Seira Adam Hanida adalah Ayi Mahogra atau Ratunya Kharisma Jagat yang harus memimpin pasukan kharisma jagat di zaman modern untuk melawan Bagaskara yang menggunakan makhluk ghaib untuk mengendalikan manusia agar menyembah iblis yang dia sembah.
Untuk melawan balik, Bagaskara hendak menculik anak kedua Ayi dan menggunakannya agar bisa mewujudkan kutukan kuno, kutukan itu adalah, setiap Ayi Mahogra atau ratunya kharisma jagat, kerajaannya akan runtuh digulingkan oleh anak perempuannya sendiri. Karena itu Ayi Mahogra meminta suaminya Malik Rainan dan juga pasukan kharisma jagat membawa kabur anaknya agar selamat dari penculikan dan dia bisa menjaga umat manusia dan kerajaannya dari serangan Bagaskara.
Selama proses pelarian ini, Malik dan pasukan kharisma jagat menemui banyak kesulitan karena serangan dari Bagaskara dan pasukannya, lalu apakah mereka berhasil melindungi anak perempuan Ayi Mahogra atau dia akan menjadi anak yang terkutuk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muka Kanvas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 6 : Mada 3
Malik sibuk dengan bambunya, dia terus memotong bambu dengan ukruan yang sama agar bisa disejajarkan hingga menjadi pagar sederhaan di pekarangan belakang rumah Mada.
Mada keluar membawa segelas air yang diberi sirup jeruk, dia juga membawa teko yang terbuat dari beling dengan ukuran sedang tanpa nampan.
“Malik, ini airnya bisa kamu minum kalau haus ya, aku juga udah buat nasi goreng, setelah selesai makan ya.” Mada berbicara pada Malik, dia menaruh minumannya pada mejad kecil di sana, meja yang berisi beberapa pot di atasnya, tapi masih ada ruang kosong untuk menaruh teko dan gelas.
“Tidak perlu, aku sudah makan nasi udukmu tadi pagi, cukuplah.” Malik, menolak dengan halus.
“Oh begitu, nasi udukku enak tidak?” Mada malah duduk di sana, duduk di bangku kecil, menghadap Malik, di bawah sinar matahari sore, wajah Mada terlihat sangat berkilau karena aslinya dia memang cantik, wajah cantik perempuan desa yang berusaha untuk terlihat modern dengan dandanan norak.
“Terima kasih,” Malik tidak bisa bilan itu enak karena tidak ingin Mada merasa tinggi hati, tapi tidak sopan juga bilang tidak enak, itu juga kebohongan.
“Malik, kau rindu istrimu tidak?” Mada tiba-tiba berbicara lebih pribadi.
“Rindu, tentu saja.” Malik masih fokus pada batang-batang bambu itu.
“Kenapa kau biarkan dia bekerja jauh?” Mada bertanya lagi.
“Karena memang ada kesempatan untuk dia bekerja jauh, itu baik untuk kami semua.”
“Kau percaya padanya? Maksudku, bisa saja kan kalau dia di sana mungkin butuh kehangatan juga?” Malik tertawa mendengar Mada berkata seperti itu.
“Aku percaya padanya, dia bukan wanita yang suka menggoda, mendapatkannya saja sudah sulit sekali, lalu bagaimana mungkin aku tidak percaya padanya?”
“Wajahny menjadi lebih ramah jika berbicara tentangnya, apa kau tidak ragu sedikit pun padanya? Kan bisa saja dia di sana ….”
“Jangan berbicara sembarangan Mada, kau tidak tahu masalah orang berbeda-beda, jadi hati-hati dengan mulutmu, aku tidak suka kalau ada orang yang menghina istriku.” Malik lalu hendak pergi, tapi dua tiba-tiba jatuh tak sadarkan diri, tepat di kaki Mada.
Malik lemas, dia menatap Mada dengan tatapan bingung, dia tak paham kenapa tubuhnya tak bisa bergerak.
Mada lalu berjongkok memastikan bubuk yang dia sebar di bambu-bambu itu sudah bereaksi pada tubuh Malik.
“Malik, semua anggotamu itu sungguh hebat, aku tahu itu, jadi mana mungkin aku menggunakan teknik ilmu ghaib pada kalian, pasti langsung ketahuan, maka aku menggunakan cara paling konvensional, aku menabur serbuk ketamin di bambu-bambu itu, sejak tadi kau terus menghirupnya dan sekarang lemas, kalau manusia biasa harusnya pingsan karena dosisnya sangat tinggi, Malik, mudah sekali mengelabui kalian semua.”
