GUBRAAKK !! Suara itu menyerupai nangka berukuran 'babon' jatuh dari pohon yang tinggi. Xavier (Zac) segera berlari meloncati semak-semak untuk segera mengambil nangka yang jatuh. Sesampainya di bawah pohon nangka, Xavier tidak melihat satu pun nangka yang jatuh. Tiba-tiba...
"Siapapun di sana tolong aku, pangeran berkuda putih, pangeran kodok pun tidak apa-apa, tolong akuu ... "
Di sanalah awal pertemuan dan persahabatan mereka.
***
Xavier Barrack Dwipangga, siswa SMA yang memiliki wajah rusak karena luka bakar.
Aluna Senja Prawiranegara, siswi kelas 1 SMP bertubuh gemoy, namun memiliki wajah rupawan.
Dua orang yang selalu jadi bahan bullyan di sekolah.
Akankah persahabatan mereka abadi saat salahsatu dari mereka menjadi orang terkenal di dunia...
Yuks ikuti kisah Zac dan Senja 🩷🩷
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 : Hancurnya Kesombongan Sam dan Reno
Pagi di Sirkuit Sentul...
Waktu yang telah disepakati Zac dan Sam telah matang. Zac datang sendiri bersama kuda besinya yang ia pacu dengan kecepatan tinggi dari Jakarta Pusat ke area balap Sentul. Di sana Sam dan beberapa genk motornya telah menunggu dengan perlengkapan balap yang sudah melekat di tubuhnya.
Suara deru motor sport meraung keras, debu-debu beterbangan seiring dengan beberapa motor yang sengaja mengikis aspal arena balap dengan meningkatkan level throttle atau tuas gas.
Zac menghela napas dalam, ia tahu pertarungan ini tidak mudah. Tapi demi bisa bertemu Senja sebelum keberangkatannya ke London, ia rela mengikuti aturan main yang Sam buat.
"Zac, mana genk motormu?" tanya Sam.
Zac hanya tersenyum kecut. Dia tidak perlu menang dalam pertarungan kali ini, cukup ikutin aturan main dan dirinya selamat sampai pulang. Sam tidak akan membiarkannya menang, dia sudah menyiapkan joki untuk mengecoh strategi Zac, Sam hanya sedang menyombongkan diri dan ingin menunjukkan taringnya di depan Zac.
"Kapan kita mulai? Waktuku tinggal 60 menit lagi." Zac tidak menghiraukan kesombongan yang dipamerkan rombongan kalangan anak orang kaya itu.
"Sudah tidak sabar rupanya untuk mengalahkan ku?" Sam menyeringai dengan tatapan tajam. "Siapkan Grid girls, kita mulai!" teriak Sam.
Gadis pembawa bendera sudah berdiri di garis start, motor meraung semakin kencang. Hingga hitungan ketiga, Grid girls menjauhi garis start. Motor melesat dengan kecepatan tinggi saling berkejaran meraih posisi. Satu Race telah terlewati, Zac tetap fokus keselamatan dirinya. Ia membiarkan motor lain melampauinya.
Hingga di garis finish, Sam sudah menunggu dengan beberapa joki yang dia sewa untuk mengacaukan strategi Zac. Wajahnya mengeras dengan tatapan menusuk. Ia geram pancingannya tidak membuat Zac berusaha mengalahkannya. Sahabatnya itu terlalu slow untuk menanggapi tantangannya.
Bugh!
Sam memukul lengan Zac dengan keras. Motor Zac sedikit oleng karena serangan mendadak.
"Kamu pikir aku main-main dengan pertandingan ini! Kenapa kamu tidak berusaha mengalahkan ku? Hah!" makinya pada Zac.
"Sudah aku bilang, aku tidak sehebat kamu, Bro! Aku sudah berusaha, kamu tahu motorku tidak terbiasa menari di lantai indah sirkuit ini." Zac berusaha mempermainkan logika Sam.
'Keselamatan kaki emasku jauh lebih penting daripada memenuhi egomu, sobat! Memenuhi egomu sama saja menaburkan garam di sungai berharap menjadi lautan,' gumam Zac dalam hatinya.
Zac mengangkat pergelangan tangannya, "waktuku tidak banyak. Aku tidak ingin Mama dan kedua adikku menungguku dengan cemas di bandara. Aku pamit, sampai jumpa di masa yang akan datang!" Zac melambaikan tangannya ke udara, lalu ia memacu roda duanya menuju bandara Soeta.
