Pertemuan jiwa tanpa raga seorang laki-laki berusia 17 tahun dengan gadis SMP yang beranjak lulus.
Rizki Alvaro dan Laisa Faza. Keduanya dipertemukan dalam kondisi yang berbeda. Rizki dengan jiwanya dan hanya Faza yang dapat melihat dan merasakannya.
Lalu, apakah dengan ketidaksempurnaan itu akan menghalangi cinta antara keduanya?
Apa yang akan terjadi dengan keduanya?
Ikutin ya ceritanya 🤩
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Penghianatan!
Suatu hari, Una pergi ke rumah Devan, rencananya dia ingin memberi kejutan kepada Devan. Setelah sampai di sana, dia terkejut dengan seorang wanita yang berada di rumah Devan, mereka dekat banget, mereka cocok. Una langsung pergi, dia nangis. Una pergi ke taman, tempat Una dan Devan biasa main. Devan kepingin nyamperin Una, tapi Putra terlebih dulu ada di sana. Devan hanya melihat mereka dari jauh. Putra meluk Una, Devan langsung pergi ke rumah lagi.
~Rumah Devan~
"Mana cewek lo?" kata Rara, sepupu Devan.
"Una salah faham, dia ada di taman," kata Devan
"Terus, kenapa lo ga jelasin ke dia kalo gue cuma sepupu lo," kata Rara.
"Ada mantannya di sana, dia lagi nangis di pelukan mantannya," Kata Devan.
"Hati-hati, lo udah terlanjur suka sama dia. Jangan nyakitin diri lo sendiri, sakit tuh ga enak. Lo jangan kalah sama mantannya, lo ga mau kan kalo harus kehilangan dia," kata Rara.
"Iya Ra, gue kira gue ga akan bisa suka sama Una, ternyata gue salah," kata Devan.
~Sementara itu di taman~
"Lo kenapa nangis?" tanya Putra.
"Tadi gue ngelihat kalau Devan lagi mesra-mesraan sama cewek lain, gue ga tau dia siapa," kata Una masih nangis.
"Ya udah, lo lupain aja si Devan. Dia udah ngelanggar janjinya, udah ga pantas lagi buat dipertahankan," kata Putra memanas-manasi Una. Una ga nanggepin Putra, dia masih tetep konsen buat nangis. Nangis kok konsen, ono-ono wae.
"Lo jangan nangis lagi ya, gue ga mau lo kayak gini. Besok lo gue jemput, ya?" tanya Putra. Una cuman ngangguk.
*Di sekolah
Devan menyetop langkah kaki Una yang buru-buru ke gerbang sekolah untuk pulang bersama Putra.
"Una tunggu, aku bisa jelasin semuanya. Ini ga seperti apa yang kamu lihat," kata Devan.
"Apa? Enggak, gue emang salah telah menyetujui perjodohan itu, orang tua gue pasti udah mines ketika mereka mau jodohin gue sama lo," kata Una.
Una pergi, tapi tangannya dicegah sama Devan. "Una please, cewek itu sepupu aku, namanya Rara. Tolong kamu percaya sama aku," kata Devan.
"Enggak, gue udah ga bisa lagi percaya sama lo. Kita putus. Satu lagi, lo harus jauhin gue!" kata Una.
"Ga bisa, gue ga bisa jauhin lo!" kata Devan.
"Kenapa? Bukannya perjodohan kita udah selesai, nga ada yang bisa dijelasin lagi. Lepasin tangan gue!" kata Una sambil menatap yakin Devan.
Devan terpaksa melepaskan tangan Una, dia tidak mau terlalu menyakiti Una.
Sementara itu, Putra yang berada di gerbang tengah memperhatikan mereka berdua. "Rasain lo!" kata Putra dengan senyum sinis.
Sejak saat itu, Una dan Putra kembali, Devan seakan-akan tidak pernah ada dalam pikiran Una. Tapi Devan tidak mudah menyerah, dia tetap mendekati Una, karena Una masih tanggung jawab Devan.
Orang tua Una belum membicarakan tentang dibatalkannya perjodohan itu, ini yang membuat Devan masih memiliki tanggung jawab terhadap Una.
Kedekatan Putra dan Una semakin menjadi, terbukti dengan adanya desas-desus bahwa Una dan Putra kembali berpacaran. Devan yang tahu akan hal itu, dia hanya diam saja dan mengawasi mereka dari jauh.
