Ayunda Nafsha Azia, seorang siswi badung dan merupakan ketua Geng Srikandi.
Ia harus rela melepas status lajang di usia 18 tahun dan terpaksa menikah dengan pria yang paling menyebalkan sedunia baginya, Arjuna Tsaqif. Guru fisika sekaligus wali kelasnya sendiri.
Benci dan cinta melebur jadi satu. Mencipta kisah cinta yang penuh warna.
Kehadiran Ayu di hidup Arjuna mampu membalut luka karena jalinan cinta yang telah lalu dan menyentuhkan bahagia.
Namun rumah tangga mereka tak lepas dari badai ujian. Hingga membuat Ayu dilema.
Tetap mempertahankan hubungan, atau merelakan Arjuna kembali pada mantan kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 6 Posesif
Happy reading
Bukan tanpa alasan Arjuna menerima Ayu sebagai istri.
Selain mengabulkan keinginan papanya, ia juga sangat mengenal Ayu.
Meski badung, Ayu memiliki pesona yang tak bisa dinafikan.
Bukan karena parasnya yang manis. Namun karena kecantikan hati yang pernah Arjuna saksikan berulang kali.
"Kita berangkat bareng, Ay --" ucap Arjuna sambil meraih kunci sepeda motor yang tergantung di dinding.
"Nggak. Aku naik ojol aja." Ayu buru-buru menyahut.
"Kenapa?"
"Masa' aku harus jelasin --"
"Ya, harus."
Ayu memutar bola mata malas, lalu menghela napas panjang.
Ia serasa malas untuk menjelaskan alasannya pada Arjuna. Sebab tanpa dijelaskan pun, semestinya Arjuna sudah mengerti.
"Gini ya, Pak Juna. Pernikahan kita 'kan masih harus dirahasiain. Kalau kita berangkat ke sekolah bareng, pasti ada yang curiga dan bakal mencari tau kedekatan kita --"
"Mereka pasti nanya, loh Pak Juna kok bisa berangkat bareng Ayu?"
"Ya tinggal dijawab aja, Ay. Kebetulan kita ketemu di jalan. Karena searah, makanya aku ngasih kamu tumpangan," Arjuna menimpali dengan logatnya yang terdengar santai.
"Kalau mereka nggak percaya?"
"Ya terserah mereka. Mau percaya atau nggak. Yang penting kita bisa berangkat bareng --"
"Aku nggak rela kamu naik ojol." Arjuna menyambung ucapannya dan menatap lekat wajah Ayu. Ia terlihat serius ketika mengucapkan kalimat itu.
"Kenapa nggak rela?"
"Karena kamu istriku, Ay. Masa seorang suami rela melihat istrinya membonceng pria lain --"
"Ck, posesif banget! Yang boncengin aku 'kan cuma pak ojol, bukan Dimas atau cowgan lain." Ayu terlihat sangat kesal. Ia menyambar tas punggungnya dengan perasaan dongkol.
Dibalik perlakuan manisnya, Arjuna tetap makhluk menyebalkan sedunia bagi Ayu.
Bukan hanya memiliki omongan sepedas cabe satu kwintal, ia juga seorang pria posesif.
Ayu terpaksa mengalah. Pagi ini ia berangkat ke sekolah bersama Arjuna, dengan menunggangi Ninja 250 warna hitam. Kuda besi kesayangan Arjuna.
"Pegangan, Ay!" Arjuna menoleh sekilas ke belakang, sambil memamerkan senyum khas yang membuat Ayu semakin sebal.
Meski sebal, Ayu tetap menuruti perkataan Arjuna sebab tidak ingin tercecer di jalan.
Ia berpegangan pada ujung jaket yang dikenakan oleh Arjuna, bukan melingkarkan tangannya.
Tidak sesuai ekspektasi. Namun Arjuna memaklumi.
