NovelToon NovelToon
AIR MATA SEORANG ISTRI DI BALIK KOSTUM BADUT

AIR MATA SEORANG ISTRI DI BALIK KOSTUM BADUT

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Poligami / Cintamanis / Patahhati / Konflik Rumah Tangga-Pernikahan Angst
Popularitas:487.9k
Nilai: 5
Nama Author: 01Khaira Lubna

Karena sang putra yang tengah sakit, suami yang sudah tiga hari tak pulang serta rupiah yang tak sepeserpun ditangan, mengharuskan Hanifa bekerja menjadi seorang Badut. Dia memakai kostum Badut lucu bewarna merah muda untuk menghibur anak-anak di taman kota.

Tapi, apa yang terjadi?

Disaat Hanifa tengah fokus mengais pundi-pundi rupiah, tak sengaja dia melihat pria yang begitu mirip dengan suaminya.

Pria yang memotret dirinya dengan seorang anak kecil dan wanita seksi.

''Papa, ayo cepat foto aku dan Mama.'' Anak kecil itu bersuara. Membuat Hanifa tersentak kaget. Tak bisa di bendung, air mata luruh begitu saja di balik kostum Badut yang menutupi wajah ayu nya.

Sebutan 'Papa' yang anak kecil itu sematkan untuk sang suami membuat dada Hanifa sesak, berbagai praduga dan tanda tanya memenuhi pikirannya.

Yang penasaran, yuk mampir dan baca tulisan receh Author. Jangan lupa like, subscribe dan follow akun Author.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 01Khaira Lubna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ameera sakit

Mobil bewarna silver yang membawa aku berhenti tepat di depan sebuah pagar tinggi menjulang, aku membuka pintu mobil pelan, setelah tadi sempat tercipta keheningan cukup lama antara aku dan Mbak Ameera, akhirnya aku bersuara. ''Sekali lagi terimakasih banyak, Mbak.'' ucapku pada Mbak Ameera seraya melempar senyum semanis mungkin, aku bersiap keluar.

''Iya.'' jawabnya singkat, lagi-lagi ekspresi wajahnya nampak datar. Tak ada senyum seperti biasa di wajah cantik itu. Aku dari tadi sibuk menerka-nerka sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa sikap Mbak Ameera berubah dingin terhadap aku. Aku merasa tidak enak hati karenanya, kesalahan apa yang telah aku perbuat hingga Mbak Ameera berubah drastis. Padahal tadi pagi sebelum berangkat ke pengadilan wajahnya yang cantik masih ceria dan juga ia masih berbicara seperti biasa dengan ku.

''Mbak beneran nggak mau mampir dulu? Di dalam ada Tante Sarah lho,'' tanyaku, pertanyaan berulang yang tadi juga sempat aku katakan. Mungkin aku terlihat seperti orang bodoh sekarang, padahal sudah jelas-jelas dari tadi Mbak Ameera bersikap cuek kepada ku.

''Nggak, nggak sempat, aku lagi sibuk!'' jawab Mbak Ameera sedikit ketus, wajah nya nampak tak bersahabat.

''Ya sudah, hati-hati dijalan, ya, Mbak.'' ucapku masih sama ramahnya, sedangkan Mbak Ameera hanya mengangguk kecil, dari tadi matanya tak mau menatap ke arahku, fokusnya hanya kedepan. Aku selalu berusaha menjaga sikap, agar sikap dan cara bicaraku tak melukai hati seseorang. Jujur, tiba-tiba hatiku sedikit sakit mendapatkan jawaban ketus dari Mbak Ameera. Aku bukannya baperan, tapi, melihat orang yang biasanya selalu bersikap baik dan ceria tiba-tiba berubah, pasti kita akan merasa aneh. Lalu aku melangkahkan kakiku keluar dari mobil, aku menutup pintu mobil pelan. Aku berdiri di depan pintu pagar, melepas kepergian Mbak Ameera dengan melambaikan tangan. Ketika mobil Mbak Ameera mulai bergerak menjauh, aku masuk kedalam rumah dengan perasaan bahagia bercampur gundah. Bahagia karena sudah terbebas dari Mas Setya, sedangkan gundah karena melihat perubahan sikap Mbak Ameera.

Sesampainya di dalam rumah, Arif berlari menghampiri aku, di belakangnya Tante Sarah berjalan pelan mengikuti langkah kecilnya.

