Mengetahui kebenaran identitasnya sebagai anak angkat, tak membuat perempuan berumur 18 tahun itu bergeming. Bahkan kematian ibu angkat dan ayah angkat yang mengusirnya dari rumah, tidak membuatnya membenci mereka. Arumi Maharani, gadis lulusan SMA yang dibesarkan di keluarga patriaki itu memilih mencari jati dirinya. “Aku tunanganmu. Maafkan aku yang tidak mengenalimu lebih awal.” Izqian Aksa. Siapa Izkian Aksa? Bagaimana Arumi menjalani kehidupan selanjutnya? Dan akankah pencariannya mendapatkan hasil? Haloo semuanya… ketemu lagi dengan author.. semoga semua pembaca suka dengan karya baru author…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Izin Menginap
“Bagaimana jika aku ingin mengunjungi mereka?” tanya Arumi yang seketika mengejutkan semua orang.
Aksa yang sedari tadi hanya diam memberikan waktu untuk Arumi dan Ramlan, tidak habis pikir dengan pertanyaan Arumi begitu juga dengan Karina.
Ramlan juga tak kalah terkejut. Arumi telah mendengar ceritanya, tetapi masih ingin mengunjungi ibu dan adik-adiknya. Ia sebelumnya mengira jika Arumi akan menerima keadaan. Apakah ia tidak salah dengar?
“Kamu tidak perlu mengunjungi mereka jika kamu tidak ingin. Aku tahu berat bagimu untuk bertemu dengan orang yang tidak menganggapmu ada.” Jawab Ramlan.
“Aku ingin mengunjungi mereka meskipun mereka tidak menganggapku ada, Kang. Aku hanya ingin tahu keadaan mereka.”
“Jika itu maumu, aku akan mengabulkannya. Dari sini, mungkin sekitar satu jam setengah.” Ramlan mengalah.
Arumi mengangguk. Berhubung waktu sudah mendekati makan siang, Arumi meminta Ramlan dan yang lain untuk istirahat sebentar. Ia ke dapur untuk memasak. kebetulan ia masih memiliki telur.
Untuk sayur, Arumi mengambil pokcoy di belakang dan memasaknya bersama dengan mie instan. Ia yang tidak punya persediaan di dalam kulkas, hanya bisa mengandalkan tanamannya dan bahan seadanya.
Karina yang mengikuti Arumi membantunya memotong pokcoy dan mencucinya. Sementara itu, Ramlan dan Aksa yang masih di ruang tamu memulai obrolan antara laki-laki.
“Apa kamu sungguh-sungguh ingin mendekati Arumi?” tanya Ramlan.
“Iya, Pak.”
“Panggil Kang saja seperti Arumi!”
“Iya, Kang. Saya serius ingin memperistri Arumi.”
“Kamu sudah tahu masa lalu Arumi, apa kamu tidak keberatan?”
“Tidak sama sekali. Saya menerima Arumi apa adanya dia.”
“Aku merestuimu. Tetapi jika kamu sampai membuatnya menangis, aku tidak akan memaafkanmu.”
“Saya berjanji akan memperlakukan Arumi dengan baik, Kang.”
“Kapan kalian akan meresmikannya?”
“Saya ikut keputusan Arumi. Mungkin setelah Arumi menyelesaikan urusannya.” Ramlan mengangguk.
Pandangannya menerawang jauh ke luar rumah. Arumi, adik yang selama ini ia rindukan ingin bertemu dengan keluarganya. Bagaimana caranya menjelaskan kehadiran Arumi nanti?
Alasan Arumi diberikan kepada Umi Im adalah kondisi keluarga yang tidak baik saat itu. Tetapi adik-adiknya hanya tahu kalau Arumi telah tiada dan kehadiran adik bungsunya, tentu akan menyakiti hati Arumi karena emaknya sangat memanjakan si bungsu.
Belum lagi kerumitan rumah tangga adik-adiknya, Ramlan tidak tahu apakah menuruti permintaan Arumi adalah keputusan yang benar.
Tak lama kemudian, Arumi dan Karina menyajikan makanan di ruang tamu. Menu yang disajikan Arumi sangatlah sederhana. Telur dadar dengan daun bawang, mie goreng dengan sayur pokcoy dan sambal kentang.
Meskipun masakan sederhana, makan siang itu terasa sangat nikmat karena Arumi bisa makan bersama dengan kakak kandungnya begitu juga dengan Ramlan. Aksa tak kalah menikmati karena masakan Arumi sudah masuk ke dalam makanan favoritnya.
Selesai makan, Aksa dan Ramlan pergi ke masjid untuk sholat dzuhur berjamaah sedangkan Arumi dan Karina mengerjakannya berdua di rumah.