"Aku turun di sini!" ucap Ayu. Saat ini kuda besi yang dikendarai oleh Arjuna tengah berhenti di perempatan, karena rambu lalu lintas menunjukkan warna merah.
"Kenapa turun di sini?" Arjuna menanggapi ucapan Ayu dan menoleh sekilas ke belakang.
"Biar temen-temen nggak ada yang ngeliat kita."
"Masih jauh, Ay. Nanti kamu terlambat."
"Nggak pa-pa. Yang penting nggak ada yang curiga sama kita."
"Kamu tenang saja. Biar aku yang menghadapi mereka."
"Tapi --"
"Sudah ya, jangan berdebat di sini."
Ucapan Arjuna sukses membuat Ayu terdiam dan kembali menurut.
Roda kuda besi yang dikendarai oleh Arjuna kembali menggelinding dan membawa mereka menuju area parkir SMA Jaya Bangsa.
Semua pandangan mata tertuju pada Arjuna dan Ayu. Mereka serasa tak percaya jika sepasang guru dan murid itu tiba di sekolah dengan berboncengan.
Tak sedikit yang saling berbisik dan bergibah, sehingga membuat Ayu bertambah kesal pada Arjuna.
Andai Arjuna mengizinkannya berangkat ke sekolah dengan membonceng ojek online, mungkin saat ini mereka berdua tidak akan menjadi bahan pembicaraan semua penghuni sekolah.
"Noh lihat! Akibat terlalu posesif. Bisa dipastiin kita bakal jadi berita heboh." Ayu melirihkan suara agar tak terdengar oleh orang lain, kecuali Arjuna.
"Biar saja! Sudah, nggak usah dipikirkan."
"Ck." Ayu berdecak dan membawa kakinya terayun cepat, meninggalkan Arjuna yang masih menyetandarkan sepeda motor.
"Woahhhhh, tumben amat kamu berangkat ke sekolah bareng Pak Juna, Nyet." Nofiya sengaja menggoda Ayu yang terlihat bermuka masam. Ia yakin, jika mood sahabatnya itu sedang buruk.
"Tanya aja ke dia!" Ayu menimpali tanpa menghentikan ayunan kaki.
Pagi ini mood-nya benar-benar buruk. Ia yakin, semua penghuni sekolah akan heboh membicarakan kedekatannya dengan Arjuna.
Berbeda dengan Ayu, Arjuna terlihat santai ketika menanggapi pertanyaan yang terlontar dari para guru dan beberapa murid.
"Tumben banget Pak Juna berangkat ke sekolah bareng Ayu, murid badung yang sering kali keluar-masuk ke ruang BK."
Arjuna menanggapi ucapan Diana dengan memperlihatkan seutas senyum yang sukses membuat wanita berusia tiga puluh tahun itu terpana.
Di mata Diana, ketampanan Arjuna Tsaqif bertambah seribu kali lipat jika sedang tersenyum.
"Tadi, kami bertemu di jalan. Jadi, saya memberi Ayu tumpangan," tutur Arjuna seraya menjelaskan.
"Owh. Berarti kalau saya bertemu Pak Juna di jalan, Pak Juna juga akan memberi saya tumpangan?"
"Belum tentu juga, Bu."
”Loh kok belum tentu? Ayu saja diberi tumpangan, masa' saya tidak, Pak?"
"Ya karena Ayu anak didik saya. Saya bertanggung jawab menjaga dan melindungi dia, seperti anak saya sendiri." Arjuna beralibi.
"Berarti, anggaplah saya sebagai anak didik Pak Juna. Atau ... sebagai kekasih Pak Juna. Supaya Pak Juna juga merasa bertanggung jawab untuk menjaga dan melindungi saya."
Arjuna tersenyum dan menggeleng kepala, kemudian berlalu pergi tanpa membalas celotehan Diana.
"Selamat pagi," sapanya begitu tiba di ruang kelas 12A.
