NovelToon NovelToon
Kepincut Ustadz Muda: Drama & Chill

Kepincut Ustadz Muda: Drama & Chill

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cintapertama / Enemy to Lovers
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: Ayusekarrahayu

Maya, anak sulung yang doyan dugem, nongkrong, dan bikin drama, nggak pernah nyangka hidupnya bakal “dipaksa” masuk dunia yang lebih tertib—katanya sih biar lebih bermanfaat.

Di tengah semua aturan baru dan rutinitas yang bikin pusing, Maya ketemu Azzam. Kalem, dan selalu bikin Maya kesal… tapi entah kenapa juga bikin penasaran.

Satu anak pembangkang, satu calon ustadz muda. Awalnya kayak clash TikTok hits vs playlist tilawah, tapi justru momen receh dan salah paham kocak bikin hari-hari Maya nggak pernah boring.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayusekarrahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 26 H-1 Sosialisasi

Langit sore di atas pesantren Nurul Hikmah tampak memerah, menyiratkan ketenangan yang semu. Burung-burung yang biasanya ramai berkicau kini seolah tahu bahwa ada badai kecil yang baru saja melewati tempat itu.

Azzam berjalan perlahan di sepanjang koridor menuju ruang guru. Langkahnya tenang, tapi pikirannya berputar tak henti. Bayangan wajah dua santriwatinya, Maya dan Nadia, terus melintas di benaknya. Dua sosok dengan karakter yang sangat bertolak belakang, namun entah mengapa,seolah takdir sengaja mempertemukan mereka dalam lingkaran yang sama.

“Kenapa aku merasa... ada sesuatu yang disembunyikan?” gumamnya pelan.

Ia menatap ke arah halaman pesantren dari jendela. Di kejauhan, Maya terlihat duduk di bawah pohon mangga, menunduk sambil memainkan batu kerikil di tangannya. Wajahnya tampak sendu,jauh berbeda dari sosok heboh yang tadi menari di kamar asrama.

Azzam menarik napas panjang, lalu memutuskan melangkah ke arah sana.

—–––

Sementara itu, di dalam asrama, Nadia duduk di tepi ranjangnya. Tangannya menggenggam buku catatan kecil berwarna ungu. Di halaman depan tertulis nama Ustadz Azzam dengan huruf melengkung indah. Di balik setiap halaman, ada catatan kecil: jadwal Azzam mengajar, ayat-ayat favoritnya, bahkan kutipan kalimat yang pernah diucapkannya saat memberi ceramah.

“Semua ini gak akan sia-sia,” gumamnya pelan. “Aku cuma perlu sedikit... dorongan.”

Tatapan matanya tajam.

Ia membuka lembaran kecil yang berisi tulisan tangannya sendiri,rencana yang mulai ia susun dengan hati-hati.

Langkah pertama: buat Azzam sadar kalau Maya bukan gadis sebaik yang dia kira.

Nadia tersenyum tipis. Senyum yang tidak lagi hangat seperti dulu.

......................

Azzam kini sudah berdiri di depan Maya. Gadis itu menatap ke atas, sedikit terkejut, lalu buru-buru menunduk lagi.

“Assalamualaikum, Ustadz…” suaranya lirih, nyaris tak terdengar.

“Waalaikumussalam, Maya,” jawab Azzam lembut. “Kamu tidak ke ruang belajar?”

Maya menggeleng pelan. “Saya cuma… mau menenangkan diri sebentar, Ustadz. Gak apa-apa kan?”

Azzam mengangguk, lalu duduk di bangku kayu di dekatnya.

“Tidak apa-apa. Tapi… kamu tahu kan, sikap tadi di asrama seharusnya tidak terjadi.”

Maya menunduk dalam. “Iya, saya tahu. Saya cuma pengen suasananya gak terlalu kaku, Ustadz. Kadang saya rindu suasana rumah… rindu kebebasan.”

Azzam menatapnya, kali ini lebih lembut. “Rindu boleh, Maya. Tapi kamu juga harus ingat tempatmu sekarang. Kebebasan itu bukan berarti tanpa batas. Kadang, justru batas yang menjaga kita dari kesalahan.”

Maya mengangguk pelan. Ada sesuatu dalam suara Azzam yang membuat hatinya bergetar,bukan karena kagum semata, tapi karena rasa dihargai.

“Terima kasih, Ustadz,” ucapnya lirih. “Saya akan lebih hati-hati lagi.”

Azzam tersenyum tipis, lalu berdiri.

“Tapi satu hal lagi, Maya…” ucapnya sebelum pergi.

Maya mendongak. “Apa, Ustadz?”