Suatu kali, Devan melihat Putra bahwa dia sedang berduaan di taman, yang dekat dengan rumah Putra dengan cewek lain selain Una. Devan mengintip dan menguping pembicaraan mereka. Hari itu, Devan lupa tidak bawa HP, jadi dia tidam bisa merekam mereka.
"Sayang, kok kamu tega sih duain aku sama mantan kamu yang cantiknya ga seberapa itu?" tanya cewek itu.
"Bukan gitu Sayang, aku itu lagi memanfaatkan keadaan, kamu tau kan kalo hubungan antara dia sama cowoknya lagi berantakan, yaa aku manfaatin aja. Gini nih, kalo aku berhasil nikah sama dia, terus kita bunuh dia, otomatis hartanya akan jatuh ke kita. Bener ga?" kata Putra menghadap ke cewek itu.
Sudah seperti sinetron aja ide kamu, Put!
"Ahhhhh, gitu ternyata. Kamu pinter banget sih Yang, jadi makin sayang deh sama kamu," kata cewek itu. Putra memeluk dan mencium cewek di sebelahnya itu. Devan yang jijik melihat aktivitas keduanya, memutuskan untuk segera pergi.
Keesokan harinya di sekolah, Devan mengajak Una ketemu. Una mau. Devan jelasin semuanya ke Una tentang apa yang dilihatnya kemarin di taman.
Namun, tiba-tiba .... 'PLAK!' Sebuah tamparan keras melayang dari tangan kanan Una menuju pipi Devan. Devan masih tertegun dengan apa yang barusan dilakukan Una padanya. Devan diam sambil memegangi pipinya yang memanas.
"Lo itu ga berhak jelek-jelekin Putra di depan gue. Gue tau, lo pasti ngiri sama Putra karena dia berhasil dapetin gue, sedangkan lo enggak," kata Una.
"Aku ga bohong, aku bener-bener ngelihat itu. Apa aku pernah bohong sama kamu, engga kan?" kata Devan jujur, memang selama ini dia tidak pernah membohongi Una.
"Cukup, gue ga mau lagi denger omongan yang jelek-jelek tentang Putra. Mending lo jauhin gue!" kata Una.
"Ok, kalo itu emang mau kamu. Aku akan jauhin kamu, tapi satu hal yang perlu kamu ingat. Perjodohanan kita ga akan berakhir, aku akan tetep ngawasin kamu dari jauh," kata Devan
"Terserah, gue ga peduli!" kata Una.
Una meninggalkan Devan dan pulang.
Semenjak kejadian itu, hubungan antara Devan dan Una semakin merenggang, mungkin sudah hampir tidak bisa diselamatkan lagi.
Tapi dibalik itu semua, hubungan antara Una dan Putra juga tidak mulus layaknya jalan tol. Putra semakin sering menghilang, dia juga melarang Una untuk memegang HP-nya. Dia kali ini lebih sering kelihatan kalau dia sedang memanfaatkan Una. Una sudah tidak tahan lagi atas perlakuan Putra.
Di suatu malam, bulan bersinar terang, bintang berceceran di mana-mana. Tiba-tiba Una teringat akan Devan, dia mengingat dulu di malam kelahiran Una, Devan selalu mengajak Una buat tiduran di atas bumi untuk menikmati indahnya bulan dan bintang. Una juga teringat akan ucapan Devan tentang Putra, karena Una sudah tidak tahan dengan Putra, maka dia menyelidiki Putra.
Di suatu siang yang terik, Una melihat suatu pemandangan yang tidak disukainya. Putra, dia sedang memeluk mesra cewek di hadapannya.
Sepertinya mereka akan berciuman, batin Una.
Una nyamperin mereka, dia langsung narik Putra sedikit menjauh dari cewek itu, "Ternyata ini yang lo lakuin di belakang gue. Ini alasan lo, kenapa lo selalu ngindarin gue. Devan bener, gue salah nilai lo. Ini siapa, cewek lo?" kata Una.
"Engga gitu, Say—" Omongan Putra diputus sama cewek di sebelahnya.
"Iya, gue ceweknya Putra. Kita udah pacaran sejak dia putus sama lo," kata cewek itu.
"Apa? Keterlaluan lo! Mulai sekarang, kita putus," kata Una.
"Enggak, gue ga mau putus sama lo. Dengerin dulu penjelasan gue," kata Putra.
"Cukup, ga ada yang perlu lo jelasin. Semua udah jelas sekarang. Makan tuh cewek lo. Jijik gue sama lo," kata Una, pergi meninggalkan Putra.
Putra dan ceweknya kemudian debat, entah apa yang sejoli itu perdebatkan.