DILARANG KERAS PLAGIARISME!
Aruni adalah seorang mahasiswi di sebuah universitas ternama. Dia berencana untuk berlibur bersama kawan-kawan baik ke kampung halamannya di sebuah desa yang bahkan dirinya sendiri tak pernah tau. Karena ada rahasia besar yang dijaga rapat-rapat oleh ke dua orang tua Aruni. Akankah rahasia besar itu terungkap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DENI TINT, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27 - DUA DIMENSI
Angin semilir berhembus, menambah suasana malam semakin nyaman. Dan saat Aruni mengalihkan pandangannya ke arah bawah barisan pepohonan di ujung sana, ia terpukau karena melihat banyak sekali kunang-kunang beterbangan. Seolah sedang menari bersama di tengah gelapnya hutan.
"Waaah... ternyata di sini masih ada kunang-kunang ya? Gue kira udah punah hewan itu." gumam Aruni sambil memperhatikan tarian mereka yang bercahaya.
Beberapa saat kemudian, Aruni terpaku sejenak saat melihat ada dua pasang cahaya kunang-kunang, diam tak bergerak seperti yang lainnya. Diperhatikannya dua pasang kunang-kunang itu dengan seksama oleh Aruni. Namun ada yang aneh.
Dua pasang kunang-kunang itu diam berdekatan. Ada di antara dua batang pohon di ujung sana. Dan cahayanya agak berwarna merah. Seperti dua bola mata yang memperhatikan Aruni dari kejauhan.
Aruni semakin menajamkan pandangannya ke arah dua cahaya kunang-kunang saat warnanya semakin merah menyala. Lalu tiba-tiba angin yang awalnya berhembus pelan, kini berubah agak kencang, hawanya lebih dingin dari sebelumnya. Aruni yang menyadari perubahan suasana itu, mulai merasakan keanehan di tubuhnya. Tubuhnya merinding halus. Aruni memperhatikan sekitar.
"Kenapa tiba-tiba anginnya jadi agak kenceng gini ya?" gumamnya sendirian sambil mengusap lengannya yang masih memegang secangkir kopi susu.
Saat matanya kembali ke arah cahaya tadi, dia terheran, karena sudah tidak ada lagi cahaya merah menyala tersebut. Hanya tersisa cahaya kunang-kunang yang masih beterbangan.
Aruni tak ingin terlalu memikirkan keanehan yang baru saja terjadi. Ia kembali ke arah meja balkon, lalu menaruh cangkirnya. Sesaat kemudian, tiba-tiba kepalanya terasa pusing dan pandangannya sedikit buram.
"Aduuuh, kepala gue, kenapa...?" gumamnya sambil memegangi kepalanya. Ia berpegangan ke meja, mencoba menenangkan pikiran dan perasaan aneh dalam dirinya. Saat sudah terasa lebih baik, ia berjalan ke dalam memutuskan untuk istirahat saja, menyusul dua sahabatnya yang sudah masuk kamar.
Saat berjalan menuju kamarnya, langkah kakinya terasa lebih berat, sakit di kepalanya semakin terasa, dan pandangannya semakin buram.
"Aduuuh... gue.... kenapa...?" gumamnya pelan sambil berjalan dan mulai berpegangan ke dinding lorong kamar.
Aruni berusaha untuk sampai ke kamarnya. Saat ia sudah masuk ke dalam kamar, ia hendak menuju ke tempat tidurnya, namun dalam pandangannya yang buram itu ia melihat ada sesosok bayangan yang berdiri, tepat di antara jendela kamar dan kasurnya.
"Hah? Si-si-siapa kamu...?" ucapnya dengan suara agak lirih sambil menahan rasa sakit di kepalanya. Ia mencoba menajamkan pandangannya, tapi tetap buram.
Sosok bayangan itu tetap diam berdiri. Aruni semakin merasakan sakit di kepalanya, hingga ia berpegangan ke meja kamarnya.
"Aruniii... sudah tiba waktunya..." suara itu terdengar dari sosok bayangan tersebut.
"Apa maksudnya? Si-si-siapa... kamu...?" tanya Aruni kemudian.
Tapi, sosok bayangan itu tak menjawab. Dan tiba-tiba pandangan Aruni semakin buram, menjadi gelap, dan tubuhnya terasa lemas.
Aruni terjatuh pingsan di lantai kamarnya.
***************
Aruni tersadar perlahan-lahan dari pingsannya. Ia membuka kedua matanya, masih terlihat buram. Beberapa saat kemudian, pandangannya lebih jelas. Ia memperhatikan sekitarnya.
"Aku... ada di mana?" ucapnya pelan.
Aruni mencoba duduk, dan ia teringat saat sebelum pingsan, dirinya berada dalam kamar rumah neneknya. Terjatuh di lantai. Tapi saat ini ia terbangun di dalam sebuah kamar yang jauh berbeda kondisinya.
"Di mana aku?" ucapnya lirih.
