Menjadi Ibu Susu Bayi Bayi Gaib

Akhirnya tubuh Nyi Ratu yang tua renta dan tidak lagi berdaya di bawa oleh petugas keamanan ke pos keamanan di hotel itu.

Mintarsih menangis sedih. Apalagi beberapa polisi datang ke hotel itu, karena ditelpon oleh Pak Sigit. Mintarsih pun harus ikut ke kantor polisi untuk dimintai keterangan.

Acara resepsi pernikahan dengan sendirinya bubar. Orang orang termasuk Aditya dan kedua orang tua nya jadi tahu jika Mintarsih dan tamu kehormatannya penganut ilmu hitam.

“Alhamdulillah aku tidak jadi korban, dan uang sudah ditransfer ke rekeningku.” Ucap seorang pemuda perjaka ting ting yang tadinya harus melayani Nyi Ratu.

“Wah untung kamu Mas, kalau tidak ada anak anak Mbak Wiwid bisa bisa kamu dibawa dukun ca bul itu ke lereng Merapi.” Saut Adisty yang sejak tadi berbisik bisik ke orang orang kalau tamu kehormatan itu dukun nya Mintarsih.

Rombongan Widowati pun akhirnya bisa keluar dari ball room itu dengan aman.

“Bu De nanti aku obati tapi nanti mampil mol ya Bu De..” suara imut Lintang yang masih digendong oleh Pak Sigit.

“Beres kalau kaki Bu De tidak sakit dan bisa berjalan benar lagi kita mampir mol. Bu De juga mau refreshing. Hadir di acara pernikahan kok hati panik otot tegang otak stres. Masih ditambah kaki pincang gara gara terkilir. Perut jadi lapar lagi.” Ucap Retno yang berjalan pincang pincang sambil menggandeng lengan suaminya.

“Lintang kalau bisa mengobati Bu De, sekarang saja diobati kasihan itu Bu De kesakitan.” Ucap Widowati yang melangkah di belakang Retno.

“Ya aku dituluni duyu..” suara imut Lintang sambil menoleh ke arah Mamanya.

“Aku juga dituluni Ma, mau jalan cendili cudah aman kok.” Ucap Lintang yang juga masih digendong oleh Widowati.

Widowati dan Pak Sigit pun akhirnya menurunkan tubuh mungil Langit dan Lintang.

Tampak dua bocil itu jongkok dan mengusap usap pergelangan kaki Retno yang terkilir.

Kepala Lintang pun tampak lebih menunduk. Bibir mungil Lintang tampak meniup niup laki Retno..

Sesaat kemudian..

“Wah benar sudah tidak terasa sakit. Kalian ini hebat benar ya.. nanti Bu De belikan baju baru buat kalian berdua.” Ucap Retno sambil tersenyum lebar menatap dua bocil yang sudah mulai berdiri.

“Holee.. acik....” teriak Langit dan Lintang sambil bertepuk tangan dan loncat loncat kegirangan karena akan dibelikan baju baru.

Dan benar Retno bisa kembali berjalan dengan normal tanpa merasa sakit. Widowati berjalan sambil menggandeng tangan dua bocil itu dengan penuh rasa cinta dan bangga.

Mereka terus melangkah menuju ke tempat parkir mobil. Langit dan Lintang kembali duduk di jok depan. Bibir mungil kedua bocil itu kembali tersenyum bahagia karena akan bermain main di mall dan dibelikan baju baru.

Mobil pun melaju meninggalkan lokasi hotel bintang lima, menuju ke mall besar di kota Yogyakarta.

“Pak De nanti temani mandi bola dan plocotan ya... “ suara imut Lintang sambil menoleh ke arah Pak Sigit.

“Siap.” Ucap Pak Sigit yang tangan kirinya mengacak acak lembut puncak kepala Lintang.

“Aku cebenalna pengen lenang, tadi di otel ada loh tolam lenang becal cekali.” ucap Langit yang juga menoleh ke arah Pak De Sigit.

Pak De Sigit dan Bu Retno memang sering mengajak mereka berdua jalan jalan. Karena kedua anaknya yang sudah besar lebih sering pergi jalan dengan teman temannya.

