"Janji di Atas Bara" – Sebuah kisah tentang cinta yang membakar, janji yang teringkari, dan hati yang terjebak di antara cinta dan dendam.
Ketika Irvan bertemu Raisa, dunia serasa berhenti berputar. Cinta mereka lahir dari kehangatan, tapi berakhir di tengah bara yang menghanguskan. Di balik senyum Raisa tersimpan rahasia, di balik janji manis terselip pengkhianatan yang membuat segalanya runtuh.
Di antara debu kota kecil dan ambisi keluarga yang kejam, Irvan terperangkap dalam takdir yang pahit: mempertahankan cintanya atau membiarkannya terbakar menjadi abu.
"Janji di Atas Bara" adalah perjalanan seorang pria yang kehilangan segalanya, kecuali satu hal—cintanya yang tak pernah benar-benar padam.
Kita simak kisahnya yuk, dicerita Novel => Janji Di Atas Bara
By: Miss Ra
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Ra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 27
Hujan semakin menggila, mengguyur tanpa ampun. Langkah Irvana yang tadinya mantap tiba-tiba terhenti saat sesuatu melilit lehernya dengan keras---
CEKLEK!
Rantai itu menegang. Napasnya tersedak. Tali kasar itu menjerat kulit lehernya hingga memerah, membuat tubuhnya tertarik ke belakang dengan hentakan brutal.
Roy, yang ternyata belum sepenuhnya tumbang, berdiri dengan wajah berlumur darah dan mata penuh kebencian. Tangannya gemetar memegang ujung tali yang kini ia lilitkan di tangannya dengan paksa, menyeret Irvana ke tanah berlumpur.
"Gue punya satu rahasia tentang Raisa, Irvana!!" raungnya parau di tengah deru hujan.
Tubuh Irvana terseret beberapa meter, punggungnya membentur tanah keras, rantai di tangannya terhempas ke samping. Ia berusaha menahan napas yang makin sesak, jari-jarinya meraba tali di leher, tapi Roy menarik lebih kuat.
"Sekarang, rasakan-- rasakan gimana rasanya disakiti, oleh kekasih pujaanmu itu!" teriak Roy sambil melangkah ke arahnya, menyeret tali itu seperti menarik hewan buruan.
Irvana menggertakkan giginya. Pandangannya berkunang, tapi matanya tetap menyala_ seperti bara yang menolak padam. Ia menahan tarikan itu, tangan kanannya mencari sesuatu di tanah. Jemarinya menemukan rantainya yang tadi terhempas.
Roy belum sadar, hujan menutupi gerakan kecil itu.
Dengan satu hentakan mendadak, Irvana menggulung rantai di pergelangan tangannya, lalu menarik tubuhnya ke depan. Seketika ia berputar, tubuhnya bangkit separuh, dan
SLAP!
rantai itu melesat menghantam kaki Roy.
Roy terkejut, kehilangan keseimbangan, tubuhnya ambruk ke tanah.
Irvana tersentak, menarik napas panjang, lalu memegang tali di leher menariknya kuat hingga lepas, suara serak keluar dari tenggorokannya. Napasnya tersengal, tapi matanya kini kembali menatap tajam ke arah Roy yang berusaha bangkit lagi dengan geram.
"Kau pikir-- wanita murahan itu mencintamu?" gumam Roy serak, darah mengalir di sudut bibirnya.
Roy menatapnya marah, lalu bangkit. Dia menyerang membabi buta dengan pisau kecil yang disembunyikan di balik jaketnya.
Namun Irvana sudah siap. Ia menghindar, menangkis, dan dengan tenaga terakhirnya menebas rantai ke arah tangan Roy.
CRAAAK!
Pisau itu terpental, dan Irvana langsung menghantam dada Roy dengan bahu penuh tenaga.
Roy jatuh lagi ke tanah, kali ini tak bergerak. Hujan mengguyur wajahnya yang kini nyaris tak bisa dikenali_ penuh darah dan lumpur.
Irvana berdiri di atasnya, tubuhnya gemetar antara marah dan kelelahan. Ia meludah ke tanah, menatap Roy dengan tatapan kosong.
"Kau harusnya sadar. Semua yang aku lakukan ini atas perintah dari Raisa." ucapnya lirih tapi dingin.
Petir menyambar di langit, menerangi sosok Irvana yang berdiri dengan rantai di tangan, tubuh berlumur lumpur dan darah_ tapi tetap tegak. Ia menatap ke depan lagi, ke arah rumah Raisa yang kini mulai terlihat samar di antara kabut hujan.
"Aku tidak percaya padamu. Aku tahu kau sengaja menghasutku agar aku berhenti mendapatkannya," kata Irvana.
"Apa untungku membohongimu? Hah?" balas Roy, tersenyum licik. "Dia memberiku uang, dan menyuruhku untuk membunuhmu, Irvana." Ia menatap Irvana yang berdiri di atasnya.
"Aku tidak percaya!" kata Irvana, suaranya serak. Keraguan mulai menyelinap ke pikirannya.
"Dia itu sangat mencintai suaminya, bukan mencintaimu!" lanjut Roy, meyakinkan.
"Kalau memang benar, buktikan!" tantang Irvana.
Di saat itu ponsel Roy berdering. Layar menyala menampilkan nama Raisa. Irvana melompat, merebut ponsel dari tangan Roy dan menekan tombol hijau dengan tangan gemetar ingin mendengar suara yang selalu dirindukannya.
"Halo, Roy--- Apa kau sudah membunuh Irvana? Suamiku akan datang besok. Kau harus menghabisinya malam ini."
Kata-kata itu menggema di telinga Irvana seperti pukulan terakhir. Hujan seakan berhenti untuk beberapa detik di benaknya. Dunia mengerucut pada suara yang baru saja didengarnya.
Wajahnya yang lembap cepat berubah kosong, lalu runtuh. Matanya memerah, bukan karena air hujan. Rasa pengkhianatan dan kemarahan berebut menguasai dadanya. Napasnya tersengal, rantai di tangannya bergetar.
Di bawah, Roy hanya tersenyum penuh kemenangan, sementara di kejauhan rumah Raisa tampak samar, lampunya berkedip seperti ajakan sekaligus cercaan. Irvana menatap layar ponsel sejenak, lalu mengatupkan rahang, amat sangat dingin. Sebuah keteguhan baru muncul di balik rasa sakit itu.
...----------------...
Next Episode....
tamat ternyata,y ampuun
hanya karena cinta semua jadi berantakan,persahabatan n juga ikatan hangat yg dulu pernah terjalin,hm
makasih Thor
d tunggu cerita selanjutnya.
kabar kabarin yaaa 😊
semangat
terus itu ciuman bentuknya apa Raisaaaaa,ikh nh ce
oh cintaaaa
kumaha ieu teh atuh nya
lanjut