Seorang pendekar tua membawa salah satu dari Lima Harta Suci sebuah benda yang kekuatannya bisa mengubah langit dan bumi.
Dikejar oleh puluhan pendekar dari sekte-sekte sesat yang mengincar harta itu, ia memilih bertarung demi mencegah benda suci itu jatuh ke tangan yang salah.
Pertarungan berlangsung tiga hari tiga malam. Darah tumpah, nyawa melayang, dan pada akhirnya sang pendekar pun gugur.
Namun saat dunia mengira kisahnya telah berakhir, seberkas cahaya emas, menembus tubuhnya yang tak bernyawa dan membawanya kembali ke masa lalu ke tubuhnya yang masih muda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon biru merah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch 26. Makam Dewa (4)
Pedang Merah Membara di tangan Lin Yan bergetar pelan, seolah merespon gelombang niat bertarung pemiliknya. Dengan satu helaan napas, Lin Yan melemparkan pedang itu ke arah Harimau Es Abadi.
Lemparannya bukan sembarangan—tenaga dalam dalam jumlah besar ia alirkan pada pedang tersebut, menciptakan semburat cahaya merah membara yang melesat seperti meteor kecil menembus udara dingin.
Wuuush!
Sambil itu, tubuh Lin Yan ikut bergerak. Ia berlari di sisi kiri, mengikuti lemparan pedangnya, menyusun strategi agar Harimau Es Abadi tak punya banyak pilihan dalam menghindar. Mata tajam binatang buas itu menangkap kilatan pedang yang mendekat. Ia meraung dan melompat ke kanan dengan gesit, gerakannya cepat namun terarah. Tapi justru itulah yang Lin Yan tunggu.
Langkah kakinya secepat kilat. Dalam sekejap, ia sudah ada tepat di depan tempat Harimau Es Abadi mendarat.
"Jurus Kitab Pembalik Surga... Penebas Langit!"
Swoosh!
Dengan pedang Gerhana Matahari yang masih tergenggam di tangan, Lin Yan mengayunkan serangan horizontal ke tubuh Harimau Es Abadi. Ayunan itu bukan sekadar tebasan biasa, namun hasil penggabungan teknik tinggi dan tenaga dalam yang padat. Tebasan tersebut menghantam bagian dada harimau, membuat darah menyembur dan tubuh besar itu terpental beberapa langkah ke belakang.
Auuum!
Harimau itu meraung keras, suaranya mengguncang udara seolah ingin memecah langit. Luka di dadanya cukup dalam, namun bukan berarti pertarungan selesai. Justru sebaliknya, binatang iblis tingkat tinggi itu kini benar-benar marah. Matanya bersinar biru dingin, auranya makin membeku, dan hawa es di sekitar mulai menebal, menciptakan embun tipis di udara.
Dengan kecepatan yang sulit dipercaya, Harimau Es Abadi kembali menerjang, cakarnya terangkat dan menyapu ke arah Lin Yan seperti bilah baja tajam.
Wraaagh!
Lin Yan memutar tubuh, menghindar sepersekian detik sebelum cakar itu menebasnya. Ia tak bisa menyerang balik, hanya bisa bertahan, mundur selangkah demi selangkah, mencari celah. Angin dari tiap kibasan cakar Harimau Es Abadi cukup untuk membuat pepohonan di sekitar gemetar dan dedaunan beterbangan.
‘Aku harus ambil kembali Pedang Merah Membara,’ pikir Lin Yan.
Sambil terus bergerak dan menghindar, Lin Yan mulai menyusup mendekati tempat Pedang Merah Membara tertancap di tanah. Setiap langkahnya diperhitungkan, setiap gerakan tubuhnya seperti tarian di ambang kematian.
Cakar-cakar itu nyaris mengenainya beberapa kali. Bahkan satu serangan hampir mencakar bahunya jika ia tidak menjatuhkan tubuh ke tanah di detik terakhir. Dengan nafas memburu dan tubuh mulai berkeringat meski udara membeku, akhirnya ia tiba di tempat pedang tertancap.
Dengan satu gerakan, ia mencabut pedang itu, lalu menghunus dua pedangnya sekaligus: Gerhana Matahari dan Merah Membara.
Wajah Lin Yan kini berbeda. Tatapannya tajam, tubuhnya tegak, auranya melonjak. Ia kembali ke medan dengan dua pedang menyilang di tangan.
Kini ia tidak hanya bertahan.
Klang!
Dentingan logam terdengar ketika Pedang Gerhana Matahari menangkis cakar harimau, dan di saat bersamaan, Pedang Merah Membara menusuk ke sisi leher Harimau Es Abadi.
Graaargh!
