman, dia segera turun dan masuk ke dalam.
"Ojel ada bik?" Tanyanya pada asisten rumah tangga.
"Ada den, baru aja masuk belum lama."
"Kalau gitu saya ke atas dulu ya bik."
Bik Asih mengangguk, dia yang merawat Nozela sejak kecil sudah paham dengan William. Sahabat nona mudanya sejak mereka masih di dalam kandungan.
"Hidup non Ojel cuma untuk laki-laki tampan, hihi." Ucap Bik Asih sambil mengelapi meja.
Ceklek.
William mengedarkan pandangannya, tak ada tanda-tanda Nozela di dalam kamar. Dia masuk ke kamar tak lupa menutup pintunya kembali.
"Apa Ojel lagi mandi?"
William mengedikkan bahunya lalu memilih duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. Benerapa menit kemudian, terdengar suara pintu kamar mandi terbuka. William menatap kearah kamar mandi, dia terkejut saat melihat Nozela yang keluar hanya berbalut handuk pendek. Namun secepat kilat William mengendalikan ekspresinya.
"You will never be never be never be me."
Nozela berjalan kecil sambil bernyanyi, namun tatapan matanya menoleh ke arah kiri. Seketika matanya melotot, sepontan tangannya menutupi bagian dadanya.
"AAAAA." Teriak Nozela.
William yang sejak tadi memperhatikan sahabatnya terkejut mendengar pekikan Nozela. Dengan gerakan cepat, William berdiri kemudian berlari mendekati Nozela. Dia segera membungkam mulut Nozela.
"Lo kenapa teriak anjir?"
"Emm...emm..."
Nozela masih berusaha menutupi dadanya, perlahan kakinya terangkat lalu menginjak kaki William yang masih berbalut sepatu itu.
"Aduh, lo ngapain nginjek kaki gue Jel. Sakit tahu." Ringis William membuat bungkaman tangannya pada mulut Nozela terlepas.
"Lo ngapain disini, hah? Ngintipin gue lo ya?" Tuduh Nozela.
William tersenyum miring sambil bersedekap dada, dia memperhatikan Nozela dari atas sampai bawah. Tubuh sahabatnya benar-benar putih dan mulus.
Merasa risih diperhatikan seperti itu, Nozela perlahan mundur. Dia hendak berlari menuju walk-in closet namun..
Greb.
William mencekal lengannya, Nozela panik setengah mati. Kamarnya kedap suara, mau dia berteriak sampai pita suaranya putus pun tidak akan ada yang mendengar.
"Liam, lepasin. Gue mau ganti baju."
William mendekat tanpa melepaskan cekalan tanganya. "Nggak usah ganti baju Jel. Bagusan kaya gini."
Nozela membelakan matanya. "Liam, nggak lucu tahu."
Nozela berusaha melepaskan tangan William di lengannya namun tak semudah itu.
"William." Tekan Nozela.
Satu tangan William bertengger dipundak mulus Nozela, aroma sabun Nozela tercium dihidung mancungnya.
"Lo wangi Jel." Ucap William sambil menatap kedua mata Nozela.
Nozela hanya diam, dia masih berusaha memegangi handuknya agar tidak terlepas.
Aroma tubuh Nozela membuat William hilang akal, dia mulai mendorong tubuh Nozela perlahan hingga mentok ke bibir ranjang. Dengan gerakan kasar William mendorong Nozela hingga terjatuh, handuknya sedikit tersingkap ke atas.
"Liam, lo jangan macem-macem." Ancam Nozela.
William membungkukkan badanya, dia menggunakan kedua tangannya untuk mengungkung tubuh Nozela. Tatapan matanya mulai liar seolah bisa menelanjangi Nozela.
Tangan William terangkat lalu mengelus paha yang terekspos sempurna itu.
"Emh." Nozela memejamkan matanya, tubuhnya seketika merinding.
Gluk!
William menelan ludahnya kasar, tatapannya kembali menatap Nozela yang memejamkan mata. Tangannya ganti mengelus pipi Nozela membuat sang empunya membuka mata.
"Gue pengen lagi Jel."
"AP- emmm."
Belum sempat Nozela menyelesaikan ucapannya, bibirnya sudah lebih dulu dibungkam oleh bibir William. Bibir William melumat bibirnya dengan lembut membuatnya terbuai. Nozela mengalungkan kedua tangannya ke leher William dan mulai membalas ciuman sahabatnya.
Satu kaki William bergerak disela kaki Nozela membuat miliknya menempel dengan paha Nozela. Mata keduanya terpejam, menikmati sesuatu yang seharusnya tak terjadi diantara keduanya.