"Selamat pagi juga, Pak Juna." Semua murid di kelas itu membalas sapaan Arjuna, kecuali Ayu.
Ia masih merasa kesal pada sikap Arjuna yang posesif dan terkesan egois.
"Siapa yang ingin memimpin doa?"
"Ayuuuuuu." Nofiya, Machan, dan Ririn kompak menyerukan nama ketua geng mereka--Ayu.
"Ck, kalian apa-apaan sih?" Ayu teramat kesal. Ia serasa ingin mengumpat ketiga sahabatnya dengan mengabsen semua penghuni kebun binatang.
"Ayu, silahkan pimpin doa!" Titah yang tak kuasa dibantah dan Ayu terpaksa mengindahkannya.
"Di depan atau di sini, Pak?"
"Senyaman kamu. Di depan boleh, di situ juga boleh."
"Ya udah, di sini aja."
"No, no, no! Di depan aja, Pak. Biar suara Ayu kedengeran. Kalau di belakang, kurang menggema." Nofiya menyahut dan berniat menjahili Ayu.
"Apaan sih, Nyit? Kamu sendiri aja sana yang mimpin doa!"
"Udah, Nyet. Nggak usah berdebat. Sono maju! Udah ditunggu sama crush-mu. Uhuk."
"Awas aja, nanti siang aku jadiin rempeyek!" Ayu melontarkan ancaman. Bukannya takut, Nofiya malah terkikik geli.
"Sudah debat-nya?" Arjuna menginterupsi dan sukses mengalihkan atensi kedua anak didiknya.
"Sudah, Pak." Ayu dan Nofiya kompak menjawab.
"Silahkan pimpin doa, Ay --"
"Uhuk, ehem-ehem. Kiyu-kiyu ...."
Seketika kelas menjadi riuh saat Arjuna tanpa sengaja menyebut Ayu dengan panggilan yang terkesan sweet 'Ay'.
Para siswa berdehem dan berseru, menggoda Arjuna dan Ayu.
"Ehem, maaf. Maksud saya ... Ayu." Arjuna segera meralat ucapannya dan mempersilahkan Ayu untuk memimpin doa.
Suasana yang semula riuh berubah menjadi hening ketika Ayu mulai memimpin doa. Wajah-wajah yang tadinya terhias tawa, kini tampak khusyu' dalam doa.
Seusai berdoa, Arjuna mulai menyampaikan materi fisika mengenai hukum Ohm.
Ia meminta semua anak didiknya untuk menyimak penjelasan yang dituturkan.
Namun lagi-lagi Nofiya membuat ulah dan sengaja memancing Ayu untuk menimpali.
"Nyet, crush-mu cakep juga ya. Buruan gih dipacarin!" ujarnya setengah berbisik.
"Bisa diem nggak, Nyit!" Ayu sedikit meninggikan intonasi suara sehingga terdengar oleh Arjuna.
"Ayu, kamu bisa lebih baik dari ini? Saya menjelaskan materi pake tenaga, bukan untuk disimak pake' angin."
Ayu menghembus napas kasar. Lagi-lagi ia terkena semprotan cabe pedas yang keluar dari bibir Arjuna. Terdengar datar. Namun penuh penekanan dan sukses mengoyak ulu hati.
Kalau lagi berdua manis banget. Di sekolah tep aja nyebelin. Omongannya pedes, sepedes cabe rawit se-kwintal.
🍁🍁🍁
Bersambung
Apa dia masih sempat bobok siang dgn tugas sebanyak itu.
Mas Win juga CEO..ya kali cuma suamimu aja
Dia tetap Deng Weiku.
Di tik tok aku udah banyak saingan. masa di sini juga
Ayu udah gak perawan.
Dan dia perawani oleh gurunya sendiri...😁😁
mandi berdua juga harusnya.
khilaf lagi ntar. Fix gak ke sekolah mereka hari ini
surga dunia..
aseeekk