Rasa bersalah karena sang adik membuat seorang pria kehilangan penglihatan, Airi rela menikahi pria buta tersebut dan menjadi mata untuknya. Menjalani hari yang tidak mudah karena pernikahan tersebut tak didasari oleh cinta.
Jangan pernah berharap aku akan memperlakukanmu seperti istri, karena bagiku, kau hanya mata pengganti disaat aku buta - White.
Andai saja bisa, aku rela memberikan mataku untukmu - Airi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27
Didapur, Airi dan Mama Nuri memasak soto ayam. Airi banyak belajar dari mertuanya itu tentang selera White. Meski selama ini White tak pernah protes tentang rasa masakannya, tapi dia masih merasa kurang jika dibanding Mama Nuri.
"White gak suka ayam kampung, katanya dagingnya keras. Aneh memang anak itu, padahal kebanyakan orang malah lebih suka ayam kampung," terang Mama Nuri.
"Selera orang memang beda beda Mah. Kalau semua suka ayam kampung, ayam broiler gak laku dong." Keduanya langsung tertawa renyah. Airi merasa sangat beruntung punya mertua seperti Mama Nuri. Padahal saat pertemuan pertama dulu, dia menilai jika Mama Nuri adalah orang yang ketus dan keras. Ternyata dia salah, Mama Nuri sangat lembut dan keibuan, dan yang utama, mertuanya itu selalu menganggapnya seperti anak sendiri.
"Ngomong-ngomong, Mama seneng banget lihat perkembangan hubungan kamu sama White. Mama harap, kalian bisa bahagia selamanya."
"Aamiin. Kayak Mama sama Papa," celetuk Airi.
"Mama sama Papa awalnya juga gak mudah. Bahkan sampai sekarangpun, juga masih sering berantem. Tapi ya balik lagi, namanya orang hidup, ya pasti ada cobaannya. Yang penting dalam rumah tangga itu komitmen. Ada masalah, diomongin baik-baik dengan kepala dingin. Jangan sampai saat ada masalah, orang lain malah tahu dulu sebelum pasangan." Airi hanya manggut manggut mendengarkan petuah Mama Nuri. "White itu orangnya kaku, gampang marah, tapi dia tipe pria setia, kayak papanya."
Ngomongin tentang papanya, Airi jadi teringat saat ijab kabul dulu. Disana White disebutkan bin Mama Nuri, ada rasa penasaran dibenak Airi. Mungkinkah White adalah anak diluar nikah? Tapi terlalu tabu jika harus menanyakan soal ini. Takutnya Mama Nuri malah tersinggung.
"Makasih ya Ai, udah mau jaga dan bertahan dengan White sampai sejauh ini. Mama yakin, 6 bulan menikah dengan White, bukan hal yang mudah. Apalagi awalnya tak ada cinta diantara kalian. Mama harap kedepannya, ada masalah apapun, kalian bisa menghadapinya dengan cara dewasa."
"Abang meski keras tapi sebenarnya baik kok Mah."
"Itu karena dia udah jatuh cinta sama kamu." Wajah Airi seketika memanas. Benarkah White telah jatuh cinta padanya? Tapi mungkinkah, sedang wajahnya saja, White tidak tahu. Bukankah cinta berawal dari mata lalu turun ke hati? "Oh iya, ada kabar gembira. White sudah jadi pasien prioritas sekarang. Jadi kemungkinan besar, dia akan segera mendapatkan donor mata."
"Benarkah Ma?" Airi reflek menggenggam tangan mertuanya. Matanya sampai berkaca-kaca sakibg senengnya. Rasa bersalah yang membebaninya akan lenyap saat pria itu kembali mendapatkan penglihatannya. Tapi...bagaimana jika saat White bisa melihat, dia dicampakkan karena sudah dianggap tak dibutuhkan. Bukankah dia hanya mata pengganti.
"Kamu kenapa?" Mama Nuri melihat sorot bahagia dimata Airi yang mendadak meredup. Airi hanya menjawab dengan senyuman. "Jangan memikirkan sesuatu yang belum terjadi."
"Mama tahu apa yang aku pikirkan?" Mama Nuri mengangguk.
"White tidak akan melepaskanmu meski dia sudah bisa melihat, Mama yakin itu."
"Tapi bagaimana jika dia kecewa saat melihat wajah Ai nanti." Mama Nuri seketika tertawa.
"Mana ada pria yang kecewa saat mendapati wajah istrinya secantik ini," ujar Mama Nuri sambil menyentuh dagu Airi. "Kamu sangat cantik Ai, bahkan orang butapun tahu itu. Mama benarkan?" Airi tertawa sambil mengeluarkan air mata. Padahal tadi dia sudah melow dan pengen nangis, eh..Mama Nuri malah ngajak becanda. "Kamu itu tak hanya cantik diwajah, tapi hati kamu juga cantik."
Aroma soto ayam sudah makin tercium karena kuahnya sudah mendidih. Mama Nuri yang tak sabar ingin tahu rasanya, segera mengambil sendok untuk mencicipi. "Kurang asin dikit Ai."