Mada menarik Malik dengan satu tangan saja, lalu menaruhnya di kamar, kamar yang semuanya berwarna hitam, Mada membuka pakaian, keluar dari kamar dan kembali lagi ke sana, dia memabwa sebaskom air hangat dan handuk yang lembut.
“Kalian terlalu banyak digempur oleh hal-hal ghaib tapi sekarang dengan mudah jatuh hanya oleh serbuk Ketamin, kalian pikir pasti aku hanyalah wanita desa centil yang ingin menggoda para lelaki, kalian hanya terus mendeteksi hal ghaib yang aku berikan, kalian lupa kalau cara-cara konvensional bisa saja lebih ampuh, dasar bodoh.” Mada selesai mengelap wajah Malik, sekarang dia hendak mengelap dadanya, dada itu sungguh bidang, tapi ada beberapa jahitan, ya tentu, tubuh itu terlalu banyak bertarung.
Malik masih sadar, tapi dia tak bisa bergerak karena lemas, serbuk ketamin yang digunakan Mada pastilah menggunakan ketamin murni, gadis ini sungguh licik.
Mada terus mengelap tubuh Malik, dia bahkan membuka celana Malik dan menggantinya dengan celana lain yang bersih, rupanya Mada mengganti pakaian Malik karena kotor akibat serbuk bambu dan tentu saja serbuk ketamin.
“Sudah bersih Malik, sekarang kau tidurlah, nanti aku akan menyuapimu untuk makan sementara itu kau akan kuikat dulu ya.” Mada lalu mengikat Malik dengan rantai, setelahnya dia mencium pipi Malik, itu membuat Malik jijik, dia bahkan mengeluarkan air mata karena jijik dengan sentuhan Mada.
Mada keluar dari rumah itu dan kembali ke rumah Malik.
Alisha membukakan pintu, semua orang sudah berkumpul tapi tak semua di ruang tamu, hanya para gadis di sana.
“Malik kemana? Kok belum selesai mengerjakan bambunya dia sudah tak ada?” Mada bertanya sambil memainkan rambutnya.
“Apa maksudmu kakakku tak ada? Bukankah terakhir kau membawanya ke rumah?” Alisha marah, dia kesal karena tiba-tiba Mada ke rumah ini dan bertanya soal Malik, itu aneh.
“Ya, aku tidak tahu, aku memang membawanya ke rumah, tapi aku sibuk di dalam rumah, kau tahulah, aku mengurus ibuku yang sakit, dia masih ada siang tadi, lalu aku sibuk menyuapi ibuku makan siang, saat akan menawarinya makan, dia tiba-tiba hilang, kupikir dia pulang untuk makan siang, tapi sampai sore begini dia tak pulang juga, kemana dia?” Mada bertanya lagi dengan wajah yang sok khawatir, tapi tangannya masih memilin rambut, khas wanita penggoda.
“Mada, nanti kalau kak Malik sudah pulang, aku akan membantunya membuatkan pagar ya, tapi sekarang kau pulanglah, mungkin dia tadi pergi ke pasar karena ada yang kurang untuk membuat pagar bambu itu, tapi enggan berbicara padamu makanya dia membeli sendiri, kakakku itu memang orang yang pendiam, jadi kamu tenang saja ya.” Adit meminta Mada pulang, sedang Alisha sudah sangat geram, tapi Alka terus memegang tangannya agar tidak menghajar Mada.
Mada pulang dengan perasaan yang senang, karena malam ini hingga entah kapan, Malik akan menjadi miliknya.
“Aku tidak merasakan energinya, Mada benar, kakak tidak ada.” Malik berkata setelah Mada pergi, sedang para wanita wajahnya menegang, karena mereka juga tak merasakan energi Malik.
“Apa kalian percaya Mada? Maksudku Mada bukan orang yang bisa kita lepas begitu saja, dia bisa juga jadi tersangka dari hilangnya kakak, maksudku ….” Alisha kesal, tujuan dia memang ingin menghajar Mada.
“Tidak, jangan gegabah, bagaimana mungkin Mada menjadi tersangka sementara energi kakak saja tidak terdeteksi!” Alka mengingatkan Alisha.
“Bisa saja dia magerin rumahnya agar energi kakak nggak kerasa! Udah deh, jangan ragu, serang aja dulu rumahnya!” Alisha sungguh tidak bisa menahan diri.
