NovelToon NovelToon
Rumah Hantu Batavia

Rumah Hantu Batavia

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Action / Misteri
Popularitas:475
Nilai: 5
Nama Author: J Star

Dion hanya ingin menuntaskan misinya di Rumah Hantu Batavia, tapi malam pertamanya di penginapan tua itu berubah menjadi teror yang nyata. Keranda tua terparkir di depan pintu, suara langkah basah menggema di lorong, keran bocor, pintu bergetar, dan bayangan aneh mengintai dari balik celah.

Saat ponselnya akhirnya tersambung, suara pemilik penginapan tidak kunjung menjawab, hanya dengkuran berat dan derit pintu yang menyeret ketakutan lebih dalam. Sebuah pesan misterius muncul, “Hantu-hantu yang terbangun oleh panggilan tengah malam, mereka telah menemukanmu.”

Kini Dion hanya bisa bersembunyi, menggenggam golok dan menahan napas, sementara langkah-langkah menyeramkan mendekat dan suara berat itu memanggil namanya.

”Dion...”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J Star, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Misi Uji Coba Berhasil

Di atas meja kayu tergeletak beberapa kapas bekas, sebotol air mineral, serta sepotong roti tawar yang belum dibuka.

Seorang petugas muda yang duduk di seberang meja meletakkan alat perekamnya, lalu mengeluarkan ponselnya untuk menunjukkan sebuah gambar. “Apakah ini pria yang kamu lihat?” tanyanya.

Dion menatap layar ponsel, tampak beberapa pria berjalan keluar dari sebuah gedung bersama-sama. Yang tertinggi di antara mereka memiliki tato bunga kamboja pada punggung tangannya. “Ya, itu dia,” jawab Dion mantap.

“Bunga kamboja melambangkan kekayaan dalam budaya kita dan cukup umum dijadikan tato di kalangan penjudi. Nama pria ini Tio, seorang penjudi yang kini melarikan diri dari utang ratusan juta rupiah. Selain itu, dia juga terlibat dalam tindak kejahatan seperti perampokan dan penjambretan.” Petugas tersebut membolak-balik gambar lain, “Sekarang perhatikan yang ini.”

Kali ini, gambar yang ditunjukkan tampak diambil dari kamera lalu lintas. Setelah beberapa kali diperbesar, Dion akhirnya dapat melihat sosok pengemudi dengan jelas. Di kursi pengemudi duduk seorang pria gemuk dengan wajah panik. Ia tampak sangat mirip sekitar sembilan puluh persen dengan pria gemuk yang sebelumnya Dion lihat di apartemen.

“Terlihat cukup familiar,” ujar Dion perlahan.

“Berdasarkan deskripsimu, kami mencocokkannya dengan database catatan lalu lintas. Nama pengemudi itu adalah Fandi, seorang pria dari luar kota. Ia terlibat dalam kasus tabrak lari serta terbukti mengemudi di bawah pengaruh alkohol.” Petugas muda itu menyingkirkan ponselnya, lalu merapikan berkas-berkas di depannya. “Aku yakin sudah mendapatkan informasi yang cukup darimu, Tuan Dion. Tapi untuk sementara, kamu tidak boleh pergi. Tidak lama lagi, tim investigasi utama kota akan memerlukan pernyataan lebih rinci darimu. Kami harap kamu bersedia bekerja sama, karena bagaimanapun juga, kamu adalah satu-satunya saksi kami.”

“Tentu saja.” Dion bersandar di tempat tidur, berusaha menenangkan diri. Beberapa jam sebelumnya, kantor polisi Jakarta menerima laporan adanya pembunuhan di Apartemen Seroja. Polisi segera bergerak menuju lokasi dan berpapasan dengan Dion di perjalanan. Setelah mengajukan beberapa pertanyaan awal, polisi membagi diri menjadi dua tim.

Satu tim mengikuti Dion ke rumah kayu untuk menahan Tama, sementara tim lain menuju hutan guna mengejar para penghuni Apartemen Seroja. Namun ketika Dion kembali ke rumah kayu, hanya menemukan genangan darah di lantai sementara Tama sudah menghilang.

Melihat darah segar dan banyaknya pakaian di rumah kayu, polisi akhirnya mempercayai kesaksian Dion. Mereka segera meminta tambahan personel dari markas untuk menyegel seluruh area.

Sebagai saksi kunci, Dion diberi perlindungan ketat. Semula polisi berniat membawanya ke kantor, tetapi karena harus menyelesaikan misi dari tablet hitam, Dion bersikeras tetap berada di lokasi. Ia mengatakan masih ada lebih banyak bukti di dalam Apartemen Seroja, dan meminta agar pernyataannya diambil di sana.

Dengan pengawalan empat petugas, dua di dalam ruangan dan dua di luar pintu, Dion berbaring di tempat tidur sambil menunggu waktu misi berlalu.

Pukul tiga dini hari, pintu tiba-tiba didorong terbuka. Seorang petugas paruh baya berusia sekitar empat puluhan masuk. Ia melepas topi polisinya, mengambil botol di meja, lalu meneguknya beberapa kali.

“Itu milikku, Paman Santo,” ujar Dion terkejut melihatnya. Petugas itu adalah Inspektur Santo, yang menjabat sebagai Wakapolsek Jakarta. Kebetulan, ia juga orang yang dahulu menangani kasus hilangnya kedua orang tua Dion. Saat itu, Inspektur Santo pula yang membantu Dion keluar dari masa depresinya.

