Keira hidup di balik kemewahan, tapi hatinya penuh luka.
Diperistri pria ambisius, dipaksa jadi pemuas investor, dan diseret ke desa untuk ‘liburan’ yang ternyata jebakan.
Di saat terburuk—saat ingin mengakhiri hidupnya—ia bertemu seorang gadis dengan wajah persis dirinya.
Keila, saudari kembar yang tak pernah ia tahu.
Satu lompat, satu menyelamatkan.
Keduanya tenggelam... dan dunia mereka tertukar.
Kini Keira menjalani hidup Keila di desa—dan bertemu pria dingin yang menyimpan luka masa lalu.
Sementara Keila menggantikan Keira, dan tanpa sadar jatuh cinta pada pria ‘liar’ yang ternyata sedang menghancurkan suami Keira dari dalam.
Dua saudara. Dua cinta.
Satu rahasia keluarga yang bisa menghancurkan semuanya.
📖 Update Setiap Hari Pukul 20.00 WIB
Cerita ini akan terus berlanjut setiap malam, membawa kalian masuk lebih dalam ke dalam dunia Keira dan Kayla rahasia-rahasia yang belum terungkap.
Jangan lewatkan setiap babnya.
Temani perjalanan Keira, dan Kayla yaa!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mila julia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. Revan Dan Vina
Saat baru saja sampai di kantor, lagi-lagi Revan melihat sosok Vina berjalan di lobi. Jika pertemuan di kantin waktu itu bisa dibilang kebetulan, kali ini jelas bukan. Kantor Leo bukan tempat sembarangan; tidak mungkin orang luar bisa masuk dan keluar begitu saja.
Tanpa banyak pikir, Revan segera melangkah cepat dan mencegatnya.
“Revan?” Vina terperangah, matanya membesar. “Kok lo bisa ada di sini? Lo kerja di sini juga?” tanyanya cepat, nadanya sarat antusias. Jemarinya spontan meraih tangan pria itu, menggenggamnya erat, seolah ingin memastikan ia nyata. Pria yang sejak SMA diam-diam mengisi hatinya—kini berdiri hanya beberapa langkah darinya.
“Gue nggak nyangka banget bisa ketemu lo lagi,” lanjutnya dengan senyum lebar, matanya berbinar. “Setelah lo tiba-tiba pindah ke luar negeri waktu itu…”
Namun senyumnya seketika pudar ketika Revan menarik tangannya kasar, seolah ingin menghapus jejak sentuhan itu. Bunyi gesekan telapak mereka terdengar tajam di antara keheningan.
“Jangan sok dekat,” ucap Revan datar, dingin seperti baja. “Gue cuma mau nanya—lo ngapain di sini?”
Vina buru-buru menggandeng tangannya kembali dengan manja. “Gue kerja di sini, jadi sekretaris Pak Leo,” jawabnya sambil tersenyum merekah. “Dan lo? Lo kerja di ruangan mana? Biar gue bisa sering nyamperin lo… quality time gitu.”
Revan langsung menghempaskan tangannya lagi. Rahangnya menegang. “Gue nggak ada niatan deket sama lo. Gue cuma mau peringatkan lo—jangan sok akrab sama Keira.”
Senyum Vina memudar, berganti lengkungan sinis. “Keira?” ia terkekeh pendek.
Revan maju selangkah, bayangannya menutupi wajah Vina. “Jangan pikir karena Keira kehilangan ingatannya lo bisa seenaknya manipulasi dia. Lo bilang lo sahabatnya?” ia mendengus. “Sejak kapan, Vin? Yang gue tahu, lo nggak lebih dari pembuli buat Keira.”
Vina menahan tatapan itu, tapi napasnya mulai memburu.
“Sekali lagi gue bilang,” suara Revan menajam, “jauhi dia. Entah apapun maksud lo, tujuan lo, atau permainan lo—gue nggak peduli. Tapi Keira bukan buat dimainin.”
Tatapan mereka bertaut. Tegang. Seperti dua bilah pedang yang saling menekan.
Di dada Vina, amarah bercampur luka lama. Dari dulu… sampai sekarang… dia tetap sama. Selalu memihak Keira. Selalu menolak gue.
