NovelToon NovelToon
Belenggu Madu Pilihan Istri Ku

Belenggu Madu Pilihan Istri Ku

Status: sedang berlangsung
Genre:Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Nikah Kontrak / Penyesalan Suami / Dokter / Menikah Karena Anak
Popularitas:16.9k
Nilai: 5
Nama Author: Nuna Nellys

"Aku hanya minta satu tahun, Jingga. Setelah melahirkan anak Langit, kau bebas pergi. Tapi jangan pernah berharap cinta darinya, karena hatinya hanya milikku.” – Nesya.

_______

Di balik senyumnya yang manis, tersimpan rahasia dan ambisi yang tak pernah ku duga. Suamiku terikat janji, dan aku hanyalah madu pilihan istrinya—bukan untuk dicinta, tapi untuk memenuhi kehendak dan keturunan.

Setiap hari adalah permainan hati, setiap kata adalah ujian kesetiaan. Aku belajar bahwa cinta tidak selalu adil, dan kebahagiaan bisa datang dari pilihan yang salah.

Apakah aku akan tetap menanggung belenggu ini… atau memberontak demi kebebasan hati?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuna Nellys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

26. Pilihan sulit

...0o0__0o0...

...Langit melangkah pulang dengan langkah berat. Kata-kata Aba-nya masih menggema di telinganya, ...

...“Nafkah lahir dan batin adalah kewajiban mu. Jangan ada perceraian. Rangkul keduanya.”...

...Dadanya sesak, seolah dua sisi hatinya di tarik ke arah yang berbeda....

...Begitu membuka pintu rumah, Langit terkejut. ...

...Nesya sudah menunggunya di ruang tamu, duduk dengan mata sembab bekas menangis. Tak jauh darinya, Jingga duduk dengan tenang, wajahnya tertunduk, jelas menahan sesuatu di hatinya....

...Keheningan itu menusuk. Hanya detak jam dan suara jangkrik di luar jendela yang terdengar....

...“Abi…” suara Nesya pecah, lirih tapi penuh tekad. “Aku ingin kita bicara sekarang. Jangan tunda lagi.”...

...Langit menatap istrinya dalam, lalu mengangguk pelan. “Baik. Mari kita bicarakan.”...

...Nesya menarik napas panjang, lalu menatap Jingga sejenak sebelum kembali pada suaminya. “Aku tidak sanggup lagi, Abi. Aku ingin Jingga pergi dari rumah ini. Biarlah aku yang menanggung dosa kalau memang salah. Tapi aku tidak bisa terus hidup seperti ini.”...

...Suasana menegang. ...

...Jingga mengangkat wajahnya perlahan, menatap Nesya dengan mata berkaca-kaca, namun suaranya tetap tenang....

...“Kak Nesya… aku sudah bilang, aku tidak akan pergi tanpa izin Kak Langit. Pernikahan ini sah di mata agama. Kalau aku pergi begitu saja, itu sama saja aku mendurhakai suami ku.”...

...Nesya terdiam sejenak, lalu menoleh pada Langit, wajahnya penuh luka. “Abi… aku mohon. Pilih. Aku atau dia.”...

...Langit terdiam, wajahnya menegang. Ia menunduk, mencoba mengatur napas yang terasa sesak. Suara Aba-nya kembali terngiang di telinga. ...

...“Perceraian adalah perkara halal yang paling di benci Allah. Tugas mu bukan memilih, tapi menegakkan keadilan.”...

...“Cukup.” Suara Langit akhirnya terdengar, tenang namun dalam. Ia menatap Nesya, lalu Jingga. “Aku tidak akan menceraikan salah satu dari kalian. Kalian berdua adalah amanah Allah yang harus aku jaga.”...

...Nesya terbelalak, air matanya jatuh deras. “Abi… jadi aku harus terus tersiksa begini ?”...

...Langit menghela napas panjang, lalu mendekati Nesya. Ia menggenggam tangan-nya erat. ...

...“Nesya… aku tahu ini berat. Tapi dengarkan aku. Aku tidak menikahi Jingga untuk menyakiti kamu. Aku menikahi dia karena keyakinan agama, dan itu sudah takdir. Aku akan berusaha seadil mungkin, memberi nafkah lahir dan batin sesuai kewajiban ku. Jangan minta aku memilih, karena itu berarti aku menzalimi.”...

...Jingga ikut bicara, suaranya gemetar namun penuh ketulusan. “Kak Nesya… aku tidak pernah berniat merebut kebahagiaan mu. Kalau aku bisa memilih, mungkin aku tidak akan berada di sini. Tapi sekarang… aku hanya ingin menjalani takdir ini tanpa menyakiti siapa pun.”...

...Keheningan kembali menyelimuti ruangan. Nesya menutup wajahnya, menangis dalam diam, sementara Langit menatap keduanya dengan hati yang perih....

...Dalam hatinya, ia berdoa lirih, “Ya Allah, tuntun aku untuk berlaku adil. Jangan biarkan aku menzalimi istri-istriku.”...

