Jade baru saja kehilangan bayinya. Namun, suaminya malah tega memintanya untuk menjadi ibu susu bagi bayi Bos-nya.
Bos suaminya, merupakan seorang pria yang dingin, menjadi ayah tunggal untuk bayi laki-laki yang baru berusia tiga bulan.
Setiap tetes ASI yang mengalir dari tubuhnya, menciptakan ikatan aneh antara dirinya dengan bayi yang bukan darah dagingnya. Lebih berbahaya lagi, perhatian sang bos perlahan beralih pada dirinya.
Di tengah luka kehilangan, tekanan dari suaminya yang egois, dan tatapan intens dari pria kaya yang merupakan ayah sang bayi, Jade merasa terperangkap pada pusaran rahasia perasaan terlarang.
Mampukah Jade hanya bertahan sebagai ibu susu? Atau hatinya akan jatuh pada bayi dan ayahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenaBintang , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MEMUASKANKU
Mendengar suara Adriano yang begitu nyaring, Maximo langsung terbangun. "Mommy." Suaranya terdengar serak.
Jade segera menghampiri anak itu. "Tidur lagi, Sayang." Sambil dia mengusap lembut kepala anak itu, dan menepuk pelan bokongnya.
Adriano mengusap kasar wajahnya. Helaan nafasnya terdengar berat saat dia menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa.
"Sial!" gumamnya. "Aku jadi marah pada Jade gara-gara jalang itu!"
Setelah Maximo terlelap lagi, Jade menghampiri Adriano dan duduk di hadapan pria itu tanpa sedikitpun rasa takut.
"Tuan, aku tidak menerima hadiah dari istrimu. Dia sendiri yang meletakkannya, dan pergi begitu saja. Aku sudah berusaha menolak, tapi dia menangis," jelas Jade.
Adriano mengangguk. "Ya, sudah pasti dia akan seperti itu. Dia sangat pandai menciptakan drama murahan."
Jade terkekeh pelan. Entah apa yang lucu. Bahkan, Adriano sedikit jengkel mendengar kekehan pelan yang seolah sedang mengejek.
"Apa yang kau tertawakan?" tanya Adriano.
"Aku tertawa saat kau bicara tentang drama, Tuan. Jangan-jangan karena dramanya, kau terjebak pernikahan seperti ini dengannya," jawab Jade.
Adriano terlihat jengkel, tapi dia tahu apa yang Jade katakan benar. Memang awalnya dia tertipu dengan topeng yang dikenakan oleh Catarina.
"Menurutmu apa aku sangat bodoh?" tanya Adriano serius..
"Tidak," jawab Jade. "Kau hanya terlalu cinta."
Adriano mendesah kasar. Lalu ia tertawa. "Benar, itulah kebodohanku. Aku terlalu cinta, dan aku jadi bodoh. Sebenarnya aku bodoh, kan?"
"Bukan hanya kau saja, Tuan. Aku pun pernah jadi bodoh. Aku punya pekerjaan, tetapi aku malah menikah, dan hidup dengan pria gila seperti Eric," ucap Jade serius. "Tapi, aku berpikir lagi, aku mengatakan pada diriku sendiri bahwa aku tidak bodoh. Aku yang terlalu cinta, dan Eric yang bodoh karena telah sia-siakan semua yang aku lakukan." Dia berhenti sejenak, menatap Adriano dengan tatapan yang dalam. "Jadi, Tuan Adriano, kau tidak bodoh. Cintamu tulus pada Nyonya Catarina. Yang bodoh di sini adalah istri yang telah sia-siakan dirimu."
Adriano tertawa kecil. "Terima kasih telah menghiburku, Jade. Kata-katamu sedikit membuatku merasa lebih baik dari sebelumnya, dan aku minta maaf sudah membentakmu."
"Wajar kau marah, Tuan. Aku juga sudah tahu kau pasti akan marah," sahut Jade. "Aku tidak takut juga dengan amarahmu, karena aku tidak salah dalam hal ini."
Adriano mengangguk pelan. "Ya, aku juga bukan marah padamu. Aku hanya marah karena wanita itu datang."
"Sebaiknya Tuan pikirkan cara supaya wanita itu tidak datang. Aku tidak mau disalahkan karena dia sering datang kemari," kata Jade. "Lagipula, Tuan juga pasti masih cinta, sehingga tidak menceraikannya."
Adriano tampak tidak terima saat Jade bilang dirinya masih mencintai Catarina. "Hey, jangan asal bicara, memangnya kau tahu apa yang hatiku rasakan? Kau bilang aku masih cinta? Aku rasanya ingin melenyapkannya." Dia menjeda untuk menghela nafasnya. "Kau tidak saja aku sangat muak masih menyandang status sebagai suaminya."
"Tapi dia masih mencintaimu, Tuan. Dia berharap kalian bisa kembali menjadi keluarga kecil yang bahagia."
Adriano langsung bergidik ngeri. "Sudah, Jade. Jangan bicara yang bisa membuatku merinding seperti ini. Aku bahkan tak sudi untuk hidup bersamanya lagi."
Namun, bukannya berhenti, Jade memanfaatkan momen ini untuk mengejek Adriano. "Tuan jangan lupa, kalian pernah menghasilkan Maximo."
Adriano berdecak kesal. "Kau sengaja mengejek aku sekarang, hah!?" Dia langsung melototi Jade. "Bagaimana denganmu, hah? Sepertinya Eric masih mencintaimu, dia bahkan sering mengacaukan pekerjaanku, alasannya karena aku telah merebutmu darinya."
Jade langsung tertawa terbahak-bahak. "Ya, ampun," katanya setelah tawanya berhenti. "Dia bukan masih mencintaiku, dia hanya tidak rela jika aku berpisah darinya. Dia pikir aku bisa selalu disiksa. Nyatanya aku melawan."
Adriano berdecih. "Kalau begitu katakan padanya untuk berhenti mengacaukan pekerjaanku. Aku sudah muak. Jika tidak, aku bisa saja menghabisinya."
"Habisi saja dia, Tuan," sahut Jade. "Untuk apa ada pria seperti itu di dunia ini. Lebih baik orang sepertinya mati, bukan?"
Adriano sedikit terkejut mendengar ucapan Jade. "Kau mau Eric mati??"
Jade mengangguk. "Tentu. Lebih baik orang seperti dia segera hilang dari muka bumi. Sampah dunia jangan dibiarkan hidup terlalu lama."
Jade tersenyum kecil. "Tuan marah? Kalau marah bisanya tanda masih cinta," katanya dengan nada mengejek. "Akui saja Tuan. Pasti masih cinta, kan?"
Adriano mendengus pelan. "Sepertinya kau senang sekali mengejek aku, Jade."
"Ya," jawab Jade. "Kau sangat lucu ketika digoda seperti itu."
"Harusnya kau menggodaku dengan cara lain," balas Adriano.
Jade mengangkat sebelah alisnya. "Cara lain seperti apa, Tuan??"
Adriano tak langsung menjawab. Pria itu berdiri dari duduknya, lalu berjalan mendekati Jade. Ia berhenti tepat di hadapan wanita itu.
"Cara lain seperti memuaskanku," bisik pria itu.
...****************...
gilaaaa godaan nya 🤭🤭🤭
ah gemes akuuuuuu..
untuk author, semangat terus nulisnya author kesayangan ❤️
jgn sampai Mak lampir itu merusak kebahagiaan mereka