"Cinta bukan hanya tentang rindu dan sentuhan. Tapi juga tentang luka yang diwariskan, dan rahasia yang dikuburkan."
Kael Julian Dreyson.
Satu pria, dua identitas.
Ia datang ke dalam hidup Elika Pierce bukan untuk mencintai ... tapi untuk menghancurkan.
Namun siapa sangka, justru ia sendiri yang hancur—oleh gadis yang berhasil membuatnya kehilangan kendali.
Elika hanya punya dua pilihan :
🌹 Menikmati rasa sakit yang manis
atau
🌑 Tersiksa dalam rindu yang tak kunjung padam.
“Kau berhasil membuatku kehilangan kendali, Mr Dreyson.” — Elika Pierce
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sheninna Shen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kelembutan yang Berbahaya
...❤︎...
..."Pria itu tahu, satu demi satu bagian tubuh targetnya akan segera ia miliki. Tanpa paksaan. Hanya kelembutan. Itulah kenapa, kelembutan lebih mematikan daripada paksaan."...
...❤︎...
Seminggu setelah adegan ciuman panas antara Julian dan Elika, keduanya melanjutkan rutinitas sehari selama 3 jam seperti biasa
Seminggu setelah adegan ciuman panas antara Julian dan Elika, keduanya melanjutkan rutinitas sehari selama 3 jam seperti biasa. Tak ada yang berubah. Semua masih sama seperti sebelum-sebelumnya.
Tapi Elika membatin. Ia merasa digantung. Bahkan ia merasa kesal karena tutornya itu tak mengatakan apa-apa setelah mencium bibirnya dengan buas?
"Apa kau mempermainkanku?" batin Elika. Tangan yang semula menulis di atas catatan, mendadak terhenti. Ia mencengkeram pena hitam itu dengan sangat kuat. Terlihat bahwa saat itu ia sedang menumpahkan segenap kekesalannya.
Julian sadar dengan reaksi Elika. Dan dia memang sengaja. Sengaja membuat gadis itu berantakan dan tak tenang.
"Ck! Terima kasih saranmu, Logan. Kau benar, jika ingin membuat seseorang menderita, maka kau harus menghancurkan anak atau orangtuanya lebih dulu," batin Julian bergumam.
Julian mengambil tasnya yang ada di atas lantai. "Elika ...."
Julian menyodorkan sebuah kotak hitam dengan pita emas di atas buku catatan Elika. "Maaf, kado kelulusan A1 kamu terlambat."
"Kau tahu, seminggu yang lalu adikku berada di ICU. Jadi, aku harus mengeluarkan uang yang banyak. Aku kalut dan tak bisa berfikir dengan baik selama seminggu terakhir. Maaf."
Mata Elika membelalak. Kekesalannya mendadak sirna. Ia menoleh ke samping, menatap Julian dengan tatapan terkejut. Tatapan yang menyiratkan bahwa pria itu tak lupa dengan janjinya.
"Lalu, bagaimana kondisinya sekarang?" tanya Elika penasaran.
"Sudah membaik." Julian tersenyum.
"Dia sakit ap—"
"Bukalah hadiahnya," potong Julian sengaja. Ia tak ingin Elika membicarakan sosok yang tak ada itu lebih dalam lagi. Karena adiknya ... sudah lama meninggal dunia.
Elika teralihkan. Ia meraih kotak hitam itu dan membukanya dengan perasaan yang berdebar-debar. Sesaat kotak itu ia buka, matanya membulat dengan sempurna. Bibirnya setengah terbuka.
"Kalau kau tak suka—"
"Julian! I love this necklace!" seru Elika dengan mata berbinar-binar. Namun sesaat kemudian bahunya menyusut turun. "Tapi ... hadiah ini terlalu berlebihan."
"Bukankah kau sedang kesulitan?" imbuh Elika sedih.
Julian bertindak agresif, menyentuh dagu Elika dan mengangkat wajah cantik itu. "Kau sudah bekerja keras. Sudah seharusnya kau mendapatkannya."