''Hore ... Bunda sudah pulang.'' Arif berteriak nyaring dengan tawa riangnya. Aku membawa tubuh mungilnya kedalam gendonganku. Lalu aku menghujam wajahnya dengan kecupan berulang kali. Sekarang, putra ku sudah resmi menjadi tanggung jawabku sepenuhnya, karena aku yang telah memenangkan hak asuh atas dirinya, kata orang, anak lelaki saat sudah dewasa kelak ia tidak akan mencari Ayahnya, berbeda dengan anak perempuan, yang kalau mau menikah membutuhkan wali untuk menikahkannya, yaitu Ayah kandungnya. Akan aku jaga Arif dengan semampuku, tadi, bagiku adalah pertemuan terakhir aku dan Mas Setya. Tidak akan ada lagi pertemuan selanjutnya, semua urusan kami sudah selesai. Sedari terkuak nya perselingkuhannya bersama Arumi, tak pernah sekalipun ia menanyakan Arif atau berusaha untuk mengambil hati anaknya, dan mungkin hingga besar, Arif tidak akan pernah lagi mendapatkan kasih sayang seorang Ayah kandung, karena semua ini terjadi karena kelalaian Ayah nya sendiri. Kalau terjadi sesuatu hal dimasa yang akan datang, aku tidak akan pernah menyalahkan Arif, kalau ia tak peduli bahkan tak mengenali sosok Ayahnya kandung nya sendiri.

Tante Sarah tersenyum simpul melihat aku dan Arif, aku menyapanya.

''Tante, terimakasih banyak karena Tante sudah menjaga Arif.'' ucapku.

''Iya, sama-sama Hanifa. Tante senang melakukan nya.''

Arif turun dari tubuhku, ia menaiki mobil mainannya berukuran sedikit besar, yang dibelikan oleh Tuan Malik beberapa hari yang lalu. Aku dan Tante Sarah duduk di sebuah sofa di ruang keluarga.

''Bagaimana Hanifa, apakah proses perceraian kamu lancar tadi?'' tanya Tante Sarah disertai senyum simpul.

''Alhamdulillah lancar, Tante. Sekarang aku resmi sudah menyandang status baru.'' jawabku sedikit menunduk.

''Alhamdulillah. Begini lebih baik Hanifa, dari pada status kamu masih bersuami, tapi tidak jelas kemana arahnya.''

''Iya, Tante benar sekali.''

''Kamu kalau lagi butuh apa-apa jangan pernah sungkan, ya. Tante dan Malik akan selalu ada untuk kamu dan Arif.''

''Iya Tante, sekali lagi terimakasih banyak atas kebaikan Tante selama ini.'' sahutku.

Berbicara mengenai Tuan Malik, tiba-tiba aku teringat peristiwa tadi saat di ruang sidang. Tuan Malik berkata dengan lantang, kalau ia adalah calon suamiku. Aku tak mengerti kemana arah pembicaraan nya. Bagaimana bisa dan bagaimana mungkin, ia tadi pasti hanya mengada-ada saja. Aku dan dia tidak ada hubungan istimewa, berbicara berdua saja bisa di hitung dengan jari. Tadi, karena ulah Tuan Malik, hampir saja Mas Setya memfitnah ku yang tidak-tidak. Tuan Malik yang seorang CEO dan memiliki wajah rupawan tak mungkin menyukai aku yang hanya seorang janda beranak satu. Ia tadi pasti hanya ingin membesarkan hatiku saja di depan orang-orang. Agar aku tak terus di hina oleh Arumi dan Ibunya Mas Setya, karena tadi mereka sempat mengatakan kalau aku akan menjadi janda menyedihkan. Ya, pasti, pasti karena itulah Tuan Malik berani berkata seperti itu tadi. Tuan Malik sama seperti Mamanya, mereka sama-sama baik, hanya saja, bedanya, Tante Sarah menunjukkan kebaikan nya dengan cara langsung, sedangkan Tuan Malik sedikit bertaktik. Begitulah pikir ku.

***

Malam hari, selesai makan malam, aku beristirahat di kamar. Sedangkan Arif di temani oleh Mbak Marwah. Mas Setya juga sudah pulang dari tadi sore, wajahnya nampak lelah.

