BIARKAN AKU JATUH CINTA
Ig @authormenia
Akbar diundang ke SMA dan bertemu dengan Ami yang muda dan cantik. Hatinya terasa kembali pada masa dia masih muda, bagaikan air dingin yang dituangkan air mendidih. Dia menemukan jiwa yang muda dan menarik, sehingga dia terjerumus dalam cinta yang melonjak.
Akbar menjalin hubungan cinta dengan Ami yang berumur belasan tahun.
Bagaimana hubungan dengan perbedaan usia 16 tahun akan berkembang?
Bagaimana seorang gadis yang memutuskan untuk menikah muda harus berjuang untuk mendapatkan persetujuan dari keluarganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Room Sebelah
Ami menyerahkan kadonya kepada Almond usai mengucapkan selamat ulang tahun. Di dalam privat room itu terdapat satu meja panjang serta dua meja bundar yang keliatannya sudah terisi penuh. Ia sendiri diajak Almond menghampiri satu meja bundar berisi anggota keluarga.
"Oh, ini yang namanya Ami. Cantik sekali. Almond bilang, di sekolah susah cari teman yang cocok. Baru Ami aja yang udah klik. Katanya Ami baiknya tulus." Ucap seorang ibu bergamis hitam mewah, bergincu merah, yang memperkenalkan diri bernama Mami Nahla.
"Mungkin Almond masih perlu adaptasi aja, Tante. Teman-teman di sekolah pada baik kok." Sahut Ami merendah. Usai berbincang sejenak dengan ibunya Almond, ia beralih menyalami ayahnya Almond.
[Cutie, fotoin situasi di dalam!]
Ami membaca sekilas pesan dari Akbar saat baru saja duduk, usai berkenalan dengan orang tua dan adik perempuan Almond.
"Hanya abangku yang gak hadir, tinggalnya di Dubai. Gak bisa ke Jakarta karena lagi sibuk. Malah nyuruh aku liburan ke sana." Almond yang duduk di sampingnya, masih melanjutkan memperkenalkan keluarga.
Ami tersenyum dan mengangguk. Sungguh, hari ini ia melihat Almond yang berbeda. Lebih cair dan banyak tersenyum. "Pantesan si Emon cakep. Ortunya sama-sama blasteran Arab. Ah tetap aja Panda yang terbaik. Cakep dan dewasa," batinnya menganalisis. Membandingkan.
Ponsel dalam tas clutch terasa bergetar lebih lama. Ami pun merogohnya.
[Cutie, fotoin situasi di dalam]" Ia menghela nafas. Ternyata misscall yang disusul pesan ulang dari Akbar.
"Almond, aku harus laporan nih, update posisi sama kakak. Jadi mau minta tolong fotoin. Biar dia gak cemas." Ami sengaja memanggil nama Almond dengan benar. Karena sedang duduk bersama keluarga Almond.
Ami mengira Almond lah yang akan memfotonya. Malah si es yang sudah mencair itu mendekatkan duduknya, dengan satu tangan berada di belakang punggungnya. Sehingga ter capture satu keluarga dengan latar belakang kue ulang tahun. Semuanya memasang senyum lebar.
Foto dikirimkan kepada Akbar. Ami lalu memusatkan atensi pada seorang wanita yang membuka acara bertema privat party itu. Ia pun memindai sekeliling karena saat di rumah, Puput sudah terlebih dulu mewanti-wanti untuk waspada. Feeling jawara harus dalam mode on ketika berada di lingkungan yang belum dikenal.
Setengah jam kemudian, jamuan makan pun dimulai usai melewati acara tiup lilin dan potong kue. Ami merasa ponselnya bergetar lagi.
Panda : [Mi, lagi apa?]
Ami : [Makan]
Ami membalas cepat karena teringat ultimatum Akbar.
[Meeting 10 menit lagi beres. Aku tunggu Ami di room sebelah. Oke, Cutie?]
[Iya, Kak]
Ami memasukkan lagi ponselnya karena Almond mengingatkan untuk segera makan. Apa yang dikhawatirkan Akbar tidak terjadi. Tidak ada pesta minuman alkohol. Terlihat lurus-lurus saja dalam nuansa glamour. Hidangan khas Jepang tersaji lengkap. Mulai dari sushi, sashimi, ramen, dan lain-lain sampai dengan dorayaki.
Di tengah berlangsungnya acara makan, orang tua Almond berdiri dan memberi sambutan ucapan terima kasih. Dan diakhiri dengan mengumumkan hadiah istimewa untuk sang anak yang hari ini berusia 17 tahun.
Tepuk tangan meriah dari para tamu begitu Almond membuka kotak kado yang berisi remote mobil beserta kunci kontak. Ami tidak terlalu heboh bertepuk tangan karena sudah mendapat bocoran soal kado mobil saat di kantin sekolah waktu itu.
***
Acara privat party berlangsung selama satu jam. Ami berpamitan mengikuti tamu lainnya.
"Mi, thanks ya. Aku seneng banget kamu mau hadir. Lusa aku terbang ke Dubai. Berarti kita bakal ketemu lagi nanti di sekolah." Ucap Almond sebelum berpisah.