Aruni terbangun di atas dipan bambu, di dalam sebuah kamar tua, dindingnya yang terbuat dari bilik kayu bambu serta hanya ada sumber cahaya dari lampu tempel. Sesaat kemudian kepalanya terasa sangat sakit, sehingga ia memegangi kepala dengan ke dua tangannya. Dan saat itu juga, bayangan masa lalu terlintas dalam ingatannya. Ya, Aruni ingat kamar ini. Kamar Anjani.
"Kenapa? Kenapa aku ada di sini lagi?" ucapnya mulai dengan suara agak gemetar, mulai terasa ketakutan menjalar di tubuhnya.
"Aku harus keluar dari sini. Aku gak boleh ada di sini!" ucapnya kemudian sambil mencoba berdiri dari atas dipan. Badannya terasa lemas, kakinya agak gemetar saat mencoba berdiri, tapi Aruni tetap berusaha untuk keluar dari tempat ini, keluar dari alam mimpi ini.
Aruni berjalan mendekati pintu kamar itu, dan membukanya tanpa pikir banyak. Namun alangkah terkejutnya Aruni mendapati dirinya berada di luar.
Sesaat ia membuka pintu kamar, ia langsung berada di luar rumah. Berada di halaman, dengan pohon beringin tepat berada di samping kirinya dengan jarak tak terlalu jauh.
Suasana di sekitar tampak jelas Desa Lanjani di masa lalu. Suasana yang dingin, hening, dan hanya terlihat rumah-rumah warga desa dengan penerangan lampu tempel di beberapa rumah.
"Apakah ini... desa nenekku di masa lalu?" gumamnya sendirian sambil melangkah keluar.
Sesaat dirinya memperhatikan sekitar, terdengar suara langkah dari arah pohon beringin itu. Dan Aruni menoleh ke arahnya perlahan....
"Hah?! Ibu?!"
Aruni terkejut melihat Bu Asih ada di bawah pohon beringin itu. Berdiri dengan wajah sedih, menatap Aruni.
"Bu?! Ibu?! Itu beneran Ibu?!" Aruni bertanya dengan rasa takut, terkejut, sekaligus heran bercampur dalam hatinya.
"Ibu ngapain di sana?! Jangan di sana Bu! Pergi dari sana Bu!" ucap Aruni kepada Bu Asih. Namun Bu Asih tidak menjawab sepatah katapun. Hanya tergambar jelas kesedihan dari wajahnya.
Aruni mencoba melangkah mendekati Ibunya, sambil terus memanggilnya. Tapi seperti dimensi yang tak bisa dijangkau oleh Aruni, semakin Aruni mendekat, entah mengapa pohon beringin dan Ibunya ikut menjauh. Seolah tak ingin Aruni mendekat.
"Ibu...!! Ibu...!!" Aruni mencoba melangkah sekuat tenaga, namun tetap saja menjauh.
"Kenapa? Kenapa aku gak bisa dekati Ibu?" ucap Aruni masih dengan menatap Ibunya.
"Aruni... Maafkan Ibu Nak... Maafkan Ibu..." suara Bu Asih sambil menangis.
"Maaf? Maaf kenapa Bu? Maaf untuk apa? Aruni gak ngerti Bu!" jawab Aruni.
Bu Asih, sambil menangis, tak menjawab lagi Aruni. Dirinya malah berpaling, berjalan ke belakang pohon beringin itu. Dan sosok Bu Asih menghilang dalam gelapnya bayangan pohon beringin tersebut.
"Ibu!! Jangan pergi ke sana Bu!! Aruni mohon, jangan ke sana Bu!!" teriak Aruni kepada ibunya itu dengan ketakutan semakin hebat.
Di tengah ketakutan itu, kembali ia dikejutkan dengan munculnya sosok Anjani yang tiba-tiba sudah ada di belakangnya, dengan kedua tangan Anjani memegang pundak Aruni. Tangan Aruni bergetar, tubuhnya terpaku seperti kayu yang tertancap di tanah.
"Ibumu tak mampu untuk menerimanya, Aruni..." suara Anjani terdengar jelas di telinga Aruni. Dengan sentuhan dingin di pundaknya.
"Kamulah yang mampu untuk menerimanya, cucuku..." lanjut Anjani.
Dengan suara gemetar, kedua mata yang masih menatap pohon beringin itu, Aruni mencoba sekuat tenaga untuk berkata kepada Anjani, neneknya, "A-a-a-apa... mak-mak-maksudmu?"
"Kaulah pewaris ilmuku... Aku telah memilihmu..." jawab Anjani, sambil tangan kanannya membelai pipi kanan Aruni dari belakang.
Lalu Anjani menunjuk ke arah pohon beringin itu...
Aruni melihat ke arah yang ditunjuk oleh Anjani...
Dan muncul dari balik pohon beringin tersebut...
Sosok makhluk mengerikan yang selama ini sudah menghantui Aruni...