Binatang itu menjerit marah. Serangan Lin Yan kini mulai menggores dan melukai tubuhnya. Darah biru pekat menetes dari beberapa luka. Lin Yan terus menekan, kedua pedangnya menari seperti bayangan, serangan bertubi-tubi menghujani harimau itu. Meski masih kuat, gerakan Harimau Es Abadi mulai melambat, kekuatannya terkuras perlahan.
Kesempatan itu tak disia-siakan Lin Yan.
Seketika tubuhnya merunduk dan memutar, kedua pedang ia ayunkan silang ke arah dada binatang tersebut.
"Hiyaaah!!"
Slash! Slash!
Dua sayatan dalam melukai dada Harimau Es Abadi. Darah menyembur deras. Harimau itu terhuyung, nafasnya berat, namun tatapannya masih menyala marah.
"Apa yang membuatmu begitu buas sebelumnya?" gumam Lin Yan sambil melangkah mendekat. "Sekarang kenapa hanya bisa diam?"
Tatapan Harimau Es Abadi penuh kebencian, namun tubuhnya sudah tak mampu bergerak cepat. Luka di dadanya jelas mengenai bagian vital. Setiap kali bergerak, darah terus mengucur deras.
Lin Yan tak memberi kesempatan. Ia menerjang, dan saat Harimau itu hendak menghindar, sebuah tusukan cepat dari Pedang Merah Membara menembus bahu kanannya.
Klang!
Gerhana Matahari kembali menebas, kali ini mengenai sisi rahang sang harimau, membuat binatang itu oleng dan jatuh ke tanah. Tubuhnya kini dipenuhi luka.
Dengan satu tusukan terakhir yang mematikan, Lin Yan menancapkan pedang ke kepala binatang itu. Suara tajam menembus tengkorak terdengar pelan, lalu tubuh besar itu tak bergerak lagi.
Setelah menghela napas, Lin Yan mencabut pedangnya dan mengambil inti kristal dari tubuh Harimau Es Abadi.
"Ini belum selesai... Aku harus segera menuju tempat kitab Raja Obat."
---
Di tempat lain, di jalur ketiga dalam uji coba yang berbeda…
Kelompok Xing Lan dan Cun Yin tengah menghadapi binatang buas yang tak kalah menakutkan—Beruang Penghancur. Ukurannya lebih besar dari rumah kecil, dengan otot-otot keras dan bulu hitam legam. Nafasnya saja cukup untuk mengguncang tanah.
Empat orang tengah bertarung, dua pendekar suci awal dan dua pendekar tingkat tinggi. Namun, bahkan dua pendekar suci itu pun kesulitan.
Serangan demi serangan dari beruang itu begitu brutal. Tanah terbelah saat cakarnya menghantam, batu-batu pecah, dan pohon-pohon tercabut.
"Kalau begini terus, kita semua akan mati," geram Xing Lan, menatap Cun Yin dengan kesal.
"Jika pertarungan ini selesai, kau yang akan kubunuh," balas Cun Yin, tak kalah sengit.
"Tutup mulut. Fokus pada rencana kita!" sahut Xing Lan cepat.
Mereka sudah sepakat. Saat dua pendekar suci mengalihkan perhatian beruang, mereka akan menyerang dari belakang.
Kini saatnya.
Xing Lan mengumpulkan tenaga dalam ke elemen apinya, tangan kanannya menyala seperti bara. Cun Yin melakukan hal sama, namun dengan variasi petir menyelimuti senjatanya.
Beruang itu sedang sibuk menahan serangan dari dua pendekar suci, bahkan mulai terpancing dan meninggalkan postur bertahan.
Sekejap kemudian…
"SEKARANG!!"
Dua bayangan melesat dari semak-semak. Xing Lan dan Cun Yin menebas punggung beruang dengan kekuatan penuh.
Slash!
Graaaah!!!
Beruang itu meraung keras. Darah memancar dari punggungnya. Ia berbalik dengan cepat, hendak menerkam kedua penyerangnya. Tapi terlambat.
Dua pendekar suci lain sudah siap, langsung menghantam tubuh binatang itu dengan serangan beruntun dari depan.
Braak! Doorr!
Serangan gabungan dari empat pendekar menghujani beruang itu tanpa henti. Tanah bergetar, udara panas dari elemen api dan petir bercampur, menciptakan pusaran kekuatan.
Beruang Penghancur mulai sempoyongan, luka di tubuhnya kian parah. Giginya patah, cakarnya berdarah, dan matanya sudah kehilangan cahaya buasnya.
Dalam satu kesempatan, Xing Lan menancapkan pedangnya dalam-dalam ke tengkuk beruang, disusul oleh petir dari Cun Yin yang menyambar luka itu.
BOOM!!
Beruang itu meraung terakhir kalinya… sebelum tubuhnya roboh dengan suara menggetarkan tanah.