London, sebuah tempat yang menyisakan kenangan termanis dalam hidup Orion Brox. Dalam satu hari di musim panas, ia menghabiskan waktu bersama gadis cantik yang tak ia ketahui namanya. Namun, rupa dan tutur sapanya melekat kuat dalam ingatan Orion, menjelma rindu yang tak luntur dalam beberapa tahun berlalu.
Akan tetapi, dunia seakan mengajak bercanda. Jalan dan langkah yang digariskan takdir mempertemukan mereka dalam titik yang berseberangan. Taraliza Morvion, gadis musim panas yang menjadi tambatan hati Orion, hadir kembali sebagai sosok yang nyaris tak bisa dimiliki.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
One Day In London 27
Berbeda dengan kediaman Riu yang makan paginya hanya dihadiri sepasang suami istri—Vale dan Riu, di rumah Nero, makan paginya kompak sekeluarga. Dua anak mereka—Tara dan Alterio, masing-masing menempati kursi dan siap menyantap sarapan bersama.
Di sela kegiatan mereka yang sibuk mengambil nasi dan lauk, Nero menatap Tara dan melontarkan nasihat pada putrinya itu.
"Untuk sekarang dan besok, jangan terlalu capek. Ingat, lusa kamu akan ke Jakarta. Fitting baju dan foto prewed itu cukup menyita tenaga. Jangan dianggap sepele."
Tara tersenyum tipis. Lantas menjawab, "Nggak jadi lusa kok, Pa, tapi minggu depan."
Nero dan Raina langsung menatap Tara, kemudian mengernyit bersamaan.
"Kenapa diundur?" tanya Nero dengan pandangan yang lebih intens.
Namun, Tara tidak bisa membaca perubahan ekspresi tersebut. Wanita cantik itu malah mengulum senyum sebelum melontarkan jawaban pada sang ayah.
"Olliver masih sibuk, Pa. Banyak yang reservasi restorannya buat acara, apalagi salah satu karyawan ada yang resign, jadi mau nggak mau Olliver ikut turun tangan."
Nero tak langsung menanggapi. Namun, tatapannya lebih intens dibanding beberapa detik lalu.
"Aku nggak masalah kok, Pa, meski diundur. Waktu kami masih panjang. Masih ada satu bulan penuh, sangat cukup lah," lanjut Tara.
Di depannya, Nero menarik napas panjang. Lantas, meletakkan sendok dan garpu di tangan, kemudian menatap Tara dengan lebih intens.
"Tara, pernikahan tidak sesederhana itu. Kalian akan menggelar pesta besar. Selain persiapan untuk acara tersebut, pernikahan yang sah secara negara juga membutuhkan surat-surat yang mengurusnya tidak cukup sehari dua hari. Apakah bagian itu sudah kalian pikirkan? Tara, jangan sampai pernikahan yang sudah terencanakan dengan baik ini, terhambat oleh kesibukan kerja yang bisa dilakukan di lain waktu. Tara, Papa kasih tahu, jangan mengentengkan pernikahan. Katakan juga hal ini pada Olliver," ucap Nero dengan panjang lebar. Ada sedikit kekesalan yang tersirat dalam nada bicaranya.
Akan tetapi, Tara sendiri malah merasa bingung dengan tanggapan sang ayah, yang menurutnya berlebihan. Bagaimana tidak, hari H masih kurang satu bulan, jadi mengapa harus buru-buru? Bukankah masih ada banyak waktu?
"Hah, Mama nggak habis pikir juga dengan Olliver. Dari awal datang ke sini, sendirian, dia sangat antusias dengan hubungan kalian. Kenapa saat mendekati hari pernikahan, malah kesannya menyepelekan," imbuh Raina. Dia yang sejak tadi hanya menatap Tara, kali ini ikut bicara.
Namun, itu pun belum membuka pikiran Tara. Wanita cantik dengan pakaian formal itu masih teguh pada pendiriannya, menganggap apa yang dilakukan Olliver adalah sesuatu yang wajar.
"Baiklah, Ma, Pa, nanti aku akan bicara dengan Olliver." Demi menghindari perdebatan, Tara memilih mengalah. Meski dalam hati tidak mempermasalahkan sikap Olliver, tetapi di depan orang tuanya dia tidak membantah. Pikir Tara, yang penting nanti pernikahan berjalan lancar.
Benar saja, usai Tara menjawab demikian,Nero dan Raina tak lagi memperpanjang masalah tersebut. Mereka semua kembali fokus menyantap sarapan yang ada di piring masing-masing.
________
Enam hari rasanya tidak terlalu lama, terkesan singkat bagi Olliver. Rencana fitting baju dan foto prewedding yang kemarin sempat diundur, esok hari harus dilaksanakan jua. Meski sebenarnya hati Olliver masih menyimpan keraguan, tetapi dia tidak bisa menunda-nunda lagi.
Tepatnya hari ini, Tara akan datang ke Jakarta. Wanita itu sudah terbang dari beberapa menit yang lalu, dan kini Olliver sedang mempersiapkan diri untuk menyambut sang kekasih hati.
