Menjadi seorang Guru adalah panggilan hati. Dengan gaji yang tak banyak, tetapi banyak amanah. Itulah pilihan seorang gadis bernama Diajeng Rahayu. Putri dari seorang pedagang batik di pasar Klewer, dan lahir dari rahim seorang ibu yang kala itu berprofesi sebagai sinden, di sebuah komunitas karawitan.
Dari perjalanannya menjadi seorang guru bahasa Jawa, Diajeng dipertemukan dengan seorang murid yang cukup berkesan baginya. Hingga di suatu ketika, Diajeng dipertemukan kembali dengan muridnya, dengan penampilan yang berbeda, dengan suasana hati yang berbeda pula, di acara pernikahan mantan kekasih Diajeng.
Bagaimana perjalanan cinta Diajeng? Mari kita ikuti cerita karya Dede Dewi kali ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dede Dewi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Raka, kamu kenapa?
Sesak, sesak dada rasanya mendengar jawaban itu. Tetapi mau bagaimana lagi, dia tidak berhak melarang jawaban itu keluar dari lisan bu guru cantiknya, nanti dia bisa kena pelanggaran hak asasi manusia, tentang pasal perjodohan. Selain itu, dia akan sangat malu jika dia menghalangi acara itu, karena Raka belum memiliki cukup modal untuk melamar gadis pujaan hatinya.
Sore itu Raka tidak langsung pulang, setelah berpamitan dengan pak Bejo, dengan menolak untuk masuk rumah, Raka langsung melajukan Mio Soul nya pergi meninggalkan rumah itu dengan tanpa arah. Raka benar-benar merasakan udara dakam dadanya tiba-tiba menipis, mendadak dia menjadi sesak nafas. Ingin sekali langsung ke IGD, minta oksigen, tetapi mengingat suntikan yang akan diberikan untuk setiap pasien yang masuk rumah sakit, Raka bergidik membayangkannya. Akhirnya Raka memilih melaju ke Tawang Mangu. Dia memutuskan untuk naik ke gunung, dengan harapan dia bisa melepaskan rasa yang sesak di dada. Motor itu melaju begitu saja dengan kecepatan rata-rata, karena mengingat motornya belum sempat di servis, sehingga untuk nail gunung, dia khawatir gasnya tidak kuat. Hingga akhirnya, sebelum memasuki gerbang Kota Karanganyar, Raka mampir sebentar ke rumah Hanan, sahabatnya.
"Raka? Ngapain kamu ke rumahku sore-sore begini? Tumben?" tanya Hanan yang saat itu sedang nongkrong dengan teman-temannya di bawah pohon asem yang berada di deoan rumahnya.
"Aku pinjem motor kamu dulu boleh? Motorku belum ku servis, aku mau muncak." kata Raka dengan wajah frustasi.
"Kamu kenapa bro? Wajah kamu sama sekali tidak menggambarkan laki-laki idealis seperti biasanya." komentar Hanan membuat Raka semakin kesal dibuatnya.
"Mana kunci sama STNK, ga usah banyak nanya, aku butuh motormu sekarang!" ujar Raka setengah tidak sabar.
"Okey mas Bro, bentar tak ambilin dulu." kata Hanan sambil berjalan ke dalam rumahnya.
"Kamu mau muncak dengan busana orang mau ke mall begini, Ka?" ejek Hanan.
"Ehm.. yaudah, kamu ada perlengkapan muncak 'kan? Minjem sekalian dong." pinta Raka.
"Ni orang, tau-tau nongol nyebelin banget sih? Yang pingin muncak dia kenapa aku jadi yang repot?" Hanan masih saja mengomel.
"Udah, ga usah banyak komentar, aku pinjem sekarang." kata Raka tanpa senyum sedikitpun. Gimana bisa senyum, perasaannya aja lagi amburadul.
Hanan kembali masuk kamarnya, mengambil kariernya, beserta isi yang biasanya dia gunakan, seperti tenda dum, kompor portabel, matras, jas hujan, dan jaket tebal nya yang biasa dia gunakan untuk muncak.
"Nih, untuk lainnya ada di dalem." kata Hanan.
"Kamu ga niat ngajak aku gitu?" tawar Hanan.
"Ga, aku mau sendiri aja." jawab Raka.
Hanan tau betul bagaimana sifat Raka, jika dia ada masalah, biasanya dia akan pergi menyendiri, dan tidak mau diganggu siapapun. Jadi, ketika Raka tiba-tiba datang dan meminjam alat campingnya, dia yakin bahwa Raka sedang ada masalah.
"Pesenku, ketika tiba di sana, jangan nekad jalan sendiri. Cari rombongan. Karena kita tidak tai bagaimana kondisi di atas sana." pesan Hanan, sang pendaki sejati.
"Hem..." jawab Raka sambil menggendong Kariernya Hanan.
"Kamu udah pamit ibu atah Nisa?" yanya Hanan.