Ciuman William turun perlahan ke leher Nozela, mengecup dengan lembut kulit putihnya yang halus. Tangannya mengelus lengan Nozela sebelum merambat ke paha gadis itu. Nozela merasakan campuran antara kehangatan dan getaran yang membuatnya tak bisa menahan diri, lalu tanpa sadar ia menjambak rambut William, mengekspresikan perasaannya yang campur aduk saat sahabatnya menyentuhnya dengan penuh perhatian.
Cup.
William mendongak untuk melihat wajah Nozela. Dia tersenyum melihat wajah Nozela yang memerah.
"Gila, kenapa Ojel cantik banget sih." Batin William.
Nozela menangkup wajah William lalu menariknya hingga wajah mereka sejajar. Dia kemudian tertawa kecil, membuat William mengerutkan keningnya.
"Kenapa?" Tanya William.
"Lo sahabat gila. Kita ini ngapain?"
William ikut tersenyum. "Friend with benefit, maybe."
"Tck, Liam."
William meraih kedua tangan Nozela di wajahnya lalu menyatukannya diatas kepala.
"Awas, gue mau ganti baju dulu. Dingin." Ucap Nozela.
William memindai tubuh Nozela, baru dia sadari jika tubuh Nozela sesexy ini. Milik William bereaksi hanya karena melihat tubuhnya saja, dia memejamkan matanya saat juniornya mulai membesar.
"Lo dengerin gue nggak sih?" Tanya Nozela mulai kesal.
William membuka matanya. "Lo dingin kan?"
Nozela mengangguk. "Iya, makanya awas."
"Mau gue bikin jadi panas?"
"Hah?" Nozela mengerutkan keningnya, dia bingung dengan perkataan William barusan.
Wiliam meraih pucuk handuk Nozela lalu menariknya pelan.
"Liam Liam. Wahh lo jangan gila Liam. Lepasin tangan gue."
William menyeringai, dia seolah berubah tuli. Sudut bibirnya terangkat saat handuk itu berhasil terlepas, perlahan dia menarik handuk itu hingga dada Nozela terlihat.
"Wow." Ucap William.
Kaki Nozela berontak berusaha menendang kaki William. Dengan sekali gerakan, William berhasil mengunci kaki Nozela dengan kakinya.
"Udah siap jadi panas?" Tanya William.
Nozela menggeleng-gelengkan kepalanya. Ini pertama kalinya dia melakukan ini, dia merasa takut sekaligus malu.
Cup.
William mengecupi tulang selangka Nozela dengan penuh kelembutan hingga menyentuh dadanya. Ia mengekspresikan perhatiannya dengan sentuhan yang lembut, membuat Nozela merasakan kehangatan dan kedekatan yang mendalam di antara mereka.
Nozela menggigit bibir bawahnya saat merasakan sensasi geli, perutnya serasa ada banyak kupu berterbangan menghadirkan sesuatu yang asing yang baru pertama dia rasakan.
"Gimana? Udah mulai panas?" Tanya William.
Nozela diam, benar kata William. Tubuhnya mulai bereaksi.
"Ini belum apa-apa Jel."
"Ada lagi?" Tanya Nozela penasran.
William mengangguk. Perlahan dia membuka handuk Nozela hingga dua gundukan besar itu terekspos.
"Liam, jangan dilihatin." Lirih Nozela.
William menundukkan kepalanya sambil melepaskan cekalan tangannya pada Nozela. Ia mulai mencium dengan lembut, menghadirkan kehangatan yang membuat Nozela merasakan gelombang perasaan yang halus dan mendalam. Tangannya bergerak perlahan, menyentuh dengan penuh perhatian, membuat Nozela semakin tenggelam dalam sensasi yang membangkitkan keintiman.
Matanya terpejam, bibirnya basah dan menggigit pelan, menandakan betapa perasaannya mulai membara. Suhu tubuhnya meningkat seiring sentuhan William yang penuh kelembutan. Setelah beberapa saat, William melepaskan ciumannya dan menatap Nozela dengan penuh kasih, melihat rona merah yang menghiasi wajahnya.
"Udah, gue takut kita kebablasan."
William mengangguk, dia sadar telah melewati batasnya. Perlahan dia membenarkan handuk Nozela lalu bangkit dari atas tubuh Nozela. Dia mengulurkan tangannya untuk membantu Nozela duduk.
"Sana ganti baju." Ucap William.
Nozela mengangguk lalu setengah berlari menuju walk-in closet di kamarnya. Dia menutup pintunya rapat lalu menyandarkan tubuhnya di pintu. Nozela memegangi dadanya, jantungnya berdegup dua kali lebih cepat.
"Gila, apa yang barusan gue lakuin sama William?"