NovelToon NovelToon
Bodyguard Om Hyper

Bodyguard Om Hyper

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Pengawal / Bercocok tanam / Romantis / Model / Playboy
Popularitas:19.3k
Nilai: 5
Nama Author: Pannery

"Lepasin om! Badan gue kecil, nanti kalau gue penyet gimana?!"

"Tidak sebelum kamu membantuku, ini berdiri gara-gara kamu ya."

Gissele seorang model cantik, blasteran, seksi mampus, dan populer sering diganggu oleh banyak pria. Demi keamanan Gissele, ayahnya mengutus seorang teman dari Italia untuk menjadi bodyguard.

Federico seorang pria matang yang sudah berumur harus tejebak bersama gadis remaja yang selalu menentangnya.

Bagaimana jadinya jika Om Hyper bertemu dengan Model Cantik anti pria?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pannery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Luka ringan

"Tuan muda!"

Bodyguard Dion yang sejak tadi berdiri siaga langsung bersiap maju saat tuannya ditinju.

Namun Dion, dengan satu tangan yang kini memegangi rahangnya yang membiru, mengangkat tangan untuk menghentikannya. “Udah, nggak apa-apa…”

Dion membetulkan letak rahangnya yang jelas sudah mulai memar. “Sial…” gumamnya pelan.

Gissele yang sejak tadi terbakar amarah, malah tak bisa menahan tawa. Tawanya pecah, keras, dan penuh ejekan. “Hahaha! Baru juga nginjek rumah gue udah benjol aja!”

Wajah Dion semakin memerah, entah karna malu, marah, atau nyeri.

Tanpa bisa menahan ego, ia melangkah maju seolah ingin membalas, tapi belum sempat menyentuh Federico—tangannya sudah dipelintir dengan satu gerakan cepat.

“Aakh! Aduuuh… sakit!” Rintih Dion, membungkuk, tapi tak bisa melepaskan diri.

“Nona, Anda ingin saya patahkan tangannya atau cukup saya seret keluar seperti tikus got?” Tanya Federico berusaha tenang tapi ada nada sinis dalam ucapannya.

Gissele menghela napas malas, tangannya melambai kecil, “Cukup usir dia aja, Om. Bikin kotor rumah gue.”

“Dengan senang hati,” gumam Federico sebelum menyeret Dion ke luar rumah seperti karung beras.

Namun bodyguard Dion tampaknya tak semudah itu menyerah. Begitu Federico berbalik, pria berset jas itu berusaha menyerang dari samping—secepat kilat, ia mengayunkan pisau kecil ke arah Federico.

"Jangan apa-apakan Tuan Muda!"

Tajamnya logam sempat menggores lengan kiri Federico, membuat pria itu menyeringai dan menyingkir ke samping, lalu...

BRUKK!!

Dengan satu gerakan memutar, Federico menendang Dion kembali ke arah bodyguard-nya hingga mereka berdua terjatuh bersamaan.

“Konyol sekali kalian,” gumamnya dingin lalu mengambil bunga yang dibawa Dion dan melemparkannya pada wajah lelaki yang tergeletak itu.

Dion, dengan tubuh kusut dan rahang memar, akhirnya menyerah. “Ayo pergi!” Bentaknya pada bodyguard-nya.

Mereka pun pergi dengan terhuyung, meninggalkan udara panas dan kegaduhan yang mulai mereda.

Gissele yang sedari tadi berdiri dengan tangan bersedekap mendesah pelan. Tapi pandangannya langsung tertuju pada bagian lengan kiri Federico.

Ada noda merah samar di sana, terlihat seperti goresan luka. “Om…” Gumamnya pelan sambil mendekat. “Om luka, ya?”

Federico menatap Gissele sekilas, lalu tersenyum tenang meski ada sedikit denyut di lengannya. “Nggak masalah, Nona. Ini cuma luka ringan.”

“Luka ringan kata Om nggak masalah? Hih bisa infeksi tau.” Suara Gissele langsung naik, tangannya menyentuh bagian lengan Federico yang terluka itu.

Sentuhan Gissele yang hangat dan pelan, cukup membuat pria itu terdiam.

“Sini gue obatin, bahaya kalau infeksi.” Ucap Gissele tanpa memberi ruang untuk bantahan. "Tunggu di sofa sana." Pinta Gissele dan Federico menurut saja.

Gadis itu pun berbalik, mengambil kotak P3K dari lemari, membuka alkohol dan perban, lalu mulai membersihkan luka Federico dengan hati-hati.

Beberapa pembantu rumah yang tadi ketakutan kini mengintip dari balik dinding dan tangga.

“Aduh, romantis banget itu,” bisik salah satu dari mereka.

Gissele yang sadar langsung mengernyit, “Ih.. Bibi-bibi, diam, sana! Jangan ganggu!” Sergah Gissele cepat, membuat para pembantu itu tersipu dan buru-buru kembali ke dapur.

Kini ruangan itu hanya milik mereka berdua. “Jangan anggep sepele luka kecil,” gumam Gissele sambil mengoles salep dengan jari telunjuknya yang mungil.

Federico menatap wajah gadis itu yang serius—alisnya mengernyit sedikit, bibirnya mengerucut pelan karena konsentrasi. Dan lagi-lagi… pria itu merasa sesuatu dalam dirinya bergetar.

Gissele menggerutu pelan sambil menutup kembali kotak P3K. “Terus juga, lain kali kalau lawan bawa senjata tajam dan dirasa nggak kuat, ya mundur aja. Jangan sok jago.”