“Cha, udah, kamu istirahat ya, kamu kecapean tuh.” Hartino menarik istrinya, dia tidak ingin istrinya gegabah, masa mau main serang aja, kalau Mada hanya warga sipil gimana? Itu yang ada di pikiran Hartino.
“Kita tunggu saja, kita tunggu sampai malam ini, kalau kakak besok belum pulang juga, baru kita cari, karena kau tahu, akhir-akhir ini kakak memang aneh kan, Dit?” Ganding bertanya.
“Ya, dia hanya rindu istrinya, tapi tidak mungkin dia pulang sendirian meninggalkan anaknya, kan? justru aku takut dia ada di suatu tempat dan sedang diseran oleh pasukan Bagaskara.” Adit khawatir kalau pasukan Bagaskara mungkin menyerangnya atau lebih parah menculiknya.
“Kita tak bisa apa-apa sekarang selain menunggu, kita juga nggak bisa lapor polisi kan?” Alka setuju begitu juga dengan yang lain.
Sementara di rumah, Mada sudah di kamar bersama Malik, tangan dan kaki dirantai, efek obat semakin parah, Malik telah tertidur, Mada memeluk Malik di kasur yang sama, dia lalu memfoto pelukan itu dan mengirim fotonya pada seseorang.
Jauh dari rumah Mada, di suatu tempat di tengah hutan, di tempat itu, tempat di mana Ayi membangun kerajaan, di kamar kerjanya, Ayi mendapat pesan chat baru dari nama yang tidak dikenal, nomor sekali pakai.
Ayi membaca pesannya, sebuah foto yang harus di download terlebih dahulu, Ayi mengunduh foto itu dan terdiam. Suaminya dipeluk wanita lain, dalam posisi foto tersebut, tidak ada rantai yang terlihat pada kaki dan tangan Malik, karena foto berfokus pada wajah dan Malik dan Mada, Mada tersenyum memeluk Malik yang terlihat tertidur itu.
[Lelaki ini sudah bersamaku.] Begitu pesan Mada pada Ayi, Ayi terdiam, dia menaruh telepon genggamnya dan bersiap.
…
“Ayi kenapa?” Aam bertanya.
“Tidak, aku baik-baik saja.” Ayi menjawab dengan wajah yang sedih.
“Kau yakin?” Hanif bertanya.
“Ya, aku hanya tidak enak badan saja akhir-akhir ini, mungkin kemarin masuk ke medan dunia gendam membuat energiku banyak terkuras, kalian tenanglah.”
“Tapi Ayi, kau istirahatlah.” Hanif memaksa. Maka Ayi bangun dan kembali ke kamarnya.
Di kamar itu Ayi lalu membuka pintu rahasia, ya dia ke ruangan yang tidak bisa di deteksi oleh Bagaskara, ruang ghaib khusus yang Ayi ciptakan, zona netral yang mirip seperti Bagaskara buat, di sanalah dia sedang melakukan ritual.
Ayi duduk berhadapan pada sebuah kotak yang ukurannya tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil, terbuat dari emas murni, Ayi membuka kotak itu dengan perlahan, setelah kotak terbuka, Ayi membaca mantra dengan bersila, dia terus membaca mantra hingga keluarlah dari dari hidungnya, dia menjadi lemas dan wajahnya semakin pucat, dia tak boleh berhenti, selama dia membaca mantra ada kepulan asap di ruangan ghaib itu, semakin Ayi membaca dengan lantang, semakin banyak kelulan asap dan berhenti ketika Ayi batuk darah, dari hidung dan mulutnya sekarang keluar darah.
“Aku tidak bisa menundanya lagi, aku harus segera memberitahu mereka, aku harus memberitahu mereka!” Ayi menangis sejadinya karena dia sungguh harus memberitahu kalau mereka dalam bahaya, kalau musuh mereka bukanlah yang bisa dilawan, Ayi menangis bukan karena lemah, justru karena dia merasa tak berdaya tercekik dan terhimpit oleh semua masalah ini, Ayi menangis sejadinya karena di luar ruang ghaib ini, dia tak boleh menunjukkan kelemahannya, dia harus selalu terlihat tenang dan seolah semua baik-baik saja, tapi ada kalanya dia ingin menangsi sejadinya dan merasa tak sekuat itu untuk bertahan.
penasaran kelanjutannya besok hehe
selalu jadi moodbooster buat aku, emak2
yg tiap hari berjibaku di rumah
hehee
semngat 💪💪