NovelToon NovelToon
Pria Dengan Rahasia... Dua Wajah!!!

Pria Dengan Rahasia... Dua Wajah!!!

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Permainan Kematian / Misteri / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Action / TKP
Popularitas:363
Nilai: 5
Nama Author: Dev_riel

Sebuah kota dilanda teror pembunuh berantai yang misterius.
Dante Connor, seorang pria tampan dan cerdas, menyembunyikan rahasia gelap: dia adalah salah satu dari pembunuh berantai itu.
Tapi, Dante hanya membunuh para pendosa yang lolos dari hukum.
Sementara itu, adiknya, Nadia Connor, seorang detektif cantik dan pintar, ditugaskan untuk menyelidiki kasus pembunuh berantai ini.
Nadia semakin dekat dengan kebenaran.
Ketika Nadia menemukan petunjuk yang mengarah ke Dante, dia harus memilih: menangkap Dante atau membiarkannya terus membunuh para pendosa...
Tapi, ada satu hal yang tidak diketahui Nadia: pembunuh berantai sebenarnya sedang berusaha menculiknya untuk dijadikan salah satu korbannya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dev_riel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Draft

"Kamu tau kan ini sekadar coba-coba? Ada kemungkinan kita tidak akan menemukan apa-apa." Kataku dalam perjalanan.

"Iya. Tau." Jawab Nadia.

"Tambahan lagi, kita tidak punya yurisdiksi apa pun. Ini daerah kekuasaan departemen Kepolisian Blackwood. Mereka membenci kita, jadi..."

"Ya, ampun, Dante!" Tukas Nadia. "Kamu cerewet amat, sih? Kalang kabut."

Benar juga. Tapi tega sekali dia bilang begitu.

Nadia tidak ambil pusing. Tenggelam dalam ketegangan membulatkan tekad menyelesaikan kasus. Saat masuk ke area parkir Stadion Center, Nadia menghentikan mobil dengan rem mendadak.

"Dasar." Desisku kesal.

"Diam Kamu!" Salak Nadia.

Aku mengalihkan pandangan dari tampang  Nadia ke sekeliling stadion. Sekejap, saat cahaya matahari memberkas sedemikian rupa, bangunan itu seperti dikelilingi sepasukan piring terbang. Gara-gara penempatan lampu-lampu bagian luar gedung yang mencuat keluar seperti jamur raksasa.

Kami berkeliling satu kali di bagian luar stadion, mencari tanda-tanda kehidupan. Di putaran kedua, sebuah mobil rongsok tampak berhenti di samping salah satu pintu besar menuju ke dalam.

Pintu bagian penumpang diikat gulungan tali sampai keluar jendela dan sekeliling daun pintu. Nadia langsung memarkir mobil dan keluar menyusul.

"Maaf, permisi sebentar Pak?" Sapanya pada lelaki yang turun dari mobil itu.

Usia lima puluhan, kurus dalam balutan celana komprang hijau dan jaket nilon biru. Begitu melirik seragam Nadia, dia langsung gugup.

"Ada apa? Saya tidak salah apa-apa." Ujarnya nyaris terbata.

"Anda kerja disini, Pak?"

"Iya, tentu saja. Untuk apa capek-capek datang jam delapan pagi begini kalau tidak?"

"Siapa nama Anda, Pak?"

Si tua merogoh saku, mengambil dompet. "Carter Johnson. Saya punya tanda pengenal."

Nadia menepis tidak sabar. "Saya tidak minta itu. Sedang apa datang pagi-pagi begini, Pak?"

Si tua memasukkan kembali dompet ke saku bekalang. "Biasanya saya harus datang lebih pagi, tapi tim tuan rumah sedang tur... jadi saya bisa datang agak siang."

"Apa ada orang lain lagi saat ini, Pak Carter?"

"Tidak. Hanya saya. Yang lain lembur, jadi yang lainnya pasti bangun siang."

"Kalau malam bagaimana? Ada satpam tidak?"

Si tua menepis. "Pihak keamanan berpatroli keliling parkiran saat malam, tapi tidak lama. Biasanya selalu saya yang datang paling awal."

"Maksud Bapak, yang pertama kali masuk ke dalam stadion?"

"Iya, benar. Eh, saya bilang begitu?"

