NovelToon NovelToon
CARA YANG SALAH

CARA YANG SALAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Playboy / Selingkuh / Cinta Terlarang / Romansa
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: syahri musdalipah tarigan

**(anak kecil di larang mampir)**

Di tengah kepedihan yang membungkus hidupnya, Nadra mulai menjalani hari-hari barunya. Tak disangka, di balik luka, ia justru dipertemukan dengan tiga pria yang perlahan mengisi ruang kosong dalam hidupnya.

Arven, teman kerja yang selalu ada dan diam-diam mencintainya. Agra, pria dewasa berusia 40 tahun yang bersikap lembut, dewasa, dan penuh perhatian. Seorang duda yang rupanya menyimpan trauma masa lalu.

Dan Nayaka, adik Agra, pria dewasa dengan kepribadian yang unik dan sulit ditebak. Kadang terlihat seperti anak-anak, tapi menyimpan luka dan rasa yang dalam.

Seiring berjalannya waktu, kedekatan antara Nadra dan ketiga pria itu berubah menjadi lingkaran rumit perasaan. Mereka saling bersaing, saling cemburu, saling menjaga namun, hati Nadra hanya condong pada satu orang: Agra.

Keputusan Nadra mengejutkan semuanya. Terutama bagi Nayaka, yang merasa dikhianati oleh dua orang terdekatnya, kakaknya sendiri dan wanita yang ia cintai diam-diam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syahri musdalipah tarigan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

26. JADILAH PENERUSKU

Arven melanjukan motor Vixion-nya menyusuri jalanan kota yang basah, menuju kawasan elit yang berada di antara hiruk-pikuk kota metropolitan. Lampu jalan menyala temaram, memantulkan di atas aspal yang masih lembap oleh hujan. Angin malam menusuk dari udara malam itu.

Dari balik helm, wajahnya terlihat tegang. Rahangnya mengeras, mata tajam menatap jalanan. Tangannya menggenggam erat setang motor, menarik gas hingga penuh seakan ingin melampiaskan amarah yang mendidih dalam dada.

"Bodoh. Kenapa aku tak pernah mengatakannya?" batinnya bergemuruh. "Kenapa aku selalu berpikir Nadra akan tetap ada di sampingku, tanpa perlu aku menyatakannya?" Ia menggertakkan gigi, kecewa pada dirinya sendiri.

Hatinya mencelos saat mengingat senyum Nadra pada pria itu, Agra. Begitu hangat, begitu lepas. "Dia menerima pria itu dengan mudah," pikirnya, dan itu membuat dadanya terasa seperti diremas. Terlambat, semuanya sudah terlambat.

Motor Arven akhirnya berhenti di depan sebuah rumah besar dengan pagar hitam yang tinggi dan kokoh. Rumah itu berdiri megah, bergaya modern klasik, dikelilingi taman luas dengan lampu-lampu sorot yang memperlihatkan kemewahannya.

Seorang satpam segera membuka pintu pagar begitu melihat motor Arven. Ia hanya mengangguk singkat, tanpa sapaan. Arven masuk, menuntun motornya ke area garasi motor pribadi, area khusus yang cukup luas seperti showroom kecil.

Di dalam garasi itu, berjejer 15 motor dengan tipe dan harga yang bervariasi, dari yang tertinggi hingga yang standar. Arven turun dari motornya dan memarkirkannya di sudut paling kiri. Ia memandang deretan motor itu sejenak, lalu melangkah keluar dari ruang penyimpanan motor.

Sekilas, matanya melirik ke arah garasi mobil, yang berisi mobil-mobil mahal dengan cat mengilap. Salah satunya, Rolls Royce Phantom berwarna hitam legam, membuat kening Arven berkerut. Wajahnya berubah kesal. Mobil itu milik Papanya, sosok yang paling tak ia sukai di rumah ini.

Begitu pintu terbuka, aroma alkohol dan cerutu segera menyambut hidungnya. Ruang tamu itu mewah dan luas, dipenuhi ornamen klasik dan marmer hitam. Sofa kulit mahal mengelilingi meja bundar di tengah ruangan. lampu gantung kristal menggantung megah di langit-langit tinggi.