“Jangan biarkan orang lain membuatmu merasa kecil karena masa lalumu. Di mata Allah, setiap orang punya kesempatan untuk jadi lebih baik.”

Azzam menatap Maya dengan lembut, suaranya pelan namun dalam. Seolah setiap kata lahir dari hati yang benar-benar memahami luka orang lain.

Kata-kata itu menusuk lembut ke dalam hati Maya. Azzam kembali bersuara tenang, "Oh ya, ada kabar baik saya lupa menyampaikan nya tadi."

Maya langsung berdiri tegak,ia menatap Azzam dengan wajah penasaran, "Kabar baik? kabar apa Ustadz? Jangan-jangan saya menang lotre ya? hadiahnya mobil atau rumah, pliss jangan buat saya penasaran Ustadz." Maya kembali ke setelah awal.

Azzam menggeleng pelan lalu terkekeh kecil, "Bukan menang lotre, tapi....saat sosialisasi nanti keluarga mu akan datang menjenguk, dan kebetulan pula pengisi acara sosialisasi itu ayah kamu sendiri. "

Maya menutup mulutnya dengan kedua tangannya, wajahnya dibuat se dramatis mungkin."Arhhhgg apaaaa ini?? kenapaa baru bilang sekarang kalau tau gitu saya gak bakal mau jadi pengisi acaranya juga,ahh tamat riwayat gue."

Azzam membungkuk lalu menatap Maya dengan wajah usil,"Sengaja, biar keluarga kamu juga tau kalau Maya itu sudah jadi bintang pesantren."

Maya berkacak pinggang, "Oh yaa, ternyata anda sengaja menjebak saya Ustadz. "

"Ini bukan jebakan, hanya sedikit penghargaan agar aura bintang kamu bisa dilihat oleh dunia luar," Azzam tersenyum samar. Lalu beranjak meninggalkan Maya yang masih berdiri dengan wajah kesalnya.

"Ihh Ustadz satu itu, baru aja bikin hati gue teduh udah bikin kesel aja!, tapi gak papa, Maya kamu itu kan bintang pesantren, kamu harus tunjukkan kalau kamu itu wow banget, biar Arman Wicaksono tidak lagi meremehkan kamu," Ucapnya mantap, wajahnya jauh lebih ceria dari sebelumnya.

Ia lalu menatap punggung Azzam yang perlahan menjauh, Ia tersenyum kecil menatap langit sore, tak menyadari tatapan tajam dari balik jendela. Di sana, sepasang mata menyala penuh dendam. Nadia berdiri dengan wajah datar, mendengar seluruh percakapan itu dengan rahang mengeras.

"Jadi begitu, ya… bahkan setelah semua itu, dia masih bisa membelanya. Masih bisa bercanda dengan intens begitu?"Nadia bergumam, nadanya bergetar antara sakit dan amarah.

Nadia menggenggam erat buku ungunya.

“Baiklah, Ustadz Azzam,” bisiknya dingin. “Kalau itu yang kamu mau… aku akan tunjukkan siapa Maya sebenarnya.”

...****************...

Beberapa hari kemudian setelah latihan yang panjang akhirnya mereka sampai di H-1 acara sosialisasi.

Suasana di aula pesantren Nurul Hikmah itu tampak lebih hidup dari biasanya. Di atas panggung kecil, beberapa santriwati tampak sibuk menyiapkan mikrofon, menata kursi, dan menempelkan kain latar bertuliskan “Membangun Kemandirian Lewat Dunia Bisnis”

Suara tawa kecil dan bisikan semangat terdengar di berbagai sudut.

Di barisan depan, Azzam berdiri dengan clipboard di tangannya, memperhatikan satu per satu peserta latihan.

Di sisi kanan panggung, Maya tampak sibuk menata jilbab dan memegang teks pembawa acara yang sudah agak kusut.

“Assalamualaikum semuanya,” suara Azzam menggema lembut di aula.

“Latihan hari ini kita fokus pada dua hal,pembukaan tilawah dan sambutan santri. Maya, kamu siap memulai?”

Maya menegakkan tubuhnya, menelan ludah kecil. “InsyaAllah siap, Ustadz.”

Beberapa teman di belakangnya bersorak kecil memberi semangat, terutama Rara dan Zahra.

“Gas, May! Biar keluarga kamu bangga nanti!”

Memang sebelumnya Maya telah memberi tahu teman-temannya mengenai tamu utama sosialisasi itu.

Maya tertawa kecil. “Yaelah, belum mulai udah deg-degan banget gue!”

Azzam tersenyum melihat interaksi itu. “Baik, kalau begitu, silakan dimulai.”