Aku berbaring di kamar, pikiran ku menerawang. Beberapa bulan ini aku telah banyak merepotkan Mas Abdillah, dari waktu, tenaga, pikiran bahkan finansial. Jujur, aku merasa tidak enak hati. Mas Abdillah sudah cukup umur untuk menikah dan berkeluarga, aku tak mungkin terus merepotkan nya. Jangan sampai Mas Abdillah tak berniat untuk menikah hanya kerena memikirkan aku dan putraku. Mas Abdillah harus punya masa depan yang cerah bersama keluarga kecilnya.

Setelah dipikir-pikir, sepertinya aku harus mencari pekerjaan, aku harus menjadi wanita mandiri dan berdiri di kakiku sendiri. Iya, besok aku akan mencari pekerjaan, pekerjaan apa saja yang penting halal. Agar aku tidak merepotkan Kakak ku lagi.

***

Keesokan harinya, karena hari minggu, Mas Abdillah tidak kemana-mana. Setelah sarapan pagi, aku mengatakan tentang niatku tadi malam, tentang aku yang ingin mencari pekerjaan. Awalnya Mas Abdillah tidak setuju, tapi, karena aku yang terus memohon untuk tetap bekerja, akhirnya Mas Abdillah setuju dan memberikan ide. Kami mengobrol di gazebo samping rumah, udara pagi begitu sejuk, aku sangat menikmati nya. Arif duduk di pangkuan Mas Abdillah dengan mobil-mobilan kecil di tangannya.

''Sebenarnya Mas tidak ingin kamu kemana-mana. Mas lebih senang kalau kamu di rumah saja, tapi karena kamu yang tetap kekeh meminta untuk bekerja, baiklah, Mas akan membuka sebuah butik untukmu di pusat kota, Mas akan mencari lokasi yang strategis agar butik yang kamu kelola ramai pengunjung. Bagaimana, apa kamu setuju kalau Mas membangunkan sebuah butik untuk mu, Dek? Kamu bisa mengelola butik itu, dan hasil dari penjualannya kamu bisa kelola untuk dirimu sendiri, anggap aja itu pemberian dari Mas.'' tutur Mas Abdillah serius.

''Mas, bukan itu, aku tidak enak terus saja merepotkan Mas. Aku lebih baik mencari pekerjaan yang tidak mengeluarkan banyak modal.''sahutku.

''Merepotkan apa? Mas tidak merasa di repotkan.''

''Baiklah Mas. Itu lebih baik, dari pada aku terus berada dirumah dan tidak melakukan apapun, aku merasa telah menjadi pribadi yang tidak berguna. Insyaallah aku akan bekerja keras agar butik yang di rencanakan itu berkembang pesat dan bisa membangun beberapa anak cabang. Aku ingin membuktikan kalau aku juga bisa maju.'' ujarku percaya diri.

''Amin, semoga saja.'' timpal Mas Abdillah tersenyum sumringah.

Saat kami tengah mengobrol, tiba-tiba saja seseorang muncul.

''Tuan Malik. Mari silahkan duduk.'' kata Mas Abdillah. Tuan Malik menghampiri kami di gazebo, ia nampak segar, sepertinya ia baru selesai mandi. Atasan kaos bewarna putih dan celana tanggung selutut membuat Tuan Malik nampak berbeda dari hari-hari kemarin, ia nampak lebih tampan dan keren hari ini.

''Iya Abdillah. Aku kesini ingin menanyakan tentang pekerjaan kita kemarin yang belum selesai, tentang kerjasama kita dengan perusahaan Adidaya.'' ucap Tuan Malik, ia duduk di samping Mas Abdillah. Lalu ia membawa Arif dalam pangkuannya.

''Oh ... Baiklah. Tunggu sebentar, aku akan mengambilkan leptop ku di dalam.'' ucap Mas Abdillah, lalu ia berlalu kedalam rumah.

Kini tinggallah aku, Tuan Malik dan Arif duduk di gazebo. Beberapa detik sempat tercipta kekakuan antara aku dan Tuan Malik. Tuan Malik tertangkap basah sedang menatap aku, begitupun sebaliknya. Hingga netra kami berdua saling menatap satu sama lain. Aku salah tingkah karenanya. Beruntung, akhirnya Arif bersuara.

''Om tampan, hari ini Om tampan semakin tampan aja aku lihat.'' celoteh Arif, ia berdiri tepat di depan tubuh tuan Malik.

''Banarkah?''

''Iya.''

''Coba Arif tanya sama Bunda, apakah memang Om terlihat tampan hari ini?!'' ujar Tuan Malik yang berhasil membuat wajahku menghangat. Mungkin saat ini wajahku sudah berubah merona.