Di sana, duduk seorang pria berusia sekitar lima puluh tahun. Tubuhnya tinggi dan besar, otot-ototnya masih tampak kokoh meski usianya tak lagi muda. Ia tidak mengenakan baju, hanya celana panjang gelap. Dada bidangnya penuh tato bergaya tribal dan oriental, tampak pula bekas luka lama, bahkan bekas luka tembakan yang membekas di punggung dan lengan.

Ia duduk santai, menyandarkan tubuh pada sofa, sebelah tangan menggenggam gelas kristal berisi minuman berwarna emas tua, label botolnya menunjukkan merk whisky kelas atas.

"Sudah pulang?" suara pria itu berat dan dalam, tak memandang Arven, matanya hanya tertuju pada TV besar yang menyala menampilkan siaran tinju.

Pria itu, Darto Al Ghazali, sosok yang dikenal di dunia bawah tanah sebagai Raja Gelap Asia Tenggara, seorang bandar narkoba besar dengan jaringan internasional, menoleh sekilas pada Arven, kemudian kembali menatap gelas kristalnya. Ia menggoyangkan minuman itu perlahan, seolah menikmati aroma alkoholnya lebih dari percakapan dengan putranya sendiri.

Arven melangkah pelan melewatinya, matanya tak berani terlalu lama menatap Papanya yang berkharisma sekaligus mengerikan itu. "Malam, Pa," ucapnya datar.

Darto langsung merespons, tapi tidak dengan kalimat. Ia hanya mendengus pelan. Menyesap minumannya, lalu meletakkan gelasnya kembali ke meja kaca. Baru beberapa detik setelahnya, ia membuka mulut dengan nada suara yang dalam dan berat. "Sampai kapan kau mau menutupi identitasmu, Arven?"

Langkah Arven terhenti. Ia tidak menoleh, hanya berdiri membelakangi Papanya, lalu menjawab dengan nada dingin. "Aku rasa itu bukan urusan Papa."

Suara gelas yang dibanting keras membentur meja kaca. Botol-botol di atas meja saling bertubrukan, mengeluarkan suara nyaring. Tapi Arven tidak bergeming. Ia hanya menolehkan wajahnya sedikit ke samping, masih menatap ke depan.

"Kau itu anakku satu-satunya," ucap Darto, nada bicaranya lebih pelan namun penuh tekanan, "pewaris tunggal dari usaha yang saat ini aku jalani."

"Maaf, Pa." Arven menjawab tanpa ekspresi. "Aku tidak bisa melanjutkan usaha haram ini."

Lalu ia melangkah lagi. Namun baru beberapa langkah, sebuah botol kaca kosong melayang cepat dari arah sofa. Botol itu menghantam dinding keras dan pecah berantakan, hanya beberapa centimeter dari kepala Arven. Ia menahan napas, refleks memutar tubuh, tapi tidak menunjukkan rasa takut. Matanya menajam.

Darto masih duduk tenang di sofa empuknya. tatapannya lurus ke depan, wajahnya sama sekali tak menunjukkan penyesalan. "Kau telah jatuh cinta pada gadis kecil itu, kan?"

Pertanyaan itu membuat napas Arven tertahan. Wajah Nadra langsung terbayang di pikirannya. Senyumnya, suaranya, bahkan sorot kecewanya saat menceritakan kehidupannya. Tapi ia segera menggertakkan gigi, menepis bayangan itu. "Aku tidak mencintai Nadra." Jawabnya cepat. Terlalu cepat.

"Oh, jadi nama gadis itu, Nadra." Ia meneguk minumannya lagi. "Aku dengar, gadis itu juga dekat dengan anak sulung keluarga Wiratama. Menarik."

Wajah Arven menegang. Tangannya mengepal, tapi ia berusaha menenangkan dirinya. Ia bicara dengan suara pelan namun jelas. "Apa kau menyelidiki gadisku?"

