Menikah bukanlah target seorang Loralei Nyx dalam waktu dekat. Tapi, pada kenyataannya, dia harus berakhir menjadi seorang istri juga.
Menyandang status sebagai pendamping CEO dari keluarga Dominique yang tersohor adalah impian banyak wanita. Namun, tidak bagi Loralei yang membenci suaminya sendiri, tak lain adalah bosnya.
Agathias Gemala Dominique. Pria galak yang selalu membuat hidup Loralei tidak tenang satu detik saja. Tiba-tiba memaksa untuk menikah dengannya tanpa memberikan pilihan, pertanda harus mau menjadi mempelai wanita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NuKha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 26
Wanitanya di depan mata, langsung direngkuhlah pinggul Loralei dan menahan hingga sulit melarikan diri karena sengaja dipentokkan ke tembok. Tangan kekarnya meraih dagu sang istri hingga mendongak ke arahnya. Dengan sorot mata gelap tertutup gairah, ia bisa merasakan bahwa tubuh dalam kendalinya itu bergetar.
Agathias jadi semakin bersemangat menggoda Loralei. Wanita itu mengungkit masalah hak dan kewajiban seorang suami istri bukan? Maka akan ia layani dan perlihatkan sekarang.
Sengaja semakin memutus jarak diantara mereka. Hingga kini Agathias mendempelkan diri. Dadanya tentu berdebar karena saat ini sedang menginginkan sesuatu yang berkaitan dengan urusan di bawah pusar. Tapi, ia juga bisa merasakan kalau jantung Loralei tidak wajar.
Seringai mesum dan penuh ejekan terbit di wajah tampan Agathias. Semakin mendekatkan wajah seolah ia hendak mencium bibir mempesona istrinya.
Namun, Loralei lekas memalingkan wajah ke kiri untuk menghindar sebelum berhasil dilahap habis. Sekarang ia menelan ludah ketika merasakan ada sesuatu yang sengaja digesekkan oleh pria itu. Ya memang milik suaminya sih, tapi geli juga.
Tak dapat bibir, Agathias pun membisikkan sesuatu di telinga wanitanya. “Katanya tak bergairah denganku jika dalam kondisi sadar. Lalu, kenapa dadamu berdebar?” Ia sembari menempelkan telapak di dada Loralei.
Agathias sengaja menarik kepala ke belakang supaya bisa bertemu tatap. Percayalah bahwa saat ini ia menyunggingkan senyum ejekan karena apa yang Loralei ucapkan tidak sejalan dengan irama tubuh.
“Karena aku takut denganmu!” Loralei mendorong paksa. Dia menanamkan dalam hati jangan sampai terlena. “Bahkan aku belum memakai kartumu, tapi kau sudah meminta bercinta—” Tidak-tidak, kata terakhir tak cocok disebutkan. “Ralat, bersetubuh denganku? No!” tolaknya walau gelenyar aneh sebenarnya sempat menyambar dan membuai dalam sekejap.
Selagi ada sela menghindar, maka Loralei gunakan untuk mengambil langkah lebar dan masuk ke dalam kamar. Ia menutup pintu sebelum Agathias menyusul. Berbalik untuk mengunci agar suami cabulnya tak bisa ikut. Tapi ... “Di mana kuncinya?”
Loralei bergeleng kepala. “Pasti bos gila itu sengaja menyembunyikan,” gerutunya. Bertambah lagi panggilan untuk Agathias.
Sementara di balik pintu, Agathias pasti sedang menyeringai. “Mau menghindariku? Tidak bisa, Loralei, Sayang ... kunci kamarmu ada padaku.” Ia mendorong paksa.
Tapi, Loralei berusaha menahan dari dalam. Namanya juga kalah besar tenaga, sudah pasti kalah. Ia mencebik kesal ketika Agathias kini ada di depan mata lagi. Rasanya sulit sekali menghindari manusia satu itu. Pandai sekali menindasnya, melakukan segala sesuatu yang ia tak suka dengan sangat mudah.
Loralei kembali menghindar dengan cara lain. Membaringkan tubuh di atas selimut, berguling hingga tubuh sekarang terbungkus oleh kain hangat tersebut. Supaya pria itu kesulitan jika ingin menggerayanginya.
Agathias melihat kelakuan Loralei dengan kedua tangan masuk ke saku celana, kepala sembari menggeleng. Kakinya bukan menuju ke ranjang saat terayun, melainkan menghampiri tas bawaannya. Ia mengeluarkan ponsel berjumlah lima dengan model tak jauh berbeda semua, hanya lain warna. “Pilih salah satu.”
Loralei mengernyitkan dahi. “Tidak, terima kasih. Aku sudah punya ponsel yang kau belikan satu tahun lalu saat gencatan penindasanmu mulai berlangsung. Sekarang tak butuh lagi.”
“Pilih satu!” Agathias tetap memaksa dengan suara yang semakin ditekan.
Loralei sudah tahu jika nada pria itu telah berubah, tandanya harus dan tidak boleh dibantah. Seakan sudah biasa, ia pun mengikuti arahan Agathias yang entah untuk apa juga memintanya memilih ponsel. “Karena kau tidak suka warna merah, maka aku pilih itu.”
“Pilihan yang tepat.”
panggil aja cloo
penulisan rapi
alur jelas
kocak abis...