Kisah bujang lapuk penjual celana kolor keliling yang memiliki kisah pahit bersama wanita, tiba tiba dihadapkan pada kejadian di mana dia harus menikahi tiga belas wanita secara bersama.
Kejadian apakah itu? Bagaimanakah ceritanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kompak.
Dag! Dig! Dug! Dag! Dig! Dug!
Degup jantung Jiwo berdetak lebih cepat dari biasanya. Apa lagi saat wanita yang terbaring di sebelahnya, bergeser mendekat dan melingkarkan tangan kanannya ke perut rata Jiwo. Pria itu semakin merasa sesak nafas.
Ya, secara sadar, wanita itu meminta tidur sambil memeluk tubuhnya. Meski hubungan mereka adalah suami istri, tapi tetap saja permintaan membuat Jiwo salah tingkah. Ingin menolak tapi sayang mumpung ada kesempatan. Jadi Jiwo mengabulkan saja keinginan wanita yang diberi nama Andin itu.
Suasana berubah menjadi hening. Keduanya saling terdiam. Mungkin rasa kantuk memang sudah menyerang andin saat ini. Jiwo merasa wanita itu sudah tidak bergerak sama sekali. Hanya ada gerakan pelan dan halus dari hembusan nafas yang teratur.
Jiwo menghela nafasnya dalam dalam dan menghembuskannya secara kasar. Suasana hati dan degup jantungnya berangsur normal. Kini yang Jiwo rasakan adalah rasa nyaman diperlakukan seperti ini.
Saat Jiwo mencoba memejamkan matanya, dia dikejutkan dengan suara igauan istrinya. Meski tidak tahu apa yang diucapkan dalam igauannya, tapi Jiwo merasa kalau igauan sang istri terdengar sedih. Dia bingung, apa yang harus dia lakukan saat ini? Akhirnya dia menggerakan tangan kirinya dan mengusap rambut sang istri. Ajaib, istrinya menjadi tenang dan semakin mengeratkan pelukannya.
Jiwo mengulas senyum penuh kelegaan. Hingga lama kelamaan, rasa kantuk mulai menyapa dua matanya. Tak butuh waktu lama, Jiwo pun terlelap dengan saling peluk.
Waktu terus merangkak maju, kini pagi menyapa kembali. Saat mata Jiwo terbuka. dia sudah tidak melihat wanita yang semalam memeluknya. Tapi dia dapat mendengar suara orang bercengkrama di luar kamarnya. Jiwo langsung bangkit dan menyandarkan diri sambil memeriksa ponselnya.
Beberapa saat kemudian, Jiwo pun bangkit dan beranjak keluar kamar. Pertama kali jiwo yang Jiwo lihat saat membuka pintu kamar adalah tiga istrinya yang sedang sibuk merapikan kembali barang dagangannya. Sedangkan yang lain, ada yang sedang di dapur, ada pula yang sedang menyapu juga mencuci.
"Udah bangun, Mister?" sapa salah satu istrinya.
Jiwo mengangguk sembari mengulas senyum. Matanya mengedar ke arah lain, celingukan seperti mencari sesuatu. "Emak udah berangkat?" tanya Jiwo kepada istri istrinya.
"Sudah tadi sehabis subuh, bareng Alana Aluna dan Alena."
"Oh ..." jawab Jiwo sambil manggut manggut. Setelah itu Jiwo beranjak menuju kamar mandi.
Setelah ritual paginya selesai beberapa saat yang lalu, kini Jiwo sudah duduk di meja makan hendak menikmati masakan istri istrinya. Wajar Jiwo beranggapan seperti itu, nyatanya tadi yang berada di dapur ada tiga orang istrinya.
"Sekarang yang ikut jualan siapa?" tanya Jiwo sambil melahap hidangan sarapannya. Di hadapannya ada dua istri yang menemaninya sarapan.
"Tuh, si Alifa."
Jiwo hanya manggut manggut saja. Sarapan pagi ini dia nikmati dengan penuh suka cita. Melihat istri istrinya sangat akur, membuat perasaan Jiwo lebih tenang. Usai sarapan usai, Jiwo beranjak ke kamarnya buat bersiap keliling lagi.
"Nih pegang," ucap Jiwo tak lama kemudian saat dia sudah bersiap diri untuk berangkat. Dia menyodorkan lima lembar uang berwarna merah.
"Apa ini, Mister?" tanya salah satu istrinya, mewakili istri istri yang lain.
"Buat pegangan kalian. Kali aja kalian butuh sesuatu saat aku dan Emak tidak ada."
Nggak usah, Mister," tolak istrinya. "Untuk saat ini, kami tidak butuh apa apa. Kebutuhan kita sudah terpenuhi kok."
"Anggap aja ini nafkah saya buat kalian. Kalian kan sudah menjadi tanggung jawab saya."
Semua istrinya nampak kompak saling merekahkan senyumnya, hingga Jiwo merasa heran melihat kekompakan mereka.
"Mister. Kami disini merasa aman saja sudah cukup, kami tidak butuh apa apa lagi. Di rumah ini kami sudah mendapat lebih dari yang kami butuhkan. Kami tidak mau menjadi manusia yang tidak bisa bersyukur."
"Benar, Mister. Kebaikan dari Mister sudah lebih dari cukup. Kami saat ini tidak butuh apa apa lagi."
"Iya, nanti kalau kita butuh sesuatu, kita pasti bilang sama Mister. Jadi uang itu, simpan Mister saja."
Jiwo menghembus kasar nafasnya. "kalian kompak sekali? Apa memang sudah kalian rencanakan?"
Semuanya serentak mengangguk seraya melempar senyum. Jiwo pun pasrah dan memasukan kembali uangnya ke dalam tas.
"Ya udah, saya berangkat dulu. Kalian di rumah jaga diri baik baik. Kalau ada apa apa telfon."
"Siap, Mister."
Jiwo mengulas senyum lalu dia berbalik badan. Saat kakinya hendak melangkah keluar, suara salah seorang istrinya menghentikan langkah itu.
"Tunggu Mister!"
"Ada apa?"
Bukannya menjawab, salah satu istrinya yang tadi mencegahnya meraih tangan kanan Jiwo, bersalaman lalu cium punggung tangan pria itu.
Awalnya Jiwo terkejut, tapi tak lama kemudian senyumnya terkembang, saat satu persatu istrinya melakukan yang sama dengan yang pertama.
"Istri istriku kompak sekali."
...@@@@@@...
biasanya tapi,,,,gak tau kalo yang ini,,,😜🤪😜🤪😜🤪👍
kykny seru😆😆😆😆
Kehaluan nya ga Nanggung 2...