Federico terkekeh ringan. “Mana bisa begitu, Nona? Saya ingin Nona yang selamat. Lebih baik saya yang terluka.”

Gissele langsung memencet pelan bagian lukanya, membuat Federico sedikit meringis.

“Bukan begitu maksudnya,” gumam Gissele, lalu menghela napas. “Ya, kalau dirasa nggak kuat, nggak apa-apa mundur. Tetep lindungin gue tapi, jangan sampe luka juga.”

Federico tersenyum lembut, lalu menatap gadis itu dengan ekspresi nakal.

“Apakah Nona mengkhawatirkan saya?” Godanya.

“Khawatir? Apanya sih… Diomongin bener juga,” Gissele langsung membuang muka, pipinya mulai memerah. “Huuu mikirnya aneh-aneh aja.”

Setelah selesai membalut luka dan menempelkan plester, Gissele menepuk-nepuk ringan lengan Federico. “Udah selesai tuh.”

Federico melirik plester di lengannya dan tertawa pelan. Plester itu berwarna pink dengan motif bunga, sontak Federico langsung tertawa.

“Lucu juga, tapi saya rasa... ada yang kurang.”

Gissele mengernyit bingung. “Kurang apaan?”

Tanpa memberi jawaban, Federico mendekat pelan dan tiba-tiba mengecup pipi Gissele dengan lembut.

Cup.

Gissele menganga, tangannya refleks memegangi pipinya yang barusan dicium.

“IH! OM! NGAPAIN SIH!” Teriaknya, kaget dan malu bersamaan. “KEBIASAAN DEH ASAL CIUM-CIUM AJA!! INI DIRUMAH IH..”

Federico tertawa keras, bahunya naik turun menahan geli. “Itu… yang kurang. Kurang ciuman,” jawabnya ringan.

Gissele melempar tatapan maut padanya, tapi pipinya masih merona merah muda.

“Kurang ajar,” gumamnya, tapi tidak benar-benar marah. Dalam hatinya… jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya.

"Apa Nona mau lagi?" Tanya Federico kembali.

Dirasa mulai panas, Gissele lalu bangkit. "Udah ah gue mau mandi, gerah."

Setelah kejadian itu, Gissele melangkah menuju kamar mandi di kamarnya. Tubuhnya masih terasa panas, bukan karena demam, tapi karena rasa gugup yang belum surut sejak Federico menciumnya.

Gissele mengambil handuk lalu membuka shower air dingin. Air itu membiarkannya mengalir deras membasahi tubuh cantiknya.

Gissele sendiri memejamkan mata, mencoba menenangkan pikirannya yang masih berisik.

“Aduh, kenapa sih jantung gue deg-degan banget…” Gumamnya lirih, sembari menyiramkan air ke wajah.

Butiran air menetes pelan di sepanjang lehernya, membasahi helaian rambut yang mulai menempel di bahunya.

Gissele mengambil sabun dan mulai menggosok tubuhnya perlahan, berharap semua kecanggungan, emosi, dan kebingungan ikut luruh bersama air yang mengalir.

Beberapa menit kemudian, setelah merasa cukup tenang, ia mematikan shower, meraih handuk, dan membungkus tubuhnya.

Rambutnya masih meneteskan air ketika ia berjalan pelan keluar dari kamar mandi, kedua tangannya memeluk dada, memastikan handuknya tidak melorot.

“Baju… baju…” Ia menuju lemari pakaiannya sambil mengacak-acak laci.

Belum sempat ia memilih pakaian dalam, pintu kamar mendadak terbuka.

“Nona—ini Ayahmu telepon—”

“AAAKK!!”

Gissele memekik kencang. Matanya membelalak ketika melihat Federico berdiri di ambang pintu, membeku dengan ponsel di tangan.

Seketika ia menunduk refleks, memeluk tubuhnya lebih erat dengan handuk yang nyaris melorot. Wajahnya merah padam dan tidak berani melihat ke Federico.

Federico pun sama terkejutnya, namun alih-alih panik, ia dengan cepat membalikkan badan dan menutup pintu sambil meludah napas pelan, jelas-jelas gugup sendiri.

“Maaf! Maaf, saya kira Nona sudah… astaga…”

Di balik pintu, Gissele masih terpaku di tempatnya, jantungnya berpacu gila-gilaan.

“OM KETOK DULU NGAPA!!” Bentak Gissele dari dalam.

Di luar kamar, Federico bersandar ke dinding, menutup wajahnya dengan telapak tangan.

“Oh Fuck, she's so sexy..” Gumamnya pelan dengan ekspresi penuh penyesalan—dan wajah memerah yang tak bisa ia sembunyikan.

Bagaimana bisa pemandangan itu dilupakan Federico. Walau hanya sekilas, hal itu membuat Federico bangkit, bagian dirinya bahkan selalu bangkit ketika memikirkan Gissele.

"Ah not again.." Dan benar saja pusaka kebanggaannya kembali menegak dan nafas Federico terus memberat.

"Fuck, i want to kiss her so bad."

1
Rizki Septina
bagus ,, lanjut up min . banyakin episode
Nona Sifa
heehee mau nya si om di keluarin
Elmi Varida
wkwkwkkkk...🤣🤣salah sasaran si Federico🤣🤣
Dyah Rahmawati
lanjuut😘
Dyah Rahmawati
giseel ...ooh giseel 😘😘😀
..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!