Galih adalah seorang lelaki Penghibur yang menjadi simpanan para Tante-tante kaya. Dia tidak pernah percaya Cinta hingga akhir dia bertemu Lauren yang perlahan mulai membangkitkan gairah cinta dalam hatinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ibnu Hanifan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAAB 26
Langit sore di taman kota terlihat mendung, seolah ikut merasakan duka di hati Lauren.
Dia duduk sendiri di bangku taman, wajahnya tertutup kedua tangan. Isak tangisnya menggema pelan di antara desir angin dan dedaunan kering yang jatuh perlahan. Matanya sembab, hatinya hancur—bukan hanya karena Galih, tapi juga karena pengkhianatan ibunya sendiri. Hubungan darah, cinta, kepercayaan—semuanya terasa seperti lelucon kejam.
Tiba-tiba, sebuah tisu putih muncul di hadapannya.
Lauren mengangkat wajahnya perlahan, dan di sanalah berdiri Aldo, Tersenyum tulus padanya , dengan wajah penuh simpati.
“Lauren...” katanya lembut.
Tanpa berkata sepatah kata pun, Lauren langsung berdiri dan memeluk Aldo . Isak tangisnya kembali pecah. Di pelukan Aldo, ia mencurahkan seluruh rasa sakit dan kecewa yang menyesakkan dadanya.
“Aku nggak nyangka... Mamah... dan Galih... masih ngelakuin hubungan kotor itu,” ucapnya lirih di sela tangis.
Aldo memeluknya lebih erat. “Udah, jangan nangis lagi. Kamu nggak sendirian, kok. Ada aku disini yang akan selalu ada buat kamu. Baik saat kamu sedih atau nanti saat kamu bahagia.”
Tangannya membelai rambut Lauren lembut. Wajahnya menunjukkan simpati yang tulus… di permukaan. Namun di balik pelukannya, sebuah senyum miring muncul sejenak di wajah Aldo.
"Cewek ini gampang banget dipermainkan... Bodoh sekali... Tapi biarin aja, makin rapuh dia, makin mudah dikendalikan," pikir Aldo dalam hati.
Setelah beberapa saat, Lauren mulai tenang. Ia mengusap air matanya dengan tisu dan menatap Aldo.
“Terima kasih, ya... Kamu selalu ada buat aku, padahal aku... kadang suka egois dan semaunya sendiri.”
Aldo menatapnya dalam-dalam. “Aku ngelakuin semua ini karena aku... cinta sama kamu, Ren. Aku ngga bakal biarin kamu sedih sendirian.”
Lauren menunduk. Ia ingin percaya. Ingin merasa aman. Dan untuk pertama kalinya, ia mengangguk pelan, membiarkan dirinya percaya bahwa mungkin... Aldo adalah satu-satunya tempat ia bisa bersandar.
Sementara itu, Aldo hanya membalas senyuman tipis.
Aldo benar-benar memakaikan perannya dengan sangat sempurna. Topeng kepalsuan yang dia kenakan sungguh cocok dengan wajahnya.
Berikut lanjutan cerita sesuai dengan deskripsi yang kamu berikan, dengan nuansa manis di permukaan namun tetap menyimpan ketegangan emosional di bawahnya:
---
Malam itu, ruang makan keluarga Gunawan terasa lebih hangat dari biasanya. Aroma sup hangat dan cahaya lampu gantung menciptakan suasana yang nyaman.
Lauren menyendok makanannya dengan pelan. Tatapannya sesekali menunduk, tampak bimbang. Namun setelah menarik napas dalam-dalam, ia memberanikan diri berbicara.
“Pah...” katanya pelan.
Pak Gunawan mengangkat wajahnya, menatap anak semata wayangnya dengan senyum. “Ya, sayang?”
“Aku... aku mau tunangan sama Aldo.”
Sejenak suasana hening.
Lalu wajah Pak Gunawan berubah berseri. “Benarkah?!, Kamu ngga lagi bercanda kan, Sayang.”
Lauren mengangguk pelan.
Pak Gunawan langsung bangkit dari kursinya dan menghampiri Lauren, memeluknya dengan bangga. “Papah senang banget, akhirnya kamu membuka hatimu lagi. Aldo anak baik, Papah yakin dia pasti bisa bahagiain kamu.”
Meski tersenyum, mata Lauren tampak kosong sejenak. Namun ia menutupinya dengan anggukan kecil.
"Bentar, Papah mau hubungin Om Suryo dulu."
Tanpa menunggu lama, Pak Gunawan langsung meraih ponselnya dan menghubungi Pak Suryo, ayah Aldo.
“Sur, Ada kabar baik. Kalo kamu sama Aldo denger pasti bakal seneng banget. Lauren udah setuju untuk tunangan dengan Aldo. Kita harus segara ketemu untuk menentukan tanggal dan acara pertunangannya!”
---
Keesokan Siangnya
Di ruang tamu yang megah, dua pria sukses tengah duduk berhadapan dengan senyum penuh rencana. Pak Gunawan dan Pak Suryo terlihat begitu akrab, membicarakan semua persiapan dengan detail—tempat, undangan, dekorasi, catering, hingga siapa saja kolega penting yang harus diundang.
“Ini bukan cuma pertunangan, Sur,” kata Pak Gunawan. “Ini awal kerja sama besar antara perusahaan kita juga.”
Pak Suryo mengangguk. “Tentu. Dan Aldo... dia juga sudah siap. Untuk ikut terjun ke bisnis kita.”
Aldo hanya tersenyum tipis dari kursi samping ayahnya. Matanya sesekali melirik ke arah Lauren yang duduk di sofa lain, tampak diam sejak tadi.
---
Mentari mulai tenggelam ketika Lauren duduk di pinggir kolam renang. Air kolam memantulkan warna jingga langit, menciptakan suasana tenang namun ambigu.
Aldo menghampiri dan duduk di sebelahnya, membawa dua gelas jus.
“Capek ya seharian dengerin pembicaraan orang tua?” candanya sambil menyerahkan satu gelas ke Lauren.
Lauren tersenyum tipis. “Sedikit.”
Aldo menatap wajahnya. “Tapi aku seneng banget, akhirnya kamu mau juga tunangan sama aku.”
Lauren menoleh ke arahnya. “Aku juga... seneng. Dapat pasangan sebaik kamu.”
Aldo tertawa kecil. “Akhirnya kamu nyadar juga kalo aku itu beneran tulus sama kamu. Dan aku mau serius sama kamu.”
Mereka berdua saling menatap. Namun di dalam hati Lauren, masih ada ruang kosong. Wajah Galih kembali terlintas sejenak di pikirannya. Tapi ia segera mengusirnya jauh-jauh. Ia harus move on. Ini keputusan yang terbaik yang harus dia ambil.
Aldo lalu menggenggam tangan Lauren.
“Seminggu lagi kita akan resmi jadi pasangan. Dan setelah itu, nggak akan ada yang bisa ganggu kita lagi.”
Lauren hanya tersenyum dan mengangguk, meski dalam hatinya... ada sesuatu yang belum selesai.
"I love you, Lauren." Ucapan Aldo sambil mencium keningnya.