Hasrat Sang Majikan

Sudah satu minggu Sabrina berada di rumah Tiwi, satu minggu juga ia tak bertemu Alex. Pikir Sabrina kalau Alex menghabiskan setiap waktunya dengan Karlina. Pria buas itu pasti sangat senang akan kepergiannya, sampai tak mau menemuinya sama sekali.

Ah, kenapa juga aku harus memikirkan pria itu. Justru bagus, dia tak menyentuhku lagi.

Sabrina selesai bersiap, ia dan Mami Tiwi akan pergi ke butik. Mengajarkan Sabrina cara berbisnis dalam bidang fashion, menurut Tiwi Sabrina mempunyai bakat dalam hal itu. Cita-cita menjadi seorang bidan sudah terlupakan, ia harus fokus pada kenyataan yang sudah ada didepan mata. Karena harapan yang sudah lalu sepertinya tak mungkin bisa terjadi, dan kini Sabrina beralih profesi menyukai menggambar desain pakaian wanita. Karya Sabrina bagus dan Mami Tiwi sangat menyukai setiap karya yang gadis itu buat.

"Kamu sudah pahamkan konsep yang akan kita lakukan untuk peragaan besok. Mami ingin kamu juga menjadi model salah satu rancangan buatanmu sendiri, pasti akan terlihat cantik."

"Tidak, Mi. Nanti kehadiranku akan dipertanyakan, aku nggak mau membuat malu."

"Sabrina, kamu itu harus menunjukkan kualitasmu kepada Alex. Jangan mau ngalah terus sama keadaan, kapan majunya. Buat peragaan besok, Mami juga mengundang Karlina. Akan seperti apa penampilan wanita itu nanti."

"Pastinya sempurna lah, Mi. Dia kan model terkenal."

"Kita lihat saja besok," jawab Mami Tiwi, seakan mempunyai rencana.

"Lebih baik kamu sekarang ikut Mami, kita rubah penampilanmu. Kamu itu cantik, Sayang. Buat Alex tergila-gila kepadamu."

"Putra Mami itu buas!" celetuk Sabrina keceplosan, gadis itu duduk di sofa menyandarkan kepala.

"Apa?" Mami Tiwi antusias, duduk di samping Sabrina. "Apa Alex sering menyentuhmu?"

Sabrina tersadar sudah keceplosan. "Itu, Mi." Pipi Sabrina merah bagai kepiting rebus.

"Bilang sama Mami, apa si bule arab itu sering menyentuhmu?"

Sabrina mengangguk malu.

"Apa dia pakai pengaman?"

"Maksud Mami pengaman apa?" Sabrina kebingungan.

"Ya ampun Sabrina, memangnya kamu nggak pernah melihatnya apa?"

"Melihat apa Mami?"

"Kamu itu, beneran polos apa pura-pura polos saja sih, Sabrina."

"Aku memang nggak paham maksud Mami."

"Haduh ... maksud Mami, ular bule yang bersarang dibalik celana Alex."

"Aku suka nangis, menutup mata kalau Tuan lagi menyentuhku, Mi. Aku terlalu takut untuk melihatnya," jawab Sabrina jujur, "memegangnya baru sekali, itu juga tak sengaja."

Mami Tiwi tertawa terpingkal, tak menyangka kalau Sabrina memang polos.

Ternyata si bule Arab itu pintar ngeles, bilangnya nggak level. Tahunya suka nyosor-nyosor.

Setelah puas bercanda dan saling tertawa dengan Sabrina. Mami Tiwi mengajak si gadis cupu ke salon untuk perawatan kulit, apalagi bekas cakaran kuku Karlina masih sedikit terlihat di punggung gadis itu. Tiwi merasa tak terima kalau ada yang menyakiti menantunya.

Bukan hanya perawatan kulit saja. Mami Tiwi juga merubah penampilan rambut Sabrina yang selalu dikepang dua menjadi diluruskan. Sabrina juga diajari berdandan, agar penampilannya semakin sempurna.

Bule kampret, akan sampai mana kamu bisa bertahan tak bertemu Sabrina. Mami yakin sekarang kamu lagi guling-guling bagai cacing kepanasan.

"Sayang kita ke mall, ada yang harus Mami beli buat persiapan besok."

Di mall. Sabrina dan Mami Tiwi belanja baju dan sepatu, apa pun yang Ibu mertuanya sukai Sabrina menuruti.

"Ini pasti bagus untuk kamu pakai, si bule Arab itu akan kelepek-kelepek kayak ikan di darat." Mami Tiwi memperlihatkan lingerie warna merah marun yang super tipis kepada Sabrina.

Sama saja ia tak pakai baju jika memakai lingerie seperti itu, dan lagi. Alex pasti akan semakin beringas. Sabrina nggak mau itu sampai terjadi, bergidik. Menolak lingerie tersebut.

"Mami juga suka pakai, Papi sangat suka. Apalagi si bule Arab, dia akan semakin nempel sama kamu."

Nah, itu dia yang Sabrina tidak harapkan, Alex nempel-nempel terus kepadanya. Lagian, untuk apa Sabrina menyenangkan Alex, jika pria itu tak menghargai kehadirannya. Sungguh perih.

Mami Tiwi memaksa Sabrina agar menerima lingerie tersebut, suatu hari pasti Sabrina akan membutuhkannya.

"Baiklah, Mami. Terimakasih," ucap Sabrina sembari tersenyum.

"Anak manis." Tiwi mencubit gemas kedua pipi Sabrina.

***

Rey sedang membujuk Alex agar pulang ke rumah. Sudah satu minggu Alex menginap di kantor. Rey jadi bingung. Ada apa dengan bosnya itu? Sampai mogok pulang segala. Aneh bin ajaib.

"Tuan, istirahatlah di rumah. Atau pulang ke rumah Mami, nggak bosan apa tidur di kantor terus."

"Bilang saja kamu bosan nemenin aku, dan kangen pengen pacaran."

"Nah, kan, tahu." Rey berdiri dari duduknya. "Apa ada masalah, Tuan?"

Pulang gengsi, nggak pulang rindu. Sepertinya itu yang Alex rasakan. Dasar bule Arab.

"Aku nggak punya masalah, hanya lebih betah tinggal di kantor saja."

"Eum ... biasanya sudah buru-buru pulang, Tuan. Kesepian ya nggak ada Non Sabrina di rumah."

"Cih ... sama sekali tidak, justru aku lebih senang dia tidak ada."

"Ooooh ....," jawaban Rey terdengar meledek.

Alex sampai membanting pensil ke arah Rey, membuat pria berwajah manis itu tertawa.

"Aku ke kamar mandi dulu, kebelet nih," pamit Rey.

"Pergi sana, dasar asisten nggak ada akhlah," cibir Alex mengetuk meja dengan pensil sampai patah. Entah rasa apa yang membuat hati si bule bergejolak.

Di kamar mandi. Ternyata Rey sedang bicara sama Mami Tiwi yang sedari tadi mengirim pesan kepada Rey menanyakan keadaan Alex.

Rey mengadukan semuanya, memberi tahu kalau Alex sudah satu minggu ini tak pulang ke rumah. Menghabiskan waktunya dengan bekerja dan sesekali menemui klien. Tiwi yang mendengar kabar tersebut merasa senang.