Adaptasi dari kisah nyata sorang wanita yang begitu mencintai pasangannya. Menutupi segala keburukan pasangan dengan kebohongan. Dan tidak mau mendengar nasehat untuk kebaikan dirinya. Hingga cinta itu membuatnya buta. Menjerumuskan diri dan ketiga anak-anaknya dalam kehidupan yang menyengsarakan mereka.
Bersumber, dari salah satu sahabat yang memberi ijin dan menceritakan masalah kehidupannya sehingga novel ini tercipta untuk pembelajaran hidup bagi kaum wanita.
Simak kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7. Masuk Angin
Bab 7. Masuk Angin
POV Author
Lola terlihat lesu ketika ia dan Airin pergi bersama setelah sekian lama rencana mereka mengunjungi sebuah toko di dekat tempat kerja Lola yang baru saja buka, bisa terpenuhi. Wajahnya tampak sedikit pucat dan sesekali ia memijit kepalanya.
"Kamu kenapa La?" Tanya Airin.
"Aku pusing nih." Jawab Lola sembari memijit keningnya.
"Nggak enak badan? Apa kita pulang aja?"
"Nggak usah. Udah sampai juga, masa kita pulang."
"Tapi kamu kan lagi pusing?"
"Nggak apa, masih bisa aku tahan. Aku juga dah lama penasaran sama toko ini, jadi sayang kan?"
"Ya sudah kalau gitu. Kalau nggak tahan bilang ya, kita pulang saja."
"Iya."
Setelah beberapa hari lalu mendapat pesan dari Airin bahwa Umi menanyakan dirinya yang jarang berkunjungi Bibi nya itu, Lola memaksakan diri pergi bersama Airin sesuai rencana yang pernah mereka atur bersama. Meski sejak bangun tidur pagi tadi Lola merasa kurang nyaman dengan tubuhnya, ia tidak mempedulikan keadaannya dan tetap menjemput Airin untuk pergi bersama.
Airin dan Lola pun masuk ke toko tersebut. Mereka bersama-sama memilih pakaian yang menarik perhatian mereka. Namun saat sedang memilih-milih, tiba-tiba saja Lola berlari keluar sembari menutup mulutnya. Airin yang melihat Lola bersikap tak biasa itu pun bergegas menghampiri sepupunya itu.
"Huek...! Hueek!"
Di luar toko di sudut bangunan, Lola memuntahkan isi perutnya. Wajahnya semakin pucat dengan keringat dingin mulai membanjiri tubuhnya. Melihat sepupunya seperti itu, Airin menjadi khawatir dan berencana mengajak sepupunya itu pulang saja.
"Kita pulang aja ya La?"
Lola tampak lemah dan pasrah. Dan akhirnya menurut pada Airin untuk pulang saja.
Airin pun membawa Lola pulang ke rumahnya. Sampai di rumah, Lola terbaring lemah di kamar Umi.
"Kamu sakit La?" Tanya Umi.
Lola tak menjawab.
"Masuk angin? Kata Airin kamu muntah-muntah. Apa tadi waktu sebelum pergi kamu belum makan?" Tanya Umi lagi sambil memegang, merasakan suhu tubuh Lola dari tangannya.
"Udah Umi. Tiba-tiba saja Lola mual dan muntah." Jawab Lola.
"Tapi tadi pas di toko Lola bilang pusing Umi. Airin juga lihat wajah Lola pucat disana." Ungkap Airin.
"Kamu nggak usah pulang La, nginap saja disini. Umi khawatir kalau kamu sakit dan sendirian di rumahmu sana. Tidur sama-sama dengan Umi di kamar ini ya?"
"Mungkin hanya kecape'an aja ini Mi, jadinya masuk angin. Entar sore paling juga baikkan." Jawab Lola.
Umi menghela napas. Ia tahu Lola sedikit keras kepala dan tidak akan mudah di bujuk.
"Ya sudah. Tapi kalau masih pusing, jangan pulang ya?"
"Iya Mi."
Lola tanpa sungkan merebahkan dirinya di tempat tidur Umi. Ia memejamkan matanya menahan rasa sakit yang berdenyut di kepalanya. Dalam mata terpejam Lola berpikir, apa penyebab ia bisa sakit hari ini.
"La, aku kerokin ya?"
Airin tiba-tiba masuk ke kamar dan menawarkan diri untuk mengobati Lola. Lola perlahan membuka matanya dan mengangguk mengiyakan karena ia pun suka di kerok ketika dirinya sedang sakit.
Suhu tubuh Lola tidak panas ketika Airin merasakannya dengan menyentuh punggung Lola saat hendak memulai mengeroki.
"Nginap saja disini ya La. Besok kalau kamu masih sakit, kita ke puskesmas sini aja."
"Aku nggak apa-apa Airin. Lagian nanti Jemin pasti nyariin kalau aku nggak ada di rumah."
Airin sedikit kesal mendengar jawaban Lola. Di saat sakit seperti ini, sepupunya itu masih memikirkan Jemin si benalu itu.
Airin menghela napas berat.
"Hmm. Dia bukan anak kecil loh, La. Dia kan bisa Wa atau pun telepon kamu. Apa sampai kuota pun dia nggak punya?!"
Airin mulai terdengar kesal. Lola pun tidak ingin terus membela Jemin karena ia tahu sepupunya itu akan semakin marah mendengarnya.
Akhirnya Lola pun memutuskan untuk menginap di rumah Airin malam itu.
***
Suara getar dan notif terus masuk ke handphone Lola saat dirinya dan Umi terlelap malam itu. Saking seringnya, akhirnya membuat Umi gelisah dan bangun.