Tak jauh beda dengan hari-hari sebelumnya yang selalu menghabiskan waktu di restoran, hari ini pun demikian. Sejak pagi Olliver sudah berada di sana, bahkan dia datang lebih awal dibanding karyawannya.
Satu yang berbeda untuk siang ini, Olliver mengundang Jenny ke restorannya. Wanita cantik yang sangat mencintai Orion itu, berulang kali mengernyitkan kening dan menatap bingung pada Olliver. Pasalnya, sejak dia datang, Olliver tak mengatakan apa pun, sekadar fokus dengan rokoknya sendiri. Seolah-olah kehadiran Jenny di sana hanya untuk menyaksikan patung hidup yang bisa mengisap nikotin.
"Sebenernya mau kamu apa sih? Aku udah izin ke HRD pakai alasan sakit segala loh agar bisa ke sini, karena katanya kamu ada penting. Tapi, sampai sebelas menit aku duduk, cuma disuruh bengong doang. Diajak bicara, nggak. Disuguhi minum juga nggak," gerutu Jenny. Lama-lama kesabarannya habis juga menghadapi Olliver yang mendadak irit bicara.
"Kenapa sih?" Jenny sampai mengulangi pertanyaannya demi mendapat jawaban yang memuaskan.
"Nanti ikut aku, ke bandara," ujar Olliver sembari membuang puntung rokok yang masih tersisa setengah. Entahlah, sudah malas untuk kembali mengisap hingga habis.
"Ke bandara? Kamu mau ke mana memangnya?" tanya Jenny.
"Jemput Tara, dia mau ke sini."
Jenny terkejut seketika. "Jemput Tara kenapa malah ngajak aku? Kalau nanti dia salah paham gimana?"
"Nggak." Olliver menjawab singkat, dengan ekspresi yang tetap datar, tanpa senyuman.
Di hadapannya, Jenny mendadak diam. Dia menemukan sesuatu yang janggal dari sikap dan gestur wajah Olliver, seperti ada masalah yang berusaha dipendam.
"Kamu ada masalah dengan Tara?" tanya Jenny dengan hati-hati.
Kalau tidak salah tebak, masalah yang dialami Olliver kali ini bukan masalah sepele. Karena sepenjang kenal dengan Olliver, belum pernah sekali pun lelaki itu irit bicara apalagi sampai pelit senyuman. Olliver yang dia kenal adalah sosok lelaki yang hangat dan ramah, bahkan ketika tempo hari mengatakan bahwa ke depannya akan menjaga jarak agar Tara tak salah paham, Olliver masih tersenyum lebar padanya. Jauh berbeda dengan sikapnya yang sekarang.
Dugaan Jenny makin menguat tatkala melihat Olliver yang kembali diam, hanya embusan napas kasar yang digunakan lelaki itu untuk menanggapi pertanyaan darinya.
"Banyak yang bilang, hari-hari menjelang pernikahan itu memang banyak ujiannya. Aku sendiri belum pernah mengalami, tapi kata teman-teman yang udah nikah sih gitu. Kayak ada aja sesuatu yang jadi masalah. Tapi, kita nggak boleh kalah. Tekad dan komitmen harus tetap kuat. Tunjukkan kalau kita bisa menghadapi apa pun bersama pasangan yang telah kita pilih. Pernikahan kan puncak tertinggi dari cinta dan hubungan, jadi wajar dong kalau untuk mencapai ke sana banyak kerikilnya."
Mendengar beberapa kalimat bijak dari bibir Jenny, Olliver tersenyum masam. Lantas, membuang pandangan ke luar jendela dan terpaku pada kendaraan yang memadati jalanan di depan restorannya. Dari sikapnya, Olliver seperti menyimpan banyak keluh kesah yang menyesakkan, tetapi tak bisa diungkapkan.
Jenny menyadari itu, dan ia pun bertanya-tanya apa gerangan yang terjadi. Mengingat sosok Tara yang manis, rasanya tak mungkin wanita seperti dia berkhianat.
"Olliver—"
"Kalau mau, temani aku bandara. Nggak mau ya udah," pungkas Olliver dengan cepat dan tegas.
Jenny menggeleng-geleng sambil berdecak. Lantas ia berkata, "Iya, aku temani. Tapi, ini kamu sendiri ya yang minta. Kalau misal nanti Tara salah paham dan kalian ada masalah, bukan urusanku. Jangan bilang aku nggak mengingatkan kamu."
Alih-alih mengacuhkan ucapan Jenny, Olliver malah sibuk dengan pikirannya sendiri. Sembari membayangkan paras cantik Tara yang menghadirkan tawa sekaligus luka, Olliver bicara sendiri dalam hatinya, "Sampai detik ini aku masih berusaha berpikir positif. Tara, aku memberimu kesempatan untuk mengambil sikap."
Bersambung...
Dan Tara prilaku mu mencerminkan hati yng sdng galau , kenapa juga harus mengingkari hati yng sebenarnya Tara
Orion kalau kamu benar cinta ke Tara terus lah perjuangkan.
lanjut thor 🙏