...Suasana ruang tamu masih menegang. ...

...Nesya menangis dengan wajah sembab, sementara Langit berusaha menahan emosi agar tetap tenang....

...Tiba-tiba Jingga angkat bicara. Suaranya lirih, polos, tapi cukup untuk memecah keheningan....

...“Kak Langit…” ia menunduk dalam, jari-jarinya meremas ujung kerudungnya. “Mungkin lebih baik… aku yang pergi saja.”...

...Langit dan Nesya serentak menoleh, terkejut dengan ucapannya....

...“Apa maksud mu, Jingga ?” tanya Langit cepat, nadanya meninggi karena panik....

...Jingga menatap mereka berdua dengan mata berkaca-kaca, tapi senyumnya tipis, seperti pasrah....

...“Aku… nggak tega lihat Kak Nesya terus menangis karena aku. Aku tahu sejak awal, pernikahan ini banyak melukai. Kalau kehadiran ku hanya jadi sebab pertengkaran, mungkin lebih baik aku yang undur diri.”...

...Nesya tercekat. Untuk pertama kalinya, ia melihat Jingga bicara dengan ketulusan yang menusuk hatinya....

...“Tapi, Jingga…” suara Langit melemah....

...Jingga melanjutkan, suaranya jujur tanpa ada kebencian....

...“Aku menikah dengan mu bukan karena aku mengejar dunia, Kak. Aku hanya nurut pada takdir yang membawa ku. Aku ikhlas. Tapi kalau memang jalan terbaik adalah aku berpisah, aku akan lakukan. Aku nggak mau jadi beban, aku nggak mau dosa karena membuat Kak Nesya terluka terus.”...

...Air matanya jatuh satu-satu, namun ekspresi wajahnya tetap lembut. Ia bahkan sempat tersenyum samar, meski penuh getir....

...“Aku tahu aku istrimu, Kak. Tapi aku juga tahu… pernikahan bukan hanya soal sahnya akad, tapi juga kebahagiaan di dalamnya. Kalau aku tidak bisa membuat mu adil, atau hanya membuat keluarga ini hancur, maka lebih baik aku mundur dengan tenang.”...

...Langit terpaku, dadanya sesak. Ia melihat ketulusan yang polos dari wajah istri kecilnya itu. Tangannya mengepal erat, hatinya berperang antara menahan dan melepaskan....

...“Jingga… jangan bicara begitu. Kamu istriku, dan aku tidak akan melepaskan mu hanya karena keadaan terdesak,” ujar Langit akhirnya, suaranya berat menahan emosi....

...Namun Jingga hanya menunduk lagi, berbisik lirih, “Aku tidak apa-apa, Kak… asal semua kembali tenang.”...

...Langit menatap kedua istrinya dengan hati yang remuk. Kata-kata Jingga barusan membuat dadanya makin sesak. Ia tahu, ada luka yang jauh lebih dalam di balik semua ini....

...Nesya akhirnya membuka suara, suaranya bergetar menahan tangis....

...“Jingga… aku yang salah.”...

...Jingga menoleh pelan, wajahnya bingung....

...“Aku yang meminta mu menikah dengan Abi Langit. Aku yang memaksa mu menerima pernikahan kontrak itu… hanya karena aku takut tidak bisa memberikan anak untuk suami ku. Aku pikir aku bisa mengendalikan semuanya… tapi ternyata aku sendiri yang terluka.”...

...Air mata jatuh deras dari wajah Nesya. Ia menutup wajah dengan kedua tangannya....

...“Aku egois… aku kira dengan begitu aku bisa tetap tenang. Tapi setiap hari melihat mu ada di rumah ini, aku hancur. Luka itu seperti di tusuk-tusuk. Dan sekarang, aku menyesal… menyesal pada diriku sendiri.”...

...Jingga menggigit bibir, matanya ikut berkaca-kaca. Dengan polos ia bergumam lirih,...

...“Kak Nesya… aku tidak pernah ingin merusak rumah tangga mu. Aku hanya menurut… karena aku pikir ini jalan yang Allah tentukan. Aku nggak pernah bermimpi jadi istri Gus Langit.”...

...Langit menunduk, hatinya perih mendengar keduanya saling mengaku luka....

...Jingga menatap keduanya, lalu dengan polos menambahkan,...

...“Kalau memang aku hanya jadi sumber sakit, lebih baik aku keluar dari akad ini. Aku nggak apa-apa, Kak. Aku ikhlas… karena sejak awal, aku menikah bukan karena cinta, tapi karena di minta dan aku butuh biaya buat operasi ayah ku. Kalau sekarang Kak Nesya tidak sanggup lagi, aku bisa pergi. Aku tidak ingin ada yang berdosa karena aku.”...

...Nesya tertegun, pandangan-nya kabur karena air mata. Ia tak menyangka, niatnya dulu yang semula untuk kebaikan, kini berbalik jadi pedang yang melukai hatinya sendiri....

...Langit mengangkat wajah, matanya berkaca-kaca, lalu bersuara berat,...