Darto memutar gelasnya di atas meja. "Gadisku," ucapnya ringan, "dan aku tidak ingin gadismu merusak rencana besar yang sudah aku susun sejak lama."

Arven membeku. Tapi kalimat selanjutnya membuat darahnya membeku.

"Apakah gadis itu harus aku bunuh? Seperti Mamamu dulu?"

"Apa?!" Arven tersentak. Matanya membelalak. Urat-urat di tangannya tampak menonjol saat ia mengepalkan tangan di sisi tubuhnya. Suaranya terdengar seperti tercekik. "Apa maumu, Pa?"

Darto bangkit dari sofa, tidak terburu-buru. Tubuhnya tinggi dan berisi, dan meski tak berbaju, aura kuasanya memenuhi ruangan. Ia menatap Arven dari seberang meja. "Jadilah penerusku." Ucapnya pelan. "Maka semuanya akan tetap utuh. Termasuk gadis itu."

Arven menatap Papanya, mencoba menelaah tatapan itu, dingin, tak berperasaan. Kemudian ia menghela napas dalam. "Baik." Ucapnya akhirnya. "Tapi aku minta satu syarat."

"Katakan."

"Jangan pernah usik Nadra."

Darto tersenyum tipis. Senyum kemenangan. "Oke." Jawabnya cepat, seperti itu bukan harga yang mahal. "Karena kau sudah menerima syaratnya, besok jam tiga pagi kau harus bersiap." Ia menoleh ke arah jendela besar di sisi kanan ruangan. "Kita akan pergi ke Kolombia."

Arven mengerutkan dahi.

"Negara pemasok terbesar. Di sana kau akan mulai dari bawah, mengenal siapa kawan dan siapa lawan."

Arven tak menjawab. Ia hanya membalikkan badan, melangkah ke anak tangga. Namun di langkah ketiga, ia berhenti. Bahunya menegang. Nadra, ia telah menjual jiwanya demi menjaga gadis itu tetap hidup. Tapi apakah pria seperti Darto benar-benar menepati janji?

...BERSAMBUNG........

1
Pengagum Rahasia
/Sob//Sob//Sob/
Pengagum Rahasia
Agra begitu sayang sama adeknya, ya
Syhr Syhr: Sangat sayang. Tapi kadang adeknya nyerandu
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Oh, jadi asisten ingin genit genit biar lirik Agra. Eh, rupanya Agra gak suka.
Syhr Syhr: Iya, mana level Agra sama wanita seperti itu 😁
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Apakah ada skandal?
Syhr Syhr: Tidak
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Agra sedetail itu menyiapkan semua untuk Nadra. /Scream/
Pengagum Rahasia
hahah, karyawannya kepo
Syhr Syhr: Iya, hebring
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Kapoklah, Nadra merajok
Syhr Syhr: Ayo, sih Om jadi bingung 😂
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Yakin khawatir, nanti ada hal lain.
Pengagum Rahasia
Ayo, nanti marah Pak dion
Syhr Syhr: Udah kembut Nadra, pusing dia
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Abang sama adek benar benar sudah memiliki perusahaan sendiri.
Pengagum Rahasia
Kalau orang kaya memang gitu Nad, biar harta turun temurun
Syhr Syhr: Biar gak miskin kata orang².
Syhr Syhr: Biar gak miskin kata orang².
total 2 replies
Pengagum Rahasia
Haha, jelas marah. Orang baru jadian di suruh menjauh/Facepalm/
Pengagum Rahasia
Udah Om, pakek Duda lagi/Facepalm/
Syhr Syhr: Paket lengkap
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Kekeh/Curse//Curse//Curse/
Pengagum Rahasia
Mantab, jujur, polos, dan tegas
Syhr Syhr: Terlalu semuanya Nadra
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Cepat kali.
Pengagum Rahasia
Agra memang bijak
Pengagum Rahasia
Agra type pria yang peka. Keren
Syhr Syhr: Jarang ada, kan
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Sok tahu. Arven ada urusan keluarga, dia mau jadi penerus.
Syhr Syhr: Biasalah
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Udah pergi baru nyariin
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!