Xaviera wanita berusia 25 tahun, seorang anak dan cucu dari keluarga konglomerat. Namun kehidupan sehari-harinya yang berkilau bagaikan berlian berbanding terbalik dengan kisah asmaranya.
Perjodohan silih berganti datang, Setiap pria tidak ada yang benar-benar tulus mencintainya. Menjadi selingkuhan bahkan istri kedua bukanlah keinginannya, melainkan suatu kesialan yang harus di hadapi. Sebuah sumpah dari mantan kekasihnya di masa lalu, membuatnya terjerat dalam siksaan.
Suatu hari, pertemuan dengan mantan kekasihnya, Rumie membuatnya mati-matian mengejarnya kembali demi ucapan permintaan maaf dan berharap kesialan itu hilang dalam hidupnya.
Akankah Xaviera bisa mendapatkan maaf yang tulus dari Rumie?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26
Sikap hangat itu berubah dingin, sudah tiga hari Jones tidak terlihat berada di rumah, sejak malam perdebatan dimana Xaviera menolak untuk memiliki anak.
“Tuan, masih di kamar?” tanya Xaviera, sedikit resah. Sudah tiga hari tidak melihat Jones.
“Tuan sudah berangkat pagi-pagi, Nona,” jawab pelayan.
Xaviera mendengus kesal, seakan Jones menghindarinya. Saat bangun pagi, Jones sudah pergi. Saat sore hari pulang dari toko, Jones belum pulang. Tengah malam terjaga, dan berdiri di depan pintu kamar, Jones juga belum terlihat pulang. Entah, kapan pulang kerumah, lalu pagi-pagi sudah pergi lagi.
“Tuan, tidak meninggalkan pesan apapun padaku?” tanya Xaviera, pada pelayannya yang tengah menuangkan teh untuknya.
“Tidak ada, Nona.” jawab pelayan.
Mendengar itu, Xaviera langsung menggebrak meja karena kesal. Hingga, teh di dalam gelas tumpah.
“Maaf, Nona. Aku akan mengambilkan kain lap,” ucap pelayan merasa ceroboh, lalu lari terbirit-birit mencari kain lap, sebelum Xaviera semakin marah.
Xaviera bangkit dari kursi, dan enggan menikmati teh. Dia berjalan pergi ke kamar Jones, untuk melihat keadaan kamar pria yang bersikap dingin dan diam padanya.
Kamar tertata rapi, tidak ada hal yang mencurigakan. Namun, ada hal yang berbeda. Sebuah foto keluarga, yang sebelumnya berada di dinding tidak terlihat.
“Pelayan!” teriak Xaviera, dari dalam kamar Jones.
Dua pelayan datang dengan buru-buru mendekat.
“Iya, Nona,” jawab pelayan serentak.
“Dimana foto yang sebelumnya disini?” Xaviera menunjuk ke arah dinding yang sebelumnya terpajang foto Jones, Maria dan putri mereka.
Pelayan berbalik, “Maaf, Nona. Tuan, meminta kami untuk menyimpannya di gudang,” jawab salah seorang pelayan.
“Apa?” Xaviera nampak terkejut dengan sikap Jones. Jones terlihat masih mencintai istrinya, namun malah membawa foto kenangan bersama keluarganya ke gudang.
Xaviera bingung dengan pemikiran Jones.
Kemudian, mencoba menghubungi Jones lewat telepon. Satu panggilan tersambung, namun tiba-tiba dimatikan. Panggilan kedua tersambung, di matikan lagi. Hingga kelima kali panggilan, namun Xaviera tidak mendapatkan jawaban dari Jones.
“Apa yang dia inginkan? Apa dia masih marah soal waktu itu?” gumam Xaviera.
Rasa tak sabaran Xaviera, membuatnya datang ke kantor Jones. Hingga kedatangannya, membuat semua karyawan saling melempar pandang karena curiga.
Untuk pertama kalinya, Xaviera bertindak gegabah. Ingin segera berbicara dengan Jones, sikap diam Jones yang tidak biasanya mengusiknya.
“Nona, Anda mencari siapa?” tanya seorang wanita yang mendekat ke arah Xaviera.
“Apakah Tuan Jones Quendtz, ada di ruangannya?” tanya Xaviera dengan sopan dan lembut.
“Apakah, anda ada janji temu dengan Tuan Jones, Nona?” tanya wanita itu.
“Tidak, hanya …” Xaviera mulai bingung, harus memperkenalkan dirinya sebagai apa? Tidak mungkin dia menjawab, sebagai wanita simpanan pemilik perusahaan ini.
Belum sempat berpikir, kedatangan Jones yang lewat di depannya membuat Xaviera segera menoleh. Hingga keduanya saling bertatapan.
Jones mendengus kesal melihat kedatangan Xaviera yang tiba-tiba.
“Suruh, Nona itu ke ruangan saya,” ucap Jones pada salah seorang karyawan yang sebelumnya mengikutinya.
Perintah itu terdengar di telinga Xaviera.
“Nona, silahkan ikuti, saya!” ucap pria muda itu.
Xaviera mengikuti langkah Jones dari belakang.
Beberapa orang yang berada di sana, menyorot ke arah Xaviera dan saling berbisik mencari tahu hubungan apa yang terjadi antara bos-nya dan wanita muda yang terkenal arogan di Berlin.
