Follow;
FB~Lina Zascia Amandia
IG~Deyulia2022
WA~ 089520229628
Seharusnya Syapala sangat bahagia di hari kelulusan Sarjananya hari itu. Namun, ia justru dikejutkan dengan kabar pertunangan sang kekasih dengan perempuan lain.
Hancur luluh hati Syapala. Disaat hatinya sedang hancur, seorang pria dewasa menawarkan cinta tanpa syarat. Apakah Syapala justru menerima cinta itu dengan alasan, ingin membalaskan dendam terhadap mantan kekasih?
Ikuti terus kisahnya dan mohon dukungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deyulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 Pernikahan Kesepakatan
Pagi yang sibuk. Di dalam kamar berukuran 5 x 8, Arkala dan Syapala tengah mempersiapkan diri untuk pergi ke kantor masing-masing untuk pertama kalinya setelah mereka menikah.
Syapala sudah berpakaian dengan rapi. Atasan blazer ungu muda, menutupi seragam khas milik perusahaan, dengan rok payung berwarna krem sudah melekat di badannya.
Dia menghadap cermin, mempersiapkan tampilannya yang terakhir, yakni kerudung segi empat dengan warna senada blazer. Kepalanya sudah terpasang ciput warna krem sejak ia keluar dari kamar mandi. Syapala belum pernah memperlihatkan rambutnya di depan Arkala selama beberapa hari pernikahan ini.
Entah kenapa ceritanya, lantaran pernikahan ini tidak didasari cinta, untuk memperlihatkan rambutnya saja di hadapan Arkala yang notabene suami sah, ia sama sekali tidak mau.
Hal itu belum menggugah hati Arkala untuk bertanya atau merasa heran, karena sebagai suami ia wajar melihat. Jangankan rambut, sekujur tubuh Syapala pun sudah halal ia tatap atau bahkan ia miliki.
Namun, pagi ini Arkala yang masih mempersiapkan seragam PDH nya, sesekali menoleh ke arah istrinya. Punggungnya terlihat turun naik memasang hijab segi empat di depan cermin.
Kala meletakkan setrika yang baru saja selesai ia pakai untuk merapikan seragam atas PDL nya. Tinggal celananya yang harus ia setrika. Untuk urusan merapikan seragam, ia sudah sangat terlatih dan lihai. Selama Satgas, kegiatan itu memang jadi poin utama sebelum ia gunakan untuk bertugas.
Kerapihan dan kebersihan hal yang paling diutamakan dalam berpakaian, meskipun seragam itu akan kembali kotor karena bersentuhan dengan tugasnya di lapangan.
"Aku tentu boleh melihat rambutmu, kan, Dik?" Kala sudah berada di belakang Syapala sambil menahan ujung hijabnya yang baru saja akan dia pasang.
Syapala tersentak, dia berusaha melepaskan hijab itu dari cengkraman Arkala.
"Abang, tolong lepaskan hijab ini, saya harus segera siap dan pergi ke kantor."
"Masih lama, kantormu masuk jam 08.00 Wib, kan? Untuk apa tergesa-gesa. Abang hanya pengen lihat rambutmu, tentu sudah boleh abang lihat apa-apa yang ada dalam diri kamu, termasuk rambut," ujarnya memohon.
"Saya buru-buru, kenapa harus ganggu orang disaat orang mau pergi ke kantor," ucapnya ketus, nadanya meninggi seraya berusaha melepaskan tangan Kala dari hijabnya.
Arkala terlihat kecewa, pagi ini dia juga harus ke kantor dan melaksanakan apel pagi. Kalau waktunya ia habiskan dengan berdebat dulu dengan memaksa Syapala memperlihatkan rambutnya, bisa terlambat ia ke kantor.
"Ok. Tapi, nanti sepulang kerja, abang mau melihat kamu tanpa hijab. Hanya di kamar ini," tukasnya menuntut.
Syapala tidak menyahut, wajahnya berubah kesal. Dia sama sekali tidak ingin sehelai rambut pun dilihat Arkala.
"Kenapa pria ini mulai banyak menuntut?" tanyanya dalam hati, masih belum paham arti tuntutan yang diminta Arkala. Harusnya hal itu bukanlah hal yang harus dituntut, melainkan suatu hal yang sudah menjadi hak sepenuhnya Arkala untuk melihat rambut ataupun hal lain dalam tubuh Syapala.
"Baiklah, abang masih bisa bersabar dan menerima penolakanmu. Tapi, sampai kapan? Abang suami kamu, meskipun pernikahan ini terjadi atas sebuah perjanjian," ujarnya menghentikan gerakan tangan Syapala.
"Abang tentu tahu kenapa aku bersikap seperti ini? Pernikahan kita atas dasar sebuah perjanjian dan tidak ada hal lain yang harus dituntut. Ingat, hanya perjanjian untuk membuat adiknya Abang sakit hati."
Arkala tersenyum kecut, lalu diakhiri desahan napas berat.