Janji telah Zac tunaikan, tapi badai di dada Sam baru saja menerjang. Ia baru saja dikalahkan, bukan di arena sirkuit, tapi egonya yang di hancurkan oleh sikap tenang dan santai Zac. Ia hanya menatap punggung sahabatnya itu dengan perasaan berkecamuk. Kemarahannya tidak berarti lagi, jika pada akhirnya Zac sama sekali tidak terpancing dengan sikap arogansinya. Akhirnya, dengan piala di tangan, ia merasa kalah.
Kekalahan yang menyedihkan.
Harga dirinya terluka, ia menggantung kesombongannya di tiang kematian. Yang paling menyakitkan ia kehilangan sahabatnya entah untuk berapa lama. Tanpa pelukan perpisahan, tanpa tatapan kasih sayang seperti biasa yang Zac berikan.
Sam merenung di pinggir lapangan setelah melemparkan sisa kemarahannya. Ia tertawa miris sambil menggelengkan kepala.
"Aku tidak bisa melepaskan kekagumanku padamu, Zac. Rasa kagum ini semakin kuat. Si*al!!" makinya seraya melempar helm yang tadi menjadi pelindung kepalanya.
Di Bandara Soeta...
Senja bersama mas Jo sudah menunggu kedatangan Zac dan keluarganya. Pagi itu Senja mengenakan dress berwarna maroon, dengan sepatu flatshoes. Syal dati bahan sutra berwarna lembut melingkar di lehernya yang meski gemuk, leher itu jenjang dan indah.
Zac berlari menyongsong Senja, begitu pun Senja berlari ke arah Zac. "Jangan lari Nja, biar aku saja yang menghampirimu!" teriak Zac.
Tubuh mereka bertemu dalam pelukan, Zac mengusap lembut rambut Senja yang bergelombang. Di balik punggung Zac, Senja terisak sendu.
"Aku akan merindukanmu, Ka. Maafkan Papa dan keluargaku."
"Selalu ada hati lapang untuk mereka, Nja. Yang penting kamu tidak akan berpaling dariku."
"Tunggu aku di sana, lulus SMA aku akan membujuk mama agar aku bisa kuliah di London, Ka."
"Kaka akan menantikan kamu, Nja. Kamu jaga diri baik-baik, turuti apapun yang orangtua inginkan, karena itu yang terbaik. Sam... Dia lelaki terbaik yang kamu miliki, jangan bermusuhan dengannya, oke?!"
"Tapi akhir-akhir ini dia menyebalkan!"
"Itu karena dia sayang pada kita, hanya saja egonya terlalu tinggi," ucap Zac menyakinkan.
"Zac, ayo cepat. Pesawat uncle sudah siap menunggu kita berangkat." Kanaya menghampiri dua remaja yang sedang dimabuk asmara.
"Tante, jaga Kak Zac ya, jangan biarkan dia melirik cewek bule di sana," pinta Senja, suaranya manja.
"Iya nanti tante jewer kalau Zac nakal."
Senja melepas syal sutera di lehernya, lalu ia ikatkan di pergelangan tangan Zac beserta gelang berwarna merah. "Anggap saja ini jimat keberuntungan dariku untuk Kak Zac."
Zac merogoh saku celananya, lalu memasangkan cincin emas putih berlambang hati dengan lambang nama mereka berdua, SZ. "Ini jimat pengikat agar tidak ada yang berani melirik, kamu, milik aku. Ada hatiku yang harus kamu jaga di sini,"
"Zac," panggil Kanaya lagi.
Dia gelisah jika tidak segera masuk pesawat. Karena khawatir kepergiannya yang ia sembunyikan dari Reno akan gagal berantakan jika Reno sampai menyusulnya di bandara.
"Nja, Kak Zac pergi ya... " Zac melambaikan tangan pada Senja.
Senja melepas kepergian Zac dengan linangan airmata.
Beberapa bodyguard yang disewa Milo untuk mengawal keluarga Kanaya telah berkerumun untuk menggiring mereka masuk ke pintu khusus, mereka menggunakan pesawat pribadi agar kepergian mereka tidak dapat dilacak Reno.
...***...
Di luar apartemen Reno, dini hari itu, angin berhembus dengan lembut, menyapu kulit wajahnya yang kini tidak lagi terawat. Di wajahnya terlihat gurat lelah dan garis usia semakin banyak menghias matanya. Tangannya menggenggam beberapa foto adegan dewasa antara Meta dengan pilot muda yang konon katanya mantan kekasih Meta sebelum mendekatinya.