...“Tidak semudah itu, Jingga… Tidak semudah itu aku melepas mu. Kalian berdua sama-sama istriku. Dan aku tidak akan biarkan keputusan yang salah di awal jadi alasan untuk saling menyakiti di akhir.”...

...Ruang tamu itu terasa sesak, seolah udara berhenti berputar....

...Nesya duduk di kursi dengan wajah penuh air mata, tapi matanya tajam menatap Langit....

...“Abi…” suaranya bergetar, tapi penuh tekad. “Aku sudah nggak sanggup lagi. Ceraikan Jingga.”...

...Langit terdiam, tubuhnya menegang. “Nesya… jangan bicara sembarangan. Kamu tahu itu bukan perkara ringan.”...

...Namun Nesya menggeleng keras, tangannya mengepal. “Aku serius, Abi! Aku nggak peduli lagi kalau dulu aku yang minta pernikahan kontrak itu. Aku memang bodoh… aku pikir aku bisa kuat, aku pikir aku bisa ikhlas. Tapi kenyataan-nya aku tersiksa setiap hari!”...

...Nesya menangis semakin kencang, suaranya pecah....

...“Setiap aku lihat Jingga, aku merasa aku gagal jadi istri. Aku merasa di gantikan. Aku nggak bisa tidur, Abi. Aku nggak bisa tenang. Aku mohon… lepaskan dia. Aku yang salah, aku yang tanggung dosanya!”...

...Jingga yang sedari tadi menunduk, hanya bisa menggigit bibir, matanya berkaca-kaca. Ia ingin bicara, tapi suaranya tercekat....

...Langit mendekat, mencoba menggenggam tangan Nesya, namun istrinya menepis dengan keras....

...“Abi, jangan keras kepala! Aku istri mu yang pertama! Aku yang ada di sisi mu sejak awal! Apa aku harus tersiksa seumur hidup hanya karena keputusan bodoh ku sendiri ?”...

...Langit menarik napas panjang, menahan emosinya. “Nesya… kamu tahu, Aba menentang keras perceraian. Dan Allah pun membenci talak.”...

...“Aku nggak peduli!” seru Nesya sambil berdiri. “Kalau memang Abi masih cinta sama aku, buktikan! Ceraikan dia!”...

...Langit terdiam, wajahnya penuh dilema. Kata-kata Aba-nya kembali terngiang. ...

...“Perceraian adalah perkara halal yang paling di benci Allah. Jangan mudah lepaskan talak, nak.”...

...Sementara itu, Jingga akhirnya bersuara lirih, polos namun getir....

...“Kak Nesya… kalau itu memang jalan terbaik untuk menenangkan hati Kakak, aku rela. Aku bisa pergi. Aku nggak ingin Kak Nesya sakit karena aku.”...

...Nesya menoleh, menatap Jingga dengan sorot mata yang penuh luka bercampur benci. “Kamu dengar, Abi ? Bahkan dia sendiri nggak keberatan. Jadi apa lagi yang Abi tunggu ?”...

...Langit terdiam kaku, kedua tangannya mengepal. Dadanya seperti di hantam batu besar. Ia tahu, jika ia mengikuti permintaan Nesya, ia akan menzalimi Jingga. Tapi jika ia mempertahankan Jingga, ia akan menyakiti hati Nesya....

...0o0__0o0...

1
Meimei Meongst
akhirnya cerai juga 🤭🤭🤭🤭
Meimei Meongst
lanjutkan💪
Meimei Meongst
jingga spek bidadari dibandingkan dengan Nesya spek lampir. 🤣🤣🤣
Meimei Meongst
sabar jingga💪💪💪
Meimei Meongst
semangat💪💪
jigong Majong
nyahok lo nesya. lagian udah dapat suami bonus mertua baik...masih aja bertingkah lo. /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Sunaryati
Itu akibat sikap keras kepala kamu yang memaksa Langit beristri lagi padahal sudah menolak. Setelah Langit dan Jingga melaksanakan kewajiban sebagai suami istri kamu jadi sakit hati dan bertindak anarkhis, pada Jingga Sebenarnya disayangkan kamu tersingkir. Mungkin jodohmu dengan Langit hanya sampai segitu Nesy.
Lana Ngaceng
pada akhirnya Nesya yang terdepak dari rumah tangganya sendiri dan Sekarang hidup jingga aman damai sentosa 😄😄😄😄
Meimei Meongst
semangat💪💪💪
Meimei Meongst
semangat💪💪
Meimei Meongst
semangat💪💪💪
Meimei Meongst
nyimak🤭🤭🤭🤭
Meimei Meongst
lanjutkan thor💪💪💪
Meimei Meongst
semangat💪💪💪
Meimei Meongst
lanjutkan💪💪💪
Meimei Meongst
💪💪💪💪
Meimei Meongst
lanjutkan💪💪💪
Meimei Meongst
semangat💪💪💪
Meimei Meongst
lanjutkan💪💪💪
Meimei Meongst
,lanjutkan💪💪💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!