Aku turun dari mobil, berseru sambil bersandar pada atap mobil. "Apakah Bapak yang membawa Zamboni setiap pagi ke arena?"

Nadia melirik sebal. Carter menatap dari atas ke bawah, pada kemeja dan celana longgar yang aku pakai.

"Heh, polisi macam apa kamu?"

"Polisi kutu buku, Pak. Bertugas di lab." Jawabku.

"Oooh, pantas." Carter mengangguk setengah percaya.

"Bapak operator Zamboni?" Aku mengulang.

"Ya, kamu taulah. Mereka tidak mengizinkan saya membawa benda itu selama pertandingan. Katanya itu pekerjaan petugas berseragam. Mereka paling suka mempekerjakan anak-anak, kamu tau. Ada yang polahnya sudah macam selebriti saja, berkendara Zamboni sambil melambaikan tangan. Saya yang dapat giliran tugas lagi, saat tim tuan rumah pulang. Saya mengoperasikan Zamboni pagi-pagi sekali. Tapi sekarang mereka sedang tur, jadi saya sengaja datang agak siang."

"Kami ingin melihat ke dalam. Ke arena." Sela Nad, tidak sabar oleh tingkahku mendahului wawancara. Carter menoleh lagi. Sebelah matanya berkilat cerdas.

"Tentu. Kamu punya surat perintah?"

Muka Nadia langsung bersemu malu. Sungguh kontras dengan warna seragamnya. Jadi tampak cantik.

Aku kenal betul wataknya. Kalau sudah keluar semburat begini, sebentar lagi dia bakal emosi.

Masalahnya, kami memang tidak punya surat perintah dan tidak punya urusan apa pun di tempat ini yang bisa disetujui secara resmi.

"Pak Carter," ujarku lagi sebelum Nadia berkata apa pun yang bakal dia sesali sendiri kelak.

"Hah?"

"Sudah berapa lama kerja di sini?"

Carter angkat bahu mendengus. "Sejak tempat ini dibuka. Saya kerja di arena lama dua tahun sebelum itu."

"Jadi Bapak sedang bekerja di sini minggu lalu, saat ditemukan mayat di lapangan hoki?"

Carter melengos lengah, berusaha menyembunyikan wajah yang mendadak pucat. Dia menelan ludah.

"Saya tidak ingin melihat hal seperti itu lagi. Sungguh."

Aku mengangguk dengan simpati setulus mungkin. "Saya mengerti. Itu sebabnya kami kemari, Pak Carter."

"Maksud kamu?" Tanya Carter berkerut kening.

Aku melirik Nadia untuk memastikan dia belum mencabut pistol atau apa. Matanya melotot padaku dengan bibir mengerut tidak setuju. Sebelah kaki berderap kesal, tapi tidak berkomentar.

"Pak Carter, kami merasa ada kemungkinan bahwa saat Bapak membuka pintu stadion pagi ini, bakal ada mayat lagi yang sedang menunggu." Ujarku mendekati dan melirihkan suara seserius mungkin agar terdengar penting.

"Astaga! Saya tidak tau apa-apa. Sungguh!" Sentak Carter kaget.

"Tentu saja tidak."

"Aku tidak tau apa-apa soal itu." Tegasnya lagi.

"Pasti. Jadi, boleh kami intip dulu sebelum Bapak masuk? Sekadar memastikan."

Dia bengong sesaat ke arahku, lalu melirik Nadia yang masih tetap cemberut. Cantik sekali. Kalau saja tidak pakai seragam polisi.

"Saya bisa dapat masalah. Bisa dipecat." Keluh Carter.

Sekali lagi senyum simpati kupasang apik. "Atau Bapak silahkan masuk ke dalam dan melihat sendiri tumpukan tangan dan kaki terpotong. Mungkin kali ini bahkan lebih banyak."

"Berengsek. Tapi kalau saya izinkan kalian masuk, saya bisa dipecat. Untuk apa saya berbuat begitu?"

"Anggaplah ini sebagai kesadaran Bapak sebagai warga negara yang baik. Bagaimana?"

"Ah, yang benar saja. Omong kosong soal kesadaran. Peduli apa kamu kalau saya sampai kehilangan pekerjaan, hah?"