“Lain kali ya Lang..” ucap Pak De Sigit dengan sabar. Langit pun mengangguk mantap. Dua bocil itu memang patuh dan tidak banyak menuntut.

Sedangkan Widowati dan Retno yang duduk di jok belakang kemudi, masih membicarakan kejadian di pesta pernikahan tadi.

“Yang dibilang di grup Trah kita benar kan Wid.. itu notifikasi hand phone berbunyi terus pasti Adisty heboh lagi di group. Jangan jangan dia merekam kejadian tadi dan dikirim di group. ” Ucap Retno lalu mengambil hand phone di dalam tas tangannya.

“Iya ya Mbak, kok ngeri banget ya. Aku benar benar tidak menyangka kalau Emaknya Erina penganut ilmu hitam.” Gumam Widowati.

“Tapi syukurlah Nyi Ratu sudah kembali ke wujud aslinya. Semoga saja cepat cepat mampus dan tidak bikin masalah lagi.” Ucap Retno sambil mengusap usap hand phone miliknya.

“Kalau Nyi Ratu mampus Emaknya Mintarsih pasti juga kena ayahnya, atau mencari dukun lain.” Ucap Retno lagi.

Akan tetapi kini tiba-tiba ekspresi wajah Wido wati tampak sedih..

“Mbak...” ucap Widowati lirih sambil menoleh ke arah Retno.

“Ada apa Wid, kok kamu malah sedih?” tanya Retno penuh perhatian.

“Tadi aku dengar Nyi Ratu akan melaporkan pada bendoro gustinya. Apa iblis yang ular berkepala manusia seperti yang dibilang mbah Arjo waktu itu ya..” ucap Wido wati pelan.

Ekspresi wajah Retno pun juga menjadi kawatir dan takut karena kalimat yang diucapkan oleh Widowati. Bahkan Retno sampai mengusap tengkuknya karena mendengar kata iblis ular berkepala manusia.

Membayangkan saja begidik ngeri. Apalagi jika harus berurusan seperti hal nya berurusan dengan Nyi Ratu tadi dan dua tahun an lalu..

“Ya aku percaya sih Mbak, Allah pasti akan melindungi aku dan anak anak.. “ ucap Widowati selanjutnya agar Retno tidak begitu takut.

“Wid bagaimana kalau kita adakan pengajian lagi untuk keselamatan Langit dan Lintang. Juga diadakan ruwatan agar iblis iblis menjauh dari Langit dan Lintang..” usul Retno.

Pak Sigit yang mengemudikan mobil mendengar perbincangan dua perempuan itu. Pak Sigit sekilas menoleh..

“Aku setuju itu, diadakan pengajian dan ruwatan untuk Langit dan Lintang.” Ucap Pak Sigit lalu kembali fokus ke arah depan.

“Apa itu luwatan Pak De, aku beyum belani talo buyung ku dipotong..” saut Lintang yang belum berani disupit.

“Aku tak puna buyung Pak De..” saut Lintang sambil mendongak dan menoleh ke arah Pak Sigit.

“Ha... ha... ha... ruwatan bukan sunatan Sayang...” ucap Pak Sigit sambil tertawa dan terus melajukan mobilnya..

Widowati kini terdiam, dia berpikir pikir untuk mengadakan acara ruwatan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Widowati memang punya tabungan, tapi dia rencanakan untuk tambah modal, renovasi rumah dan biaya sekolah anak anak.

Semakin hari kebutuhan Langit dan Lintang juga semakin bertambah. Apalagi sebentar lagi sudah harus masuk play group atau teman bermain. Sekarang Langit dan Lintang belum tahu jajan sendiri. Tapi entah jika sudah ber sekolah dan punya banyak teman..

Di saat Widowati masih berpikir pikir tentang biaya..

Tiba tiba paha nya ditepuk tepuk pelan oleh Retno..

“Wid, ada lagi yang aku takutkan selain iblis itu.” Ucap Retno dengan nada serius.

“Apa Mbak? Bapaknya Langit dan Lintang sudah tidak menakut nakuti lagi. Dia bahkan sangat membantu dan melindungi kita.” Ucap Widowati sambil menoleh ke arah Retno.

“Bukan, bukan itu..”