"Belum lah,"
"Lho, kok belum? Tak bilangin mereka ya." modus Hanan yang memang Hanan masih mengincar Nisa sebagai gebetannya. Sayangnya, Nisa bukan tipikal wanita yang mudah untuk jatuh cinta.
"Ga usah lah nanti aku akan bilang sendiri, oya, betewe, thanks ha Nan." jawab Raka sambil melangkah pergi sambil membawa motor Hanan, sesangkan motornya ditinggal di rumah Hanan.
💜💜💜💜💜💜
Setelah menerima lamaran itu, bu Khadijah memasangkan sebuah cincin emas ke jari Diajeng. Namun, saat akan dimasukkan pada jari manis, ternyata cincinnya terasa masih cukuo kebesaran, akhirnya dipindah pada jari tengah.
"Haduh, maaf ya ndak Ajeng, jadi kebesaran." keluh bu Ijah dengan sedih.
"Tidak apa-apa bu, biar nanti saya orogram penggemukkan badan dulu." kata Diajeng.
"Lah, mosok calon manten malah program penggemukan badan? Dimana-mana, calon manten itu diet, Nduk..." komentar pak Sabari.
"Ini khusus kok pak." jawab Diajeng.
"Oya, untuk tanggal pernikahannya, kapan?" tanya pak Hanif.
"Bagaimana jika dua minggu lagi? Tidak terlalu cepat, tidak terlalu lama juga. Sedang-sedang saja." usul bu Khadijah.
"Bagaimana pak Sabari dan nak Ajeng?" tanya pak Hanif.
"Kami ngukut saja. Karena mengingat mereja juga sudah sama-sama dewasa, alangkah baiknya memang disegerakan saja." usul pak Sabari.
"Baik, kalau begitu, kita akan laksanakan dua oekan ke depan ya." usul pak Hanif dan disetujui oleg semua yang ada di ruangan itu.
Sesekali tampak Hisyam melirik kearah Diajeng, sejak tadi anak itu memang diam saja, tidak banyak bicara dan bertingkah.
"Maaf mbak Ajeng, ini ada titipan undangan untuk mbak Ajeng." kata pak Bejo setelah para tamu yang tadi tiba-tiba melamar Diajeng.
"Oh, ya pak. Terimakasih. Siapa yang mengantar pak?" tanya Diajeng sambil membuka plastik sampul nya.
"Yang mengantar tadi....kalau tidak salah...Karak? Apa..." saat pak Bejo sedang berusaha menyebutkan namanya, dengan kata kunci Karak, Diajeng jadi ingat sesuatu.
"Oh, Raka maksudnya?" tanya Diajeng.
"Oh, iya mbak. betul. Mas Raka. Kirain karak, lha kaya karak gitu namanya." kata pak Bejo sambil garuk kepala.
"Kok ga disuruh masuk pak?" tanya Diajeng setelah tadi sempat bengong.
"Ehm, maaf mbak. Karena pas dia datang, pas prosesi mbak Ajeng di lamar mbak." jawab pak Bejo.
"Jadi, tadi Raka melihat saya di lamar?" tanya Diajeng dengan raut wajah yang berbeda.
"Iya mbak. Setelah itu, dia pamit pulang " jawab pak Bejo.
"Oh, ya baik. Terimakasih ya pak." jawab Diajeng.
Setelah menerima undangan itu, Diajeng mengirim pesan kepada Raka. Tetapi, entah mengapa, ada sedikit dari bagian hati Diajeng yang merasa sedih, tatkala mendengar bahwa Raka tadi sampai di rumahnya saat mendengar pririsesi lamaran.
"Centang satu?" gumam Diajeng.
Kemudian, setelah beberapa saat, Diajeng mencoba menelpon Raka. Dan benar saja, panggilan tersambung.
"Assalamu'alaikum." salam Diajeng ramah
"Wa'alaikumussalam " jawaban singkat dan sedikit ketus dari seberang. Padahal biasanya suara Raka akan lembut di telinganya.
"Raka, Terimakasih ya atas undangannya Maaf tadi jadi ga bisa ketemu." kata Diajeng.
"Iya." jawab Raka di seberang.
"Raka..."
"Ya?"
"Raka, kamu kenapa?" tanya Diajeng penasaran dengan jawaban ketus Raka.
"Tidak apa-apa bu. Maaf, saya sedang dijalan." kata Raka.
"Oya, maaf ya. Hati-hati Raka." pesan Diajeng.
Harusnya, sore ini Diajeng akan zoom untuk menyampaikan beberapa yang harus dia sampaikan keda para dewan guru. Tetapi, sepertinya Diajeng urungkan karena Diajeng harus membantu mbak Nuk membereskan diatas meja.
Saat sedang membantu mbak Nuk mencuci piring, Diajeng kembali teringat pada Raka dan jawabannya.
"Raka kenapa ya?" gumam Diajeng lagi.
typo kah????