“Dari dulu… lo nggak pernah berubah, ya?” suaranya pelan, bergetar menahan bara. “Selalu nyalahin gue. Selalu liat gue sebagai tokoh jahat di cerita orang lain. Padahal lo nggak pernah tahu apa yang gue rasain.”
Revan diam, tatapannya tetap dingin.
Senyum getir muncul di bibir Vina. “Lo pikir enak jadi gue? Dicap pembuli, dijauhin semua orang, dianggap monster… padahal yang gue butuhin cuma sedikit perhatian.”
Ia menatap mata Revan, dagunya terangkat. “Gue suka lo, Van. Dari dulu. Tapi lo nggak pernah lihat itu. Lo cuma lihat Keira. Bahkan sekarang, waktu dia nggak inget siapa lo… lo masih pasang badan buat dia.”
Air matanya mengambang, cepat ia seka agar tak terlihat rapuh. “Gue tahu gue bukan orang baik. Tapi bukan berarti gue selalu salah. Kadang… yang lo anggap paling jahat, cuma orang yang paling sakit tapi nggak pernah dikasih ruang buat sembuh.”
Ia mundur selangkah, napasnya berat. “Gue nggak butuh penghakiman lo. Dan kalau Keira emang penting buat lo—jaga dia baik-baik. Tapi jangan pernah samain gue sama masa lalu yang lo kira lo tahu.”
Vina berbalik, melangkah cepat. Bahunya tegak, meski sesekali ia menyeka air mata yang lolos.
ingatan saat revan menyelamatkannya dari pukulan ayahnya di masa lalu kembali memenuhi ingatan Vina.
FLASHBACK
Sepulang sekolah, Vina melangkah dengan berat hati, rasanya ia tidak ingin melangkah pulang karna takut dengan ayahnya. dengan semua kekacauan yang ada di rumahnya. Tapi Tak disangka, dari arah berlawanan muncul ayahnya—pulang dari tempat judi, ayahnya mabuk berat, botol arak tergenggam di tangan. Bau alkohol menusuk hidung vina , wajahnya merah padam penuh amarah.
Begitu melihat Vina, matanya langsung menyala.
“Dasar anak nggak berguna!” bentaknya sambil mendorong putrinya hingga tersungkur.
“Ayah…!” Vina tercekat, tubuhnya gemetar.
Cengkeraman kasar menarik kerah bajunya. “Kapan kau bisa kasih uang buat gue?!” Tamparan bertubi-tubi mendarat di wajahnya.
Plak! Plak!
Sudut bibir Vina pecah karna tamparan ayahnya , darah menetes dari sudut bibirnya. Air matanya tumpah, tubuhnya begitu gemetar kali ini.
“Jual tubuhmu kalau perlu! Wajah cantikmu pasti laku! Jangan jadi sampah kayak nyokap lo!” makinya, lalu menjambak rambut Vina hingga ia menjerit kesakitan.
Botol arak terangkat tinggi, siap menghantam kepala putrinya.
“AAKKHH—!”Vina berteriak menutupi wajahnya dengan tangan.
BRAK! Sebuah tendangan keras dari belakang membuat tubuh lelaki itu terpelanting. Botol terlepas, pecah berhamburan di jalan.
Dengan gemetar, Vina membuka mata.Melihat Sosok yang berdiri di hadapannya .
“Revan…” bisiknya lirih.
Revan segera menarik Vian berdiri, memposisikan Vina di belakang punggungnya. “Vin, sini… berlindung di belakang gue!.”
Tapi ayah Vina bangkit lagi, meraih pecahan botol dan menghantamkan ke arah Revan.
Prak!
Revan menangkis dengan lengannya. Serpihan kaca mengenai tangan Revan, darah mengalir di tangannya. Ia meringis kesakitan, namun tetap berdiri tegak melindungi Vina . Dengan sekali hentakan, Revan menghantam balik pria tua itu, memukul hingga lelaki itu tergeletak tak sadarkan diri.
Tanpa buang waktu, Revan menggenggam tangan Vina dan berlari menjauh dari sana. Revan membawa Vina ke tempat aman,disana Revan dengan telaten membersihkan luka Vina.Tanpa mempedulikan tangannya sendiri yang penuh dengan goresan luka, Revan lebih sibuk meniup perih di bibir Vina, menyeka darah dengan hati-hati.