"Tapi—"
Julian membungkam bibir Elika dengan bibirnya. Tanpa ragu dan tanpa takut akan ada penolakan dari gadis itu. Karena ia tahu, Elika tak akan menolaknya.
"Berbaliklah, aku akan memakaikan benda cantik ini ... untuk gadis yang cantik sepertimu," perintah Julian sambil mengeluarkan kalung itu dari kotaknya.
Elika tak menolak. Ia menuruti ucapan Julian. Membelakangi pria itu dan mengangkat rambutnya tinggi-tinggi, agar Julian dengan mudah memasangkan kalung di lehernya.
Kalung silver dengan liontin permata sudah menggantung di leher Elika. Tapi gadis itu tak sadar, di dalam permata yang indah itu, Julian menanamkan alat pelacak yang tak seharusnya ada di tubuh seorang gadis yang tak berdosa.
Sesaat memasangkan kalung di leher Elika, Julian mengecup lembut tengkuk gadis itu.
Elika bergidik. Namun ia langsung menoleh ke belakang, menatap Julian dengan kesal. "Kau membuatku bingung, Julian."
"Apa arti ciuman kita bagimu? Apa aku hanya mainan untukmu? Apa karena aku masih 19 tahun, maka kau dengan mudah memanipulasi perasaanku?"
Julian membetulkan posisi duduknya. Kemudian ia memegang kedua tangan Elika. Tertunduk sambil memasang ekspresi penuh sesal dan tak berdaya. "Aku takut melewati batas, Elika."
"Kau terlalu sulit untukku gapai. Dan aku ... aku bukan siapa-siapa," imbuhnya penuh dusta.
Kekesalan yang meluap, seketika mereda. Elika dengan seribu satu pikiran positifnya, ia tak sedikitpun meletakkan rasa waspadanya pada tutornya. Baginya ... Julian adalah sosok pria yang lemah lembut, penyayang, hangat dan pekerja keras.
"Kau sudah melewati batas itu, Julian," papar Elika gamblang. "Kau sudah menciumku. Dan sepertinya ...."
"Aku menyukaimu, Julian ...." Elika membuang wajahnya ke samping. Suaranya hampir tak terdengar. Tapi Julian dapat mendengarkan apa yang gadis itu gumamkan.
Julian mendadak girang. Bibirnya mengulum senyum. Sebuah senyum kemenangan, di mana gadis itu sukses mengungkapkan perasaannya tanpa ia perlu bersusah payah. Itu artinya, target sudah menyerahkan seluruh hatinya. Hanya membutuhkan beberapa trik lagi agar ia bisa menguasai tubuh gadis itu, memakannya dan membuangnya seperti sampah yang tak berarti lagi.
Julian memegang kedua pipi Elika. Membawa wajah cantik itu mengahadap ke arahnya. Ia memasang topeng pria hangat yang penuh kelembutan di depan gadis itu. "Apa ... aku bisa menjadi kekasihmu?"
Elika tak menjawab dengan bahasa. Tapi ia menjawab dengan sebuah kecupan di bibir Julian. Kecupan yang singkat dan penuh gairah. Serta kecupan yang menjawab pertanyaan dan keraguan dari hati Julian.
"I'm yours ... Mr. Julian."
"Besok ... mau ke apartemenku?" ucap Julian tanpa basa basi. Langsung ke intinya. Apalagi yang ada di pikiran pria kalau bukan untuk melahap habis tubuh gadis muda itu.
"Aku ingin menunjukkan padamu, seperti apa keseharianku. Kau bisa mundur menjadi kekasihku saat itu juga."
...❤︎❤︎❤︎...
...To be continued .......
But love can also be a disaster due to the hatred and resentment that lingers....
Lagian ku merasa hidup lu ga pantas utk bersanding dengan Kael bukan..
ditambah finansial orangtua lu udh ga menunjang utk hidup hadon, pergi jauh-jauh..
support dr anak satu-satunya akan lebih dibutuhkan untuk orangtuamu..
Dan tinggalkan Kael dengan seribu penyesalan terdalam karena terlalu sibuk dengan mendendam.
Indeed Love and hate have equal emotional intensity, but opposite directions, and one can swiftly turn into the other with betrayal or heartbreak