Rika, mahasiswi sederhana, terpaksa menikahi Rayga, pewaris mafia, untuk menyelamatkan keluarganya dari utang dan biaya operasi kakeknya. Pernikahan kontrak mereka memiliki syarat: jika Rika bisa bertahan 30 hari tanpa jatuh cinta, kontrak akan batal dan keluarganya bebas. Rayga yang dingin dan misterius memberlakukan aturan ketat, tetapi kedekatan mereka memicu kejadian tak terduga. Perlahan, Rika mempertanyakan apakah cinta bisa dihindari—atau justru berkembang diam-diam di antara batas aturan mereka. Konflik batin dan ketegangan romantis pun tak terelakkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhamad Julianto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 24
Di depan Rumah Sakit Intermedika.
Rika turun dari taksi yang ia pesen melalui ponselnya. Penyebab ia menggunakan taksi karena para Bodyguard sedang menjalani tugas penting bersama Pak Ryandra dan sebagian lagi sedang mengurus beberapa perusahaan cabang yang sedang terjadi masalah. Tapi Rika tidak peduli akan hal itu, malah bagus bukan jika ia tidak diikuti oleh suruhan Pak Ryandra.
Rika melangkah ke dalam rumah sakit dan langsung menuju ruang rawat inap. Karena Ia baru tau dari resepsionis kalo ruangan Kakek nya baru saja dipindahkan.
"Kakek?" panggil Rika sambil melangkah masuk ke kamar rumah sakit dengan hati-hati. Obat yang diminum sang kakek membuat suasana hatinya sering berubah-ubah, dan dia ingin memastikan bahwa seperti sebelumnya, kakeknya sedang dalam suasana hati yang baik.
"Apa yang kamu lakukan di sini, Rika? Bukankah sudah kukatakan untuk tidak datang? Kakek tidak mau kau bertengkar oleh suami mu karena kau keluar rumah" sergah Kakek.
Sara memutar matanya dan melangkah mundur, menutup di pintu lalu bergerak lagi ke tepi ranjang. "Sudah lah Kakek, itu menjadi urusanku , yang terpenting kondisi kakek saat ini bagaimana?"
"Sudahlah ,Kakek cukup membaik dan sekarang kakek mengantuk, Rika Lebih baik kau kembali ke mansion sebelum terjadi masalah. Dan untuk buah buahan yang kau pegang itu bisa taruh saja di atas nakas" Ucap Kakek, lalu berbalik membelakangi Rika, berbaring menyamping.
Rika menghela napas dan berjalan pelan ke dalam ruangan. Biasanya sang kakek adalah orang yang ceria, tetapi obat-obatan itu mengubahnya menjadi sosok yang bukan dirinya. Karena sebelum nya Kakek tidak terlalu mengkhawatirkan Rika saat dirinya keluar mansion, apa mungkin Pak Ryandra atau Rayga telah memberi ancaman lagi? ' pikir Rika.
"Baiklah Kakek, Rika akan pergi, tapi Rika akan berusaha sesering mungkin berkunjung kesini, Kakek. Semoga cepat sembuh." Ucap Rika lirih tapi tak dijawab oleh kakek karena mungkin kakek telah tidur.
Ia berjalan keluar dari ruangan menuju pintu, tapi ia berhenti di ambang pintu dan menatap kakeknya untuk terakhir kalinya. Sang kakek masih membelakangi, menghadap ke dinding. Dengan satu helaan napas terakhir, Rika meninggalkan ruangan itu.
******
"Aku lapar banget," keluh Rika sambil memandangi keluar jendela taksi. Mulutnya mulai berair saat Ia melintasi sebuah kafe yang memiliki etalase pajangan. Ia menatap makanan yang dipajang sementara perutnya berbunyi pelan.
Rika melihat jam yang ada di ponsel nya yang ternyata menunjukkan pukul 1 siang, ia melewatkan jam makan siang.
"Berhenti di sini, Pak." Ucap Rika segera setelah melihat jam.
Taksi melambat dan berhenti beberapa meter dari kafe. Rika menghela napas lalu turun dari mobil sambil merogoh tasnya.
"Ini, terima kasih ya."
Ia melambaikan tangan ke arah taksi dan berbalik menghadap ke kafe, menghirup aroma lezat yang datang dari dalam. "Aku lapar banget." Ia membuka pintu dan masuk ke dalam.
Rika duduk di salah satu meja yang cukup sepi dari meja pengunjung kafe yang lain. Lalu ia memesan sebuah kopi dan juga beberapa menu yang tertera di daftar.
"Sambil menunggu, lebih baik aku menyelesaikan tugas ku yang tertunda lagi tadi malam" gumamnya sambil membuka halaman berikutnya dari buku catatannya yang terlihat tulisan yang belum lengkap.
Akhirnya, di tengah aroma dan rasa manis dari berbagai makanan di kafe, ia bisa fokus menyiapkan makalah semester miliknya, dengan bantuan secangkir kopi dan kue.
Ia mulai mengerjakan tugas dengan teliti dan serius.
"Akhirnya hampir selesai!," gumamnya saat mengerjakan bagian terakhir dari proyeknya. Inilah dirinya—pekerja keras, fokus, dan ambisius. Inilah wanita yang dibesarkan oleh kakeknya. Tinggal di rumah Rayga sempat membuatnya lupa akan jati dirinya yang ambisius, tapi tidak lagi sekarang.
"Selesai." desah Rika tepat saat seseorang menghampirinya.
"Permisi Nyonya, saya ingin mengabari bahwa kafe akan segera tutup," ucap pelayan itu sambil mulai berjalan pergi.
"Ya ampun," gumam Rika sambil menguap, lalu terkejut saat melihat ke jendela. Di luar sudah mulai gelap sampai-sampai ia tidak habis pikir berapa lama ia berkutat di depan buku catatan nya. Ia segera merapikan buku-bukunya dan memasukkannya ke dalam tas.
Bibi Ranti mungkin sedang khawatir menungguku. Gumam Rika
"Ini tagihannya, Nyonya."
Rika mendengar itu sedikit terkejut karena ia hampir lupa membayar, ia mengeluarkan beberapa lembar uang dari tasnya dan meletakkannya di atas nota dengan cepat. Ia tidak sempat menghitungnya karena sedang buru-buru untuk pulang. "Simpan saja kembaliannya." Ucap Rika sambil berlari kecil ke arah pintu keluar kafe tanpa melihat kebelakang.
*****
Rika memegang gagang pintu dan memutarnya, lalu masuk ke dalam mansion sambil menghela nafas. Matanya tertuju pada jam dinding yang menunjukkan pukul 08.20malam. Dengan napas panjang, ia melangkah lebih jauh ke dalam rumah, merasa lega karena berpikir Rayga mungkin tidak ada di rumah, atau setidaknya sedang di kamarnya.
"Kenapa kamu pulang jam segini? Kamu tahu sekarang jam berapa?"
Ternyata dia salah kira.