"Aku semakin yakin kalau anak yang kamu kandung bukan anakku," gumamnya pelan.
Reno segera menghubungi pengacaranya untuk memindahkan kembali aset yang sudah ia berikan atas nama Meta dan calon anak yang dikandungnya. Ia juga menekankan penolakan gugatan cerai yang dilayangkan Kanaya, tidak akan ada perceraian antara dirinya dengan Kanaya.
Reno menyambar kunci mobilnya untuk kembali ke rumah, berharap kali ini Kanaya sudah pulang setelah mediasi kemarin di kesatuannya.
Sesampainya di rumah mewahnya, Reno tersenyum melihat mobil Kanaya dan motor sport Zac ada di garasi. Ia melangkah dengan percaya diri menaiki anak tangga teras sambil bersiul. Para penjaga yang masih terlelap sampai gelagapan mendapati tuan rumahnya yang sudah beberapa bulan menghilang kini kembali lagi.
"T-tuaan... Maaf saya tidak tahu tuan datang."
Reno menepuk bahu penjaga rumahnya, pak Solikin, dengan lembut, "tidak apa pak, silahkan tidur kembali. Maaf saya mengganggu waktu istirahat bapak."
Reno masuk setelah Solikin membukakan pintu utama. Ia melangkah dengan wajah tenang menuju ruang tidurnya. Akan tetapi kamar itu kosong, gelap dan sunyi.
"Naya, kamu dimana sayang... " panggilnya lembut.
Ia berjalan ke kamar anak-anak. Ketiga kamar anak-anaknya pun kosong. Kepanikan mulai tumbuh, ia melangkah lebar ke setiap ruangan dan sudut rumah. Harapan semakin menipis setelah ia melihat lokasi terakhir, tempat yang paling Kanaya sukai, ruang baca milik mereka berdua, itu juga kosong. Kakinya mulai goyah, langkahnya semakin tak terarah sampai ia hampir terjungkal tersandung karpet yang terlipat tak sengaja.
"Naya, kamu dimana!" teriaknya.
Solikin memberanikan diri masuk ke dalam setelah mendengar Reno berteriak memanggil istri dan anak-anaknya. Ia menatap majikannya yang berlarian kesana kemari tanpa arah mencari keluarganya dengan perasaan iba.
"Tuan," panggilnya pelan. "Nyonya... Tidak pernah kembali sejak kejadian hari itu."
"Bagaimana bisa! Mobilnya ada di sini, motor Zac juga ada di sini, mereka sembunyi dimana?" tanyanya seperti orang linglung.
"Tadi, orang suruhan ibu yang mengantarkan kendaraan ke rumah ini."
"Kamu tidak bohong kan Solikin? Lalu mereka pergi kemana? Apa mereka mengatakan sesuatu?"
"Tuan, ibu sudah memberi saya dan para pembantu di sini pesangon untuk pulang kampung. Ibu juga membelikan kami semua sebidang tanah untuk bekal kami bercocok tanam setelah tidak bekerja lagi di sini. Kami hanya sedang menunggu tuan untuk berpamitan dan memberikan kunci rumah." Solikin menyodorkan seikat kunci rumah pada Reno.
"Apa-apaan ini! Di sini aku kepala rumah tangga, aku yang punya kuasa untuk memberhentikan kalian!"
"Maaf tuan, jika bukan ibu nyonya rumah di istana ini. Kami semua ijin berhenti bekerja tuan. Ibu sudah menganggap kami keluarganya, tanpa ibu di sini rumah terasa sunyi, hati kami ikut sedih. Lagi pula ancaman istri muda tuan akan memecat kami. Lebih baik kami lebih dulu mengundurkan diri."
"Istri muda? Siapa yang punya istri muda! Dia bukan istriku. Kamu Solikin, tidak saya ijinkan keluar dari rumah ini!" bentak Reno
"Maaf tuan, saya tidak bisa. Istri saya sakit-sakitan di kampung. Saya undur diri tuan." setelah membungkuk sedikit Solikin membalik badan dan meninggalkan Reno sendirian di rumah.
"Aarrghkk !!" teriak Reno sambil membanting barang-barang untuk melampiaskan amarahnya.
jalan masih panjang, raih mimpi sampai sukses ❤🤗
,, Zac dan Sam fokus menjalin persahabatan dulu yaa, biar makin klop 😚❤
,, gk mau coba tengok k Dee 👉👈 👉👈