Meski aku tau dia gusar, setidaknya masih cukup mampu bersikap sopan dengan tidak menunjukkan jari tengah. Menunjukkan indikasi harapan diberi sedikit pelicin sebagai kompensasi risiko dipecat.

"Benar juga. Apa boleh buat? Kami harap Bapak tidak harus menemukan potongan tubuh itu... tadi sudah saya bilang bakal lebih banyak dari kemarin, kan? Tapi saya jelas tidak ingin Bapak sampai di pecat. Maaf telah mengganggu, Pak Carter. Semoga hari Anda menyenangkan!"

Aku tersenyum pada Nadia. "Ayo jalan lagi, petugas. Sebaiknya kita kembali ke TKP yang satunya, mencari potongan jari."

Cemberut Nadia belum hilang, tapi setidaknya cukup mahfum untuk mengikuti permainan. Dia membuka pintu mobil sementara aku melambai ceria pada Carter, ikut masuk mobil.

"Tunggu!" Panggil Carter.

Kutatap dia dengan wajah sepolos dan sesopan mungkin.

"Sumpah Demi Tuhan saya tidak mau melihat hal itu lagi," iba Carter.

Sejenak dia menatap penuh arti. Mungkin berharap aku luluh, dan memberinya sedikit uang.

Carter menjilat bibir, lalu berbalik menghujam anak kunci gerendel pintu gerbang stadion.

"Masuklah. Saya tunggu di sini."

"Sungguh? Bapak yakin..." Kataku.

"Ayolah... jangan main-main kalau memang kalian polisi. Saya harus bagaimana lagi? Masuk!"

Aku tersenyum lebar pada Nadia. "Dia yakin."

Nadia menggeleng sebal. Melepas ekspresi kombinasi aneh antara kekesalan seorang adik dengan gurauan garing khas polisi, dia berjalan mengitari mobil, memimpin jalan di depan.

Di dalam, arena terasa dingin dan gelap. Tidak heran, namanya juga ring hoki saat baru dibuka. Carter pasti tau tombol lampunya yang mana saja, tapi tidak menawarkan menyalakan lampu.

Nadia melepas senter besar dari sabuk, mengayunkan sorotan cahaya ke sekeliling arena. Aku menahan napas saat senter menangkap salah satu jaring gawang, lalu yang satu lagi. Nadine bergerak sekeliling arena satu kali, perlahan-lahan, sesekali berhenti, lalu kembali padaku.

"Tidak ada apa-apa. Kosong melompong." Dia berkata.

"Kedengarannya kamu kecewa."

Nadia melotot mendecak sebal, bergegas hendak keluar lagi. Aku tidak menyusul. Tetap diam ditengah ring, merasakan hawa dingin mengambang naik dari permukaan es, menyejukkan imajinasi riangku.

Begitu Nadia beranjak pergi dan menyuruh Carter untuk masuk dan menyalakan lampu.

Tapi aku tidak kaget ketika detik berikut terdengar jeritan.

Carter sungguh payah dalam hal menjerit.

Carter melompat keluar dari lemari kecil di ujung arena, terpontang panting lari ke dalam ring.

Suara kakinya terpeleset mendecit di atas lapisan es, terpeleset bergulir ditambah lenguhan serak dan akhirnya terperosok meluncur dengan kepala lebih dulu ke arah papan pembatas.

Dia berusaha keras untuk bangkit lagi, lalu berlari ke arah pintu, terengah-engah ketakutan. Bercak darahnya membekas di lantai es di mana dia jatuh.

Nadia memburu masuk lewat pintu dengan pistol di tangan. Carter memapas kasar berusaha melewatinya, sekali lagi terpelanting di luar stadion.

"Ada apa?" Tanya Nadia. Pistolnya siap di arahkan ke segala penjuru.

Kutelengkan kepala dan kini saat atmosfer geram horor masih berdenging di telinga, akhirnya aku mengerti.

"Aku rasa Pak Carter telah menemukan sesuatu." Kataku.

1
Yue Sid
Thor, jangan bikin kami tidak bisa tidur karena ingin tahu kelanjutannya 😂
Dev_riel: Besok kelanjutannya ya😄🙏
total 1 replies
🔥_Akane_Uchiha-_🔥
Cerita seru banget, gak bisa dijelasin!
Dev_riel: Makasih🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!