"Tentu saja abang tidak lupa dengan perjanjian itu. Tapi, pernikahan kita tidak main-main, Dik. Kita sudah terikat oleh hukum agama dan negara juga kedinasan. Dan ikatan itu, tidak bisa dilepaskan begitu saja. Kamu sudah menjadi milik abang jiwa dan raga. Kalau permintaan abang barusan kamu anggap tuntutan, itu hal yang wajar, karena sejatinya apapun yang kamu miliki sudah sah dan halal menjadi milik abang. Jadi, harusnya kamu sudah tahu akan hal itu," tegasnya jelas.
"Tapi, pernikahan kita tidak didasari oleh cinta. Bukankah semua terjadi atas permintaan abang dan abang yang menawarkan perjanjian sebelum menikah, yakni pernikahan kita hanya untuk membalaskan sakit hati saya pada adik kesayangan Abang?"
Arkala terdiam, dia sadar pernikahan ini terjadi memang atas tawarannya. Syapala bersedia menikah dengannya untuk membalaskan sakit hati, dan itu sudah disepakati kedua belah pihak. Sejenak Kala merasa tawaran itu hal yang membuatnya terjebak, dan ini bisa jadi sebuah senjata bagi Syapala untuk menolak setiap ajakannya.
Namun, tidak lama dari itu, Kala tersenyum penuh ide. Disaat Syapala berhasil menyekak mat, disaat itu pula Kala mendapat ide yang menurutnya sangat brilian.
"Baiklah, abang paham. Tentu saja pernikahan kita ini atas dasar kesepakatan yang sudah kita sepakati bersama, yakni hanya untuk menyakiti atau memanas-manasi Erlaga. Dan...kamu harus siap, ketika nanti saatnya kita harus berperan untuk menyakiti atau memanas-manasi Laga, kalau hubungan kita ini sangat bahagia luar biasa," ujarnya diakhiri senyum culas.
Syapala termenung, dia kurang paham apa yang dimaksud Arkala barusan. Namun, ia tidak membahas kembali ucapan Arkala, karena ia harus segera selesai mengakhiri dandanannya.
Kala dan Syapala, tidak sadar bahwa perdebatan mereka di dalam kamar, terdengar oleh Laga yang sengaja mendekat, ketika ia melewati kamar pengantin baru itu.
"Ternyata, pernikahan mereka terjadi atas sebuah kesepakatan. Mereka ingin membuatku sakit hati. Hemmmm...itu artinya Pala masih mencintai aku," gumamnya penuh senyum percaya diri.
Laga buru-buru menjauh dari kamar itu. Tidak lama dari itu kamar Arkala terbuka. Arkala dan Syapala keluar kamar. Syapala memasang wajah datar seperti biasanya. Atas perdebatan tadi, pagi ini rasanya ia benar-benar tidak bersemangat lagi untuk ke kantor.
Meja makan pagi ini, dihiasi wajah muram Syapala. Berbanding terbalik dengan Laga. Laga terlihat bersemangat dan happening pagi ini.
Sarapan pagi itu sudah selesai, semua kembali pada tujuannya masing-masing. Arkala berjalan lebih dulu keluar untuk memanaskan mobil, sementara Syapala berada di belakangnya dan tidak terburu-buru.
Sebelum langkahnya tiba di muka pintu, tiba-tiba Laga mencegat langkah Syapala. Syapala terkejut, keningnya mengkerut dalam, wajahnya berubah sangat kesal.
"Ada apa, kenapa Kak Laga mencegat langkahku?" dengusnya tidak suka.
Laga tersenyum, dia bahagia ketika panggilan Syapala terhadapnya masih belum berubah.
"Kak Laga, bahkan panggilan yang sering kamu ucapkan untukku masih belum berubah."
"Ya, kenapa? Masalah buatmu Kak? Usiaku masih jauh lebih muda darimu, kan? Jadi, wajar kalau aku memanggilmu Kakak." Syapala memberi alasan.
"Ok, aku mengerti dan memang sepatutnya kamu memanggil aku begitu, Sya. Karena aku tahu, pernikahan yang kalian langsungkan hanya pernikahan di balik sebuah kesepakatan. Hanya ingin membalas sakit hatimu, kan?" bongkar Laga santai.
Syapala terkejut, dia kaget darimana Laga tahu kesepakatan itu.
"Kesepakatan? Tidak, kami tidak ada kesepakatan apapun. Pernikahan kami terjadi, karena kami memang jatuh cinta pada pandangan pertama," ujar Syapala memberi alasan untuk meyakinkan Laga.
Laga tertawa kecil mengejek pengakuan palsu Syapala.
"Pepatah mengatakan, sebuah kebohongan akan melahirkan kebohongan lainnya lagi. Dan saat ini, kamu sedang berbohong. Tidak masalah, yang penting aku sudah tahu tujuan pernikahan kalian," tukasnya masih diimbuhi senyum smirk.
"Adik, kenapa masih berada di dalam? Abang sudah siapkan mobil dari tadi."
Arkala datang, ketika Laga berbicara sangat dekat dengan Syapala. Keberadaan mereka yang dekat, membuat hati Arkala panas dilanda cemburu.
Syapala hanya bisa memasang wajah terkejut, wajahnya pias saat itu juga. Ia buru-buru keluar dan memburu mobil Arkala yang mesinnya sudah menderu.
mna mngkin kala titipin pala ke laga😂
.