''Bunda, Om tampan lebih tampan 'kan hari ini?'' tanya Arif riang dengan suara khas anak-anak.

''Emm ... Bunda ng-ngak tau.'' jawabku asal seraya mengalihkan wajah kearah lain.

''Bunda pasti malu untuk mengakui nya. Lihat aja, wajah Bunda kamu berubah merah merona begitu.'' ucap Tuan Malik santai.

''Ah ... Iya. Om Tampan betul sekali.'' timpal Arif.

Setelah itu Arif dan Tuan Malik becanda gurau, Arif berulangkali tertawa riang karena Tuan Malik yang menggelitik perutnya. Lalu saat mereka tengah becanda, ponsel Tuan Malik berdering. Tuan Malik menghentikan candaan nya terhadap Arif, ia mengambil ponselnya yang ada di saku celana, lalu mengangkat nya cepat.

''Iya, ada apa Ameera?'' ucap Tuan Malik. Ternyata Mbak Ameera yang menghubungi nya.

''Ini Om Malik, Ayahnya Ameera.'' jawab seseorang dari seberang sana yang bisa aku dengar.

''Oh ... Om. Ada apa Om?''

''Malik, bisakah kamu kerumah Om sekarang? Ameera sakit, suhu tubuhnya panas tinggi, dari tadi malam ia hanya menutup mata seraya bergumam kecil menyebut nama mu.''

''Ameera sudah pulang kerumah?''

''Sudah, dia pulang kemarin sore. Katanya orang yang di cintainya tidak mencintai nya. Ia sudah rela kalau Om jodohkan. Tapi, mendadak saja tadi malam ia sakit, dan tidak berhenti menyebut nama mu. Om mohon, kamu sudi untuk menjenguk nya. Tante juga terus saja menangis melihat keadaan Ameera.''

''Baiklah Om, aku akan segera kesana.'' jawab Tuan Malik lalu memutuskan panggilan. Ia menyimpan kembali ponselnya kedalam saku celana.

''Hanifa, tolong katakan sama Abdillah, nanti sore aku akan ke sini lagi.''

''Iya.''

''Ya sudah aku pergi. Sampai jumpa lagi.'' Ucap Tuan Malik terdengar aneh di telinga ku, ia menatap ku lekat. Setelah itu Ia mengecup pipi Arif sekilas, lalu pergi.

Mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa sama Mbak Ameera, semoga saja Mbak Ameera cepat sembuh.

Bersambung.

1
Herma Wati
begitu cepatnya hasil DNA keluar?/Sob//Sob/
Sutiani Sutiani
kecewa
Muhyati Umi
jodohkan Hanifah dengan Malik
Ameera sama Abdillah ya thor
Muhyati Umi
semoga aja Malik suka ke Hanifa
Dian Rahmi
Thor ..buatlah Malik berjodoh dengan Hanifa
Dian Rahmi
Thor.....Hanifa sama Malik ya
guntur 1609
llha ternyata oh ternyata
guntur 1609
dasar ayah biadab
guntur 1609
tega setya sm anaknya
guntur 1609
kok sampai diulang lagi thor bab ni
guntur 1609
,apa yg istrimu lakukan dulu akhirnya kau jalani juga akhrnya setya. ni nmnya hukum tabur tuai
guntur 1609
ameera sm abdilah saja
guntur 1609
cie..cie hakimmm gercep juga
Samsia Chia Bahir
woaaalllaaahhhh, ma2x rian bebaik2 rupax da udang dibalik U 😂😂😂😂😂😂😂 laaahhh harta pa2x rian i2 milik istri k duax loohhh ma2 😫😫😫😫😫😫
Samsia Chia Bahir
Laaaaaahhhh gimana critax kong rian udh nikah ma intan 😫😫😫😫😫
Samsia Chia Bahir
Penyesalan slalu dibelakang, klo didepan namax pendaftaran 😄😄😄😄😄😄😄😄
Samsia Chia Bahir
Haaaaahhhhh, penjara t4mu shanum N setya 😄😄😄😄😄😄
Samsia Chia Bahir
Cari gara2 kw setya, g ada tobat2x 😫😫😫😫😫
Samsia Chia Bahir
wooaàlllahhhh arif kok sembarangn ngikut2 org 😫😫😫😫😫
Samsia Chia Bahir
Laaaaahhhh, pengulangn lg 😫😫😫😫😫😫
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!