"Sama-sama, Mon." Ami tersenyum lebar. Di saat yang sama ponsel dalam mode getar itu kembali bergetar panjang.
"Aku pulang ya, Mon. Kakak aku udah jemput nih." Ami mempersingkat obrolan dengan lambaian tangan usai mengintip nama penanggulangan yang lagi-lagi Panda.
"Iya, Kak. Ini aku otewe." Ami menjawab singkat panggilan Akbar.
Di dalam privat room, Akbar duduk seorang diri usai meeting selama satu jam lamanya tadi. Ia tetap profesional seperti biasanya. Namun sebelum mulai, ia sempatkan mengirim pesan ke Ami. Kemudian memanfaatkan kelengahan tamu dengan mengulang mengirim ulang pesan. Lalu memanfaatkan jeda ke toilet untuk mengirim pesan berikutnya.
"Masuk, Mi." Akbar melambaikan tangan melihat Ami yang sedikit membuka pintu dan melongokkan kepala.
"Kak Akbar sendirian?" Ami mendekat dan duduk di samping Akbar. Ternyata beda ruangan beda isinya. Ruangan yang ini lebih kecil dengan meja panjang terbentang dan duduk lesehan di bantal ala jamuan makan masyarakat Jepang. Berikut ornamen pun sangat kental. Berasa sekali seolah sedang berada di negara dengan julukan negeri matahari terbit.
"Nggak. Berdua sama kamu." Akbar tersenyum sambil mengedipkan sebelah mata.
"Maksudku sebelum aku datang. Kan tadinya berdua sama mbak cantik yang memanggilmu Mas, yang betulin dasi dengan mesra." Ami berucap dengan pandangan mengarah pada meja yang kosong tidak ada apa-apa. Tak mau lagi melihat kedipan mata Akbar yang membuat jantungnya kelojotan.
Akbar tersenyum mesem. Terjawab sudah perubahan sikap Ami yang tiba-tiba waktu tadi.
"Jadi Kak Akbar mau apa nyuruh aku kesini? Aku harus pulang. Bentar lagi magrib. Kasian juga sopir nungguin." Lanjut Ami yang tak mendengar jawaban Akbar.
"Mi, wajahku masih nempel utuh disini. Gak pindah ke meja." Akbar menahan senyum. Ia jadi senang menjahili dulu Ami yang sedang kesal.
Ami pun menoleh dengan wajah memberengut. "Kak Akbar, jawab serius dong. Waktuku gak banyak."
Akbar terkekeh. Wajah Ami yang masam, malam membuatnya gemas. "Ami telpon Teh Puput, biar aku yang bicara kalau Ami lagi sama aku. Kalau perlu sopir suruh pulang aja. Nanti aku yang akan anterin Ami. Gimana?" tatapnya dengan lembut.
Ami menggeleng cepat. "Nggak ah. Nanti Teteh curiga kita ada hubungan spesial gimana? Aku kan harus fokus sekolah dulu." ujarnya dengan sorot khawatir.
Akbar menaikkan satu alisnya. Gambaran perasaan Ami makin jelas terbaca dari pemilihan diksi yang mencerminkan kepolosan sikap apa adanya.
"Oke deh. Kita ngobrol setengah jam ya, Mi. Kota harus clear dulu. Mbak yang tadi itu namanya Gita. Dia sekretaris aku. Salah satu dari seabrek tugasnya Gita adalah siapin jas sampai make sure penampilan aku sempurna sebelum bertemu dengan klien. Gitu, Cutie. Jangan ngambek lagi ya!" Jelas Akbar sambil menatap hangat.
Usai mengangguk, Ami meluruskan pandangan dengan wajah tersipu malu. Ia menyadari sudah memiliki rasa kesal. Namun penjelasan lembut Akbar membuat hatinya kembali menghangat.
"Aku bisa pulang sekarang, Kak?" Tanya Ami meski sebenarnya masih betah.
"Bentar dulu, Mi. Aku mau nanya. Ini kenapa duduknya mesra gini?" Akbar memperlihatkan lagi foto kiriman Ami tadi. "Hati-hati berteman sama cowok! Jangan mau dipeluk-peluk gini."
Ami melebarkan mata. Kemudian terkekeh. "Coba di zoom, Kak. Itu tangan Almond bukan meluk pundak aku tapi tersampir di kursi."
"Iya gitu?" Akbar seolah tak percaya. Ia pun lakukan pembesaran foto. "Oh iya bener. Tapi jangan lagi posisi kayak gini ya!" sambungnya dengan ekspresi wajah datar.
"Kenapa? Apa Kak Akbar jealous?" Pancing Ami sambil mengulum senyum.
"Nggak kok. C aja." Sahut Akbar santai. Menatap lurus ke depan.
Ami menopang dagu dengan tangan kiri. Menatap Akbar yang berekspresi biasa saja. Malah membuatnya gemas ingin terus mencandainya. "C itu apa sih, Kak?" Ujarnya dengan senyum dikulum.