“Apa mau pulang sekarang, Kak?” tanya Karina saat Aksa kembali dari masjid.
“Apa bisa besok saja?” Arka balik bertanya membuat Karina memutar bola matanya.
Tentu Karina bisa menebak apa yang akan dilakukan kakak sepupunya mengundur kepulangan. Karina hanya bisa menghembuskan nafas dalam tanda ia setuju. Lagi pula besok adalah tanggal merah, sekolah libur.
“Dasar bucin!” batin Karina.
“Kang, apakah boleh kami menginap mala mini? Besok saya bisa mengantarkan Kang Ramlan dan Arumi ke Kota Tuak.”
“Aku tidak bisa memutuskan. Arumi seorang gadis yang tinggal sendiri disini. Kalau ada yang menginap, tentu harus melapor ke RT lebih dulu. Apalagi kalian bukan muhrim.” Aksa mengangguk mengerti.
“Dimana rumah RTnya, saya akan melapor.”
“Ayo ikut!” ajak Ramlan.
Aksa mengangguk dan mengikuti Ramlan yang berjalan menyebrangi jalan. Arumi yang baru keluar dari dapur dengan es teh di nampan bingung karena hanya Karina yang ada di runag tamu, padahal ia ada mendengar suara Ramlan dan Aksa.
“Mereka pergi ke rumah RT, Kak.” Kata Karina tanpa ditanya.
“Untuk apa?”
“Mau melapor karena Kak Aksa mau menginap. Katanya besok mau mengantar ke Kota Tuak.”
“Kenapa kamu membiarkannya? Aku tidak mau merepotinya.”
“Tenang saja, Kak. Tidak merepotkan.”
“Tentu saja merepotkan. Kamu dan Kak Aksa sudah membantuku mencari Kang Ramlan sebelumnya dan hari ini kalian mengantarkan aku sampai rumah. Kalau mengantarku untuk bertemu keluargaku lagi, bagaimana aku membalas kalian?” tanya Arumi yang merasa sungkan.
“Kakak tidak perlu membalasnya! Bukankah ini bisa dihitung sebagai usaha Kak Aksa meluluhkan hati Kakak?” pertanyaan Karina membuat Arumi tersipu.
Jika Karina tidak mengingatkannya, Arumi bisa lupa kalau Aksa sedang mendekatinya. Rasa nyaman yang diberikan Aksa, membuat Arumi merasakan kasih sayang seorang saudara dibandingkan dengan lawan jenis.
Tetapi tidak mungkin Aksa mau menganggap Arumi sebagai adiknya? Arumi menggelengkan kepalanya. Sepertinya, ia harus mulai memikirkan hubungan lawan jenis.
Karina yang mengantuk, izin untuk tidur dan Arumi menyuruhnya untuk beristirahat di kamarnya sementara dirinya membersihkan dua kamar lainnya.
Di sisi lain.
“Kalau kamu yang menginap di rumah Arumi aku tidak masalah karena kalian saudara kandung. Tetapi untuk Nak Aksa, saya tidak bisa mengizinkannya karena bukan muhrim.” Kata Arifin setelah mendengar maksud kedatangan Ramlan dan Aksa.
“Pak Kades tidak usah khawatir. Ada saya yang menjaga Arumi, saya pastikan Aksa tidak akan bisa melakukan apapun. Lagi pula dia tidak sendirian, dia membawa adik perempuan bersamanya.” Kata Ramlan.
“Baiklah, kalau kamu berkata seperti itu. Aku mengizinkannya. Tetapi yang namanya manusia, aku tidak bisa mengendalikan jika saja ada yang membuat masalah karena hal ini.”
“Tidak masalah. Jika berjodoh, mereka akan menikah.” Arifin mengangguk.
Obrolan mereka kini beralih kepada Aksa sebagai pusat. Baik Arifin dan Ramlan sama-sama mengorek informasi seperti apa Aksa sebenarnya.
Diapit dua orang yang sedang mencari tahu dirinya, Aksa tidak merasa keberatan. Ia menjawab setiap pertanyaan dengan tenang dan jujur.
Ramlan dan Arifin yang sudah menganggap Arumi bagian dari mereka, ingin memastikan Aksa bisa dipercaya dan tidak akan merugikan Arumi. tentu saja mereka tidak akan memaksa jika keduanya tidak berjodoh kelak.
Aksa menghembuskan nafas lega setelah Ramlan dan Arifin puas dengan jawabannya. Mereka akhirnya menikmati singkong goreng bersama dan membicarakan hal-hal yang ringan.
.
.
.
.
.
Halloo semuanya... Akhirnya author bisa up 2 bab malam ini... Selamat membaca...