Maya menghela napas panjang, lalu membuka mushaf kecil di tangannya.

Begitu suara tilawahnya terdengar, suasana aula mendadak hening. Suaranya mengalun lembut, jernih, tapi penuh getaran. Setiap huruf yang keluar terasa memiliki makna.

Azzam sempat memejamkan mata sejenak membiarkan bacaan itu mengisi ruang hatinya.

Namun di sudut aula, Nadia memperhatikan dari kejauhan.

Tangannya terlipat di dada, wajahnya tanpa ekspresi. Di sebelahnya, Rita berbisik pelan,

“Nad, suaranya bagus banget, ya? Maya ternyata serius latihan.”

Tapi Nadia hanya berujar dingin, “Suaranya boleh lembut, tapi hatinya belum tentu seindah itu.”

Rita menatap temannya dengan cemas, “Nad… jangan mulai disini ya. Aku tahu kamu kecewa, tapi....”

“Diam aja, Rit,” potong Nadia pelan. “Aku gak mau denger pembelaan apa pun. Aku cuma… pengen dia dapat pelajaran kecil aja.”

Rita terdiam, sementara Nadia melangkah pergi pelan-pelan ke arah meja perlengkapan.

Di tangannya, sebuah flashdisk kecil tergenggam erat, berisi rekaman video Maya yang sedang berjoget di kamar asrama tempo hari.

......................

Sementara di depan, Maya sudah menyelesaikan tilawahnya. Aula kembali riuh tepuk tangan.

Azzam menatapnya bangga. “MasyaAllah, bagus sekali, Maya. Tajwidnya lebih rapi dari sebelumnya. Pertahankan seperti itu, ya.”

Maya tersenyum lebar. “Makasih, Ustadz! Saya latihan semalaman soalnya, takut ngeblank nanti pas tampil di depan semua orang, Lagi pula saya kan bintang jadi sudah seharusnya saya bisa.”

“Semangatmu itu yang saya suka,” ucap Azzam, tersenyum tipis.

Sekilas, tatapan mereka bertemu, hanya sekejap, tapi cukup untuk membuat dada Maya berdetak lebih cepat dari biasanya.

Dan di saat itu juga, Nadia kembali masuk ke aula dengan langkah tenang.

Ia berpura-pura ikut membantu menata proyektor.

“Ustadz,” panggilnya sopan, “saya bantu pasang file latar sosialisasi ya, biar bisa langsung tampil nanti.”

Azzam mengangguk, “Oh iya, silakan Nadia, terima kasih.”

Rita yang melihat dari kejauhan menggigit bibirnya cemas. Ia tahu ada yang tidak beres.

Sementara Maya yang tengah menurunkan mikrofon, masih sibuk dengan teman-temannya tanpa tahu bahwa di layar besar aula, file dari flashdisk itu mulai terbuka…

Bukan banner acara.

Bukan file desain.

Melainkan video berdurasi dua menit,rekaman Maya dan teman-temannya yang sedang berjoget heboh di kamar asrama.

Suara musik dan tawa bergema dari speaker aula.

Semua kepala langsung menoleh ke arah layar.

Beberapa santriwati spontan menutup mulut, sebagian menahan tawa, sebagian lagi hanya terdiam kaget.

Wajah Maya membeku. Bibirnya bergetar. Ia dan teman-temannya saling berpandangan.

Sementara Azzam menatap layar dengan dahi berkerut, matanya berpindah cepat antara layar dan Maya.

Dan di belakang, Nadia menunduk sedikit, menyembunyikan senyum tipis di sudut bibirnya.

"Langkah pertama berhasil,” batinnya dingin.

.

.

✨️ Bersambung ✨️

1
Richboy I
semangat ka othor, ditunggu lanjutannya
Ayusekarrahayu: siappp makasihhh kakakk😍
total 1 replies
Hesty
bikin nadia ketauan thoor
Hesty
kalau bisa thoor jangan ada poligami... bikin nadia kena karmanya... dikeluarkandari pesantren
Ayusekarrahayu: siapp kakak masukan diterimaa😍🙏
total 1 replies
Rian Ardiansyah
di tunggu part selanjutnya kak👍
Ayusekarrahayu
Ayooo bacaa di jaminnn seruuu
Rian Ardiansyah
di tunggu kelanjutannya nyaa kak
Tachibana Daisuke
Bikin syantik baca terus, ga sabar nunggu update selanjutnya!
Ayusekarrahayu: sudah up ya kak
total 1 replies
Rian Ardiansyah
wowww amazing
Rian Ardiansyah
ihh keren bngtttt,di tungguu kelanjutan nyaaaa kak😍
Ayusekarrahayu: makasiii😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!