"Siapa La?" Tanya Umi yang melihat Lola juga bangun dan memeriksa handphonenya.
"Je... Jemin."
Umi tak bersuara hanya menggelengkan kepala.
"Lola angkat telepon dulu ya Umi."
Tanpa menunggu jawaban Umi, Lola beranjak bangun dan bergegas keluar kamar untuk mengangkat telepon dari Jemin, kekasihnya.
Di kamar sebelah, Airin rupanya ikut terbangun mendengar suara Lola di luar kamar. Karena ruangan yang tidak terlalu luas, suara Lola bisa di dengar oleh Airin di dalam kamarnya.
Airin melihat sang suami juga terbangun. Terdengar desahan napas kasar dari sang suami. Sungguh Airin merasa tidak nyaman karenanya. Lalu mereka merebahkan diri kembali. Dan menutup seluruh tubuh dengan selimut seakan-akan tidak peduli pada siapa yang membangunkan mereka.
Lola sendiri merasa tidak nyaman sehingga mengubah handphonenya pada mode senyap tanpa getar setelah selesai mendengarkan Jemin marah-marah padanya. Lalu ia memeriksa pesan yang di kirim Jemin bertubi-tubi padanya. Dan membalas pesan pacarnya yang sudah kehabisan kesabaran karena Lola tidak merespon panggilan serta pesannya selama beberapa jam.
Lola : Aku sakit, masuk angin. Dan sekarang menginap di rumah Airin. Besok aku akan pulang. Kita ketemu di rumah saja ya Yang.
Barulah Lola bisa menjelaskan alasannya melalui pesan. Namun pesan yang di kirim Lola hanya di baca tanpa di balas oleh Jemin. Lola hanya bisa menghela napas berat, karena ia tahu kekasihnya itu pasti merajuk padanya melihat pesannya yang terabaikan.
Lola kembali ke kamar Umi. Dalam hati yang gelisah, Lola terus memikirkan Jemin. Kekhawatiran akan Jemin yang marah padanya itu membuatnya sulit memejamkan mata. Yang pada akhirnya kepala yang tadinya sempat terasa nyaman, kini kembali berat dan berdenyut kembali.
Apa aku pulang saja sekarang ya? Tapi ini kan tengah malam. Pasti Umi dan Airin nggak ngijinin. Tapi kalo' nggak pulang, bisa-bisa Jemin... Hah! Aku takut bayanginnya. Aku nggak mau Jemin marah dan akhirnya kami putus. Nggak mau! Aku cinta Jemin. Sangat cinta. Aku nggak mau kehilangannya.
Lola kembali duduk karena tidak bisa tidur. Pikirannya terus ke Jemin sehingga ia ingin sekali pulang ke rumahnya.
Ragu-ragu Lola ingin membangunkan Umi untuk mengatakan dirinya ingin pamit pulang saja. Tetapi ia juga takut, Kakak dari mendiang ibunya itu, marah dan kelak tidak akan membantunya lagi bila ia kesusahan.
Namun rasa cinta Lola kepada Jemin yang begitu besar mengalahkan rasa takutnya kepada Bibinya. Sehingga perlahan Lola menyentuh bahu Umi, mencoba membangunkannya agar ia bisa pulang malam itu.
"Mi....,Umi..."
"Hmm, kenapa La? Sakit lagi?"
Umi yang tampak sudah terlelap dan terkejut bangun itu langsung menanyakan keadaan Lola dengan suara serak dan mata yang merah khas orang bangun tidur.
"Bukan Umi. Anu... emm... Lola mau pulang aja Umi."
"Loh, kenapa pulang?" Tanya Umi yang langsung duduk di tempat tidurnya.
"Lo... La.. Kepikiran besok kerje bagaimana Umi. Rada repot kalau harus bolak balik." Alasan Lola, sembari menundukkan wajahnya.
"Kamu bertengkar dengan pacar mu?" Tebak Umi.
"Nggak Mi. Lola hanya ingin pulang aja. Lagian udah nggak pusing lagi kok."
Umi menghela napas kasar.
"Kamu itu perempuan La. Kalau ada apa-apa sama kamu pulang sendirian tengah malam begini bagaimana? Kamu nggak takut? Nggak sayang sama dirimu?"
"Lola akan baik-baik aja kok. Kan kadang jalanan juga masih ada beberapa yang lewat." Kilah Lola yang keras kepala dan tetap kekeh pada keinginannya.
"Kalau pacar mu itu sayang sama kamu, suruh dia jemput kamu disini dan antarkan kamu pulang ke rumah."
Duh, Umi kok ribet amat sih?! Nggak mungkin lah aku minta Jemin jemput kesini. Bisa-bisa tambah marah nanti dia ke aku. Batin Lola.
"Jemin lagi kerja Umi, dia shift malam." Kilah Lola terpaksa berbohong tidak ingin Jemin disalahkan.
"Pokoknya, Umi nggak ngijinin kamu pulang!"
"Tapi Mi..., aku harus pulang."
"Terserah!!"
Biar deh Umi ngambek dulu. Lain hari bisa aku bujuk. Kalau Jemin yang ngambek, aku tak sanggup. Batin Lola.
Tanpa mengindahkan nasehat Umi, Lola kemasi barang-barangnya. Lalu menuju garasi tempat motornya di parkirkan. Kemudian menjalankan kendaraannya di tengah malam yang sudah sepi.
"Astagfirullahal'adzim..."
Ucap Umi mengelus dadanya.
Bersambung...
Jangan lupa dukung Author dengan like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
mayan buat iklan biar gk sepaneng kebawa pikiran yg lg ruwet🤭🤣