Airi mengambil garam lalu menaburkan kedalam kuah soto lalu menyuruh Mama Nuri mencicipi lagi. Setelah rasanya pas, dia mamatikan kompor lalu menyiapkan meja makan. Sementara Mama Nuri, dia kedepan untuk memanggil suami dan anaknya. Terlihat Papa Sabda langsung diam saat dia datang, sampai-sampai Mama Nuri penasaran tentang apa yang tadi mereka bicarakan.
"Mama dateng kok langsung diam, ngomongin mama ya?" Mama Nuri mengambil duduk tepat disebelah suaminya.
"Lagi ngomongin kerjaan," bohong Papa Sabda. Dia tak mau Mama Nuri kepikiran kalau dia tahu soal video syur Raya. Meski White mengaku tak ada video seperti itu antara dia dan Raya, tapi Papa Sabda tak percaya.
"Kamu kenapa White, mukanya kok tegang banget, pucat lagi?" White seketika gelagapan mendapati pertanyaan seperti itu dari mamanya.
"Kurang tidur dia, jadi pucet," Papa Sabda yang menjawab. "Gimana gak kurang tidur, ngelembur mulu buatin kita cucu, Mah." Mama Nuri langsung terkekeh mendengar candaan suaminya.
"Jangan kebanyakan White, kasihan Airi nya," White hanya menanggapi dengan senyum kecut. Saat ini, pikirannya tak tenang, jangankan untuk tersenyum, bernafas saja, rasanya sesak, dadanya kayak dihimpit sesuatu yang berat. "Ya udah, kita makan yuk, sotonya udah mateng."
Mama Nuri menuntun White menuju dapur meski sebenarnya White bisa melakukannya sendiri. Dia juga menarikkan kursi untuk White, sampai Papa Sabda protes.
"White udah punya istri Mah. Ini loh suamimu dilayani." Mama Nuri dan Airi langsung tergelak, beda dengan White, pria itu hanya diam saja.
Airi mengambilkan makan untuk White lalu meletakkan didepannya. Tak lupa sendok yang langsung dia berikan pada White.
Mereka berempat makan bersama sambil ngobrol dan becanda. Mama Nuri sangat antusias saat membicarakan jika kemungkinan White akan segera bisa melihat, tapi anehnya, White tampak tak bersemangat, padahal harusnya saat ini, pria itu yang paling bahagia. Tapi White hanya diam saja dari tadi, bahkan soto ayam, makanan favoritnya itu hanya diaduk aduk saja.
"Kok gak dimakan Bang?" tanya Airi sambil memegang lengan White. Mustahil jika suaminya itu tidak lapar, secara semalam udah kerja keras, dan tadi pagi gak sarapan.
"A-aku makan kok." White memasukkan sesuap nasi kedalam mulutnya. Tapi kembali lagi, dia sungguh tak berselera, makanan yang dia kunyah terasa hambar.
"Mau Ai suapin?" tawar Airi dan langsung diangguki oleh White. Airi menarik mangkuk makan White lalu menyuapinya.
"Papa juga mau disuapin dong Mah," kelakar Papa Sabda. Sayangnya hanya ditanggapi dengan helaan nafas oleh Mama Nuri.
Selesai makan, Mama Nuri dan Papa Sabda langsung pamit pulang. Setelah mengantar mereka kedepan, Airi kembali kedapur untuk beres-beres, sementara White masuk kedalam kamar.
Urusan dapur selesai, Airi menyusul White kedalam kamar. White tampak memegang ponsel dengan earphone yang menempel dikedua lubang telinganya.
"Bang."
Airi mendekat saat White tak merespon panggilannya. "Lagi denger apa sih, kok serius amat wajahnya?" Biasanya, White jarang memakai eaephone saat main ponsel. Airi yang penasaran apa yang sedang didengar oleh pria itu. Meski biasanya, saat mendengar suara yang keluar dari ponsel White, dia kurang paham karena menurutnya terlalu cepat. Ya, setelah diatur untuk pengguna tunanetra, semua yang ada diponsel White diubah kesuara, termasuk pesan dan lainnya.
Karena ingin tahu, Airi menarik sebelah earphone yang menempel ditelinga White. Tapi belum sempat dia menempelkan benda itu ketelinganya, White lebih dulu menariknya.
"Abang lagi denger apa sih, aku kan juga pengen dengar?" White terlihat sangat gugup. Jangan sampai Airi tahu jika dia sedang mendengarkan berita tentang Raya.
"Cu-cuma denger tentang kabar dunia bisnis. Bukankah biasanya kamu bilang gak paham dengan suara yang keluar dari ponsel aku ya."
"Iya sih," Airi terkekeh. "Sini aku coba denger lagi, siapa tahu bisa paham." Dia kembali hendak menarik earphone tapi White menahan earphonenya.
"Aku udah selesai." Cepat-cepat dia mematikan ponsel lalu menarik earphone. Menyimpan benda itu diatas nakas lalu menarik pinggang Airi hingga wanita itu tersungkur kepelukannya. Airi hendak melepaskan diri tapi White makin mengeratkan pelukannya. "Tetaplah seperti ini, sebentar saja."
ada haidar anak rania
lovely anak saga
ryu anak meo
anak asep jg nongol bentar/Good/