“Kamu ini sudah berulang kali aku katakan jangan memanggilku Paman Santo, panggil aku Inspektur Santo.” Ia meletakkan botol air, memarahi Dion sambil tersenyum tidak kuasa menahan rasa hangat di wajahnya. “Kali ini aku biarkan saja, karena kamu sudah melakukan sesuatu yang baik.”

Dion bangkit dari duduknya, “Apakah pria itu sudah ditangkap?” tanyanya penuh harap.

“Tentu saja, jangan meremehkan tim investigasi. Mereka berhasil menangkap Tama beserta penghuni lain dari apartemen, hanya satu orang yang belum tertangkap, yaitu Tio.”

“Itu kabar yang sangat baik!” seru Dion lega.

“Mereka bahkan telah menemukan jasad tunangan Tama, saat ini sedang diperiksa oleh ahli forensik kami,” jelas Inspektur Santo. “Bagaimanapun juga, jika kamu memiliki pertanyaan, sebaiknya sampaikan sekarang, karena aku harus segera pergi untuk mengurus hal-hal lain.” Kehadirannya di ruangan itu memang hanya untuk menyampaikan kabar baik kepada Dion.

“Baik Tio maupun Fandi adalah penjahat buron, tetapi bagaimana dengan dua orang lainnya?” tanya Dion tanpa ragu, mengutarakan pertanyaan yang mengganjal pikirannya.

“Wanita itu adalah istri Tio, paling jauh dia hanya bisa dijerat karena menyembunyikan buronan. Sedangkan pemilik penginapan, kasusnya lebih rumit. Dia mulanya hanya seorang pengurus, namun keserakahan membuatnya bekerja sama dengan pihak lain untuk merebut properti seorang lansia. Meskipun begitu, dia tidak terlibat langsung dalam penyiksaan. Setidaknya, sejauh ini kami tidak menemukan luka fisik yang jelas pada tubuh lansia tersebut,” jawab Inspektur Santo sambil mengenakan kembali topinya. “Mengapa kamu menanyakan hal itu?”

“Hanya sekadar penasaran.” Dion tersenyum tulus, kemudian berkata, “Tapi aku pernah mendengar bahwa membantu polisi menangkap buronan biasanya mendapatkan hadiah, bukan begitu?”

“Ya, tentu saja. Spanduk penghargaan dan lencana akan dikirimkan kepadamu melalui pos setelah kasus ini resmi ditutup, selamat tinggal.”

“Eh, tunggu sebentar!” Dion spontan menahan, namun Inspektur Santo sudah berbalik pergi.

Petugas muda yang menyaksikan percakapan itu tertawa kecil, “Inspektur Santo hanya bercanda denganmu. Jika benar Tama dipastikan sebagai pelaku pembakaran empat tahun lalu, hadiah uang yang dapat kamu terima berkisar tiga puluh juta rupiah. Tapi hadiah itu berasal dari pemerintah daerah, bukan kepolisian. Selain itu, lansia korban perebutan properti juga pernah menjanjikan imbalan lima juta rupiah untuk setiap informasi yang berkaitan dengan kematian keluarganya.”

“Jadi, benar-benar ada hadiah uang?” Bibir Dion terangkat membentuk senyum ketika topik itu disebut. “Sebenarnya, aku hanya menanyakan hal itu untuk bersenang-senang. Tentu saja, alasanku melakukan semua ini bukanlah karena uang. Dapat berkontribusi menjaga kedamaian kota yang kita cintai ini, sudah merupakan kehormatan yang besar.”

Petugas muda itu hanya tersenyum, memilih tidak menanggapi, lalu kembali berjaga di posnya.

Beberapa saat kemudian, setelah Dion selesai memberikan keterangan kepada tim investigasi, para petugas menawarkan untuk mengantarnya pulang. Namun demi menyelesaikan misinya, Dion terus menolak dengan berbagai alasan. Ia mengatakan harus mengambil barang-barangnya di Kamar 408, atau ingin melihat langsung lokasi kejadian di lantai tiga. Apa pun alasannya, ia tetap bertahan hingga pukul enam pagi. Baru setelah pemberitahuan Misi Selesai muncul pada tablet hitam, Dion bersedia meninggalkan tempat itu dengan mobil polisi.

Sepanjang perjalanan, ia menatap keluar jendela melihat pemandangan yang berlalu cepat, tanpa merasakan sedikit pun kelelahan. Diam-diam ia mengeluarkan tablet hitam dan mulai memeriksa hasil misinya.

Tertulis di layar, Pemain berhasil mencapai Lokasi Misi tepat waktu, menemukan pihak yang bertanggung jawab atas pembunuhan, dan bertahan hingga fajar. Misi Uji Coba Pembunuhan Tengah Malam, berhasil! Sebuah skenario baru telah terbuka. Pemain dapat memanipulasi properti dalam set menggunakan antarmuka yang tersedia di tablet!

Persentase penyelesaian Misi Uji Coba lebih dari sembilan puluh persen. Selamat, Anda telah membuka item tersembunyi dari misi ini, Pemberitahuan Orang Hilang dari Tama.

Pemberitahuan Orang Hilang dari Tama, sebelas Poin Kebencian.

Setiap hari aku mencari cinta yang telah kubunuh. Aku membunuhnya berulang kali, namun ia selalu kembali menemukanku. Setiap pagi saat aku membuka mata, barang-barangnya muncul di tempat tidur bersamaku. Aku telah menyegelnya di dalam dinding, tetapi ia seakan berhasil menyusup ke dalam hatiku.

1
Gita
Membuat penasaran dan menegangkan.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!