"Tadi itu siapa vin?. "tanya revan begitu selesai mengobati .
"Dia ayah gue van. " jawab Vina , menunduk malu .
Revan terdiam ia tidak ingin mennayakan lebih jauh, ia sadar Vina sedang menahan rasa malunya saat ini.
"Gue nggak akan bahas apapun tentang kejadian ini, jadi.... lo nggak perlu malu atau bersikap canggung sama gue. " jawab Revan berdiri hendak pergi namun Vina dengan cepat menahan tangannya.
"Tangan lo juga perlu di obatin!. "ucap Vina memintanya untuk kembali duduk.
Kali ini Vina mengobati tangan Revan, membersihkan bekas lukanya dan menempelkan plester luka di tangannya.
"Makasih udah bantuin gue. " ucap Vina tak berani menatap mata Revan.
"Sama - sama. " ucapnya yang kemudian berdiri dan benar - benar pergi.
Vina memandangi ounggung Revan yang perlahan lenyap di telan kegelapan malam,Sejak malam itu juga, sesuatu berubah dalam dirinya. Dari kekaguman, tumbuh rasa yang semakin hari semakin dalam. Hingga akhirnya menjadi cinta… cinta yang berbalut obsesi.
Karena hanya Revan, satu-satunya orang yang pernah melihat dirinya lebih dari sekadar anak bermasalah.
$$$$$
Kayla mendadak kehilangan selera ketika mendapati Leo bersandar santai di depan deretan loker besi. Lorong itu masih menyengat bau pembersih, tapi aroma parfum mahalnya jauh lebih menusuk. Senyum tipis di wajahnya terlalu rapi, terlalu manis—senyum yang tidak pernah ia rindukan.
“Kamu sudah selesai?” tanyanya ringan.
Langkah Kayla melambat. Matanya menangkap kotak krem berpita emas di tangannya. Cantik, mahal dan mengilap. “Ngapain lo di sini?” tanyanya datar.
Leo mengangkat bahu. “Menjemput istriku.”
Kayla mendengus kesal, “Jangan panggil gue istri. Sumpah, gue ngilu banget dengernya.”
Leo terkekeh, suaranya sengaja dibuat menggoda. “Kalau begitu… harus kupanggil apa? Cintaku? Sayangku?”
“Leo, stop!” Kayla cepat menutup telinganya dan mempercepat langkah. Tubuhnya tegang, jelas ingin menjauh.
Namun Leo tak menyerah. Ia mengangkat kotak kukis mewah dan sebotol jus berlabel berkilau. “ aku membawakanmu camilan.”ucap Leo memamerkan kotak kukis dan jus yang ia bawa ke hadapan keira.
Kayla menatap sekilas,"kenapa gue merasanya lebih bahagia di bawakan makanan sederhana oleh revan di bandingkan dengan makanan mewah yang di bawa oleh leo. "Batinnya mengingat dulu revan sering membawakan makanan sederhana yang rasanya begitu enak dan sesuai dengan seleranya.
“Kenapa kamu nggak suka?” tanyanya sambil mengangkat alis.
Kayla buru-buru meraih kotak itu, sekadar menghindari tatapannya. “Suka kok,” jawabnya singkat, lalu segera melangkah.
Tidak ada senyuman bahagia di wajah kayla seperti yang ia lakukan saat menerima pemberian makanan dari Revan.Rasanya hambar bahkan sebelum ia mencicipi.
Leo mempercepat langkahnya, menyusul keira dan tiba-tiba jemarinya mencengkram jemari Keira.
Kayla tersentak, ia menoleh cepat.Namun senyuman Leo membuatnya hanya bisa memutar mata malas.Percuma jika harus mendebatnya saat ini, lagi pula juga tidak akan melepaskan tangannya.
“Lihat apa yang terjadi setelah ini, Keira…”batin Leo melirik kotak kukis yang ia berikan.
.
.
.
Bersambung.
Keira lebih baik jujur saja. tapi aku tau maksud dari diam mu.