Xaviera memberikan tatapan sinis, menoleh ke sekeliling. Ketika semua orang membicarakannya.
Pintu terbuka, Jones sudah berada di dalam ruangan.
“Kau bisa keluar, jangan biarkan orang lain masuk!” ucap Jones kepada pria yang mengantar Xaviera.
Hingga hanya ada Jones dan Xaviera, yang berada di ruangan. Jones berbalik, dan membelakangi Xaviera. Seolah, enggan menatap Xaviera.
“Apa kamu remaja yang labil? Jika marah tidak ingin berbicara dan menemui orang,” gerutu Xaviera.
Jones tetap tidak berbalik, dia melihat wajah kesal Xaviera dari kaca jendela kantor, membuatnya menahan senyum. Namun, tetap berusaha tenang.
“Apa yang ingin kau katakan? Aku tidak ada waktu,” balas Jones.
Xaviera mendekat, dan menarik pundak kiri Jones. Menginginkan, Jones untuk melihatnya. Namun, Jones menahan pundaknya dengan kuat, hingga Xaviera merasa kesal, akhirnya berdiri di depan Jones.
“Jam berapa kamu pulang?” Xaviera menatap Jones tajam, seakan seperti seorang istri yang marah karena suaminya tidak pernah terlihat pulang kerumah, tetapi tiba-tiba berangkat kerja tanpa dia ketahui.
“Apa itu penting?” ujar Jones, berbalik dan menghindar dari tatapan Xaviera. Kemudian berjalan ke arah meja kerjanya.
Membuka beberapa dokumen di atas meja, dan pura-pura tidak peduli dengan Xaviera.
“Aku sedang berbicara, setidaknya kamu harus menatapku!” gerutu Xaviera, berjalan mendekat ke arah meja Jones.
Jones masih tertunduk, dan mengamati setiap tulisan di dokumen. Meskipun, mata dan pikirannya tidak sinkron dalam kondisi seperti ini.
Xaviera menghela nafas panjang, kemudian menutup dokumen yang sedang disentuh Jones, Xaviera duduk di atas meja, di hadap Jones.
“Jika marah, katakan! Jangan seperti orang asing yang tiba-tiba menghilang. Tidak mengatakan apapun.” Xaviera masih mengomel. Melihat Jones bangkit dari kursi, dengan cepat Xaviera langsung menarik dasi Jones, hingga membuat Jones duduk kembali.
Jones sedikit mendongak, dan menatap Xaviera. Melihat gerak bibir kecil itu masih mengomelinya.
Jones tidak bisa menahan lagi, dia akhirnya menunduk dan tersenyum melihat tingkah kekanakan Xaviera.
“Aku tidak mau tahu, setiap aku telpon kamu harus mengangkatnya. Sebelum jam 12 malam, sudah ada dirumah. Kamu mengerti!” gertak Xaviera.
Jones hanya diam, dan menyembunyikan perasaan bahagianya. Mendengar gertakan Xaviera yang mengartikan kepedulian terhadapnya.
Setelah mengeluarkan kekesalannya, Xaviera dengan nafas terengah-engah, mencoba mengatur nafas.
Saat akan bangkit dari meja, Jones dengan cepat menarik tangan Xaviera. Membuat Xaviera kembali duduk di atas meja. Jones, memeluk Xaviera dengan erat. Menghirup dalam-dalam aroma tubuh Xaviera yang sangat dia rindukan. Tidak ada kalimat keluar, karena Jones sendiri tidak tahu harus mengelak dengan kalimat apa.
Pelajaran yang dia ambil dari pernikahannya dengan Maria, saat wanita mengomel, pria hanya perlu diam dan memberikan sentuhan hangat.
Kepala Jones yang menyandar di dada Xaviera, membuat degup jantung itu berirama tak beraturan.
Xaviera menyentuh kepala Jones, dan membelai rambut Jones dengan lembut.
“Kau masih marah denganku?” tanya Xaviera, pertanyaan itu keluar dengan nada yang lembut.
Jones menggelengkan kepalanya, namun belum meninggalkan pelukannya.
“Sudah, aku mau ke toko,” ujar Xaviera, menepuk pundak Jones, memberi isyarat agar Jones melepaskannya.
Namun, Jones semakin memeluk Xaviera dengan erat. Membuat Xaviera, tidak bisa berkutik.
Pada akhirnya, Xaviera yang selalu mencoba untuk tidak peduli dengan Jones dan berharap segera berpisah, tak kuasa menahan perasaannya ketika pelukan hangat Jones kembali mendekapnya.
Sentuhan itu membangkitkan kembali kenangan manis yang pernah mereka bagi, dan Xaviera merasa dirinya perlahan-lahan melunak. Meskipun dia berusaha untuk menolak, pelukan itu terasa begitu nyaman, membuat hatinya goyah dan membiarkannya terlena dalam kehangatan.
“Astaga, aku mulai tidak waras.” Xaviera memukul dadanya dengan lembut.
Akhirnya, ratu drama kebingungan juga. Nggak kuat di diemin Abang Jones. 🤭
Jadinya Xaviera milih siapa nih? Kalian tim Rumie atau Jones?
Yuk, tinggalkan like, subscribe dan komentarnya teman-teman.