Berfokus pada Kaunnie si remaja penyendiri yang hanya tinggal bersama adik dan sang mama, kehidupannya yang terkesan membosankan dan begitu-begitu saja membuat perasaan muak remaja itu tercipta, membuatnya lagi dan lagi harus melakukan rutinitas nyeleneh hanya untuk terbebas dari perasaan bosan tersebut.
tepat jam 00.00, remaja dengan raut datar andalannya itu keluar dan bersiap untuk melakukan kegiatan yang telah rutin ia lakukan, beriringan dengan suara hembusan angin dan kelompok belalang yang saling sahut-sahutanlah ia mulai mengambil langkah, Kaunnie sama sekali tidak menyadari akan hal buruk apa yang selanjutnya terjadi dan yang menunggunya setelah malam itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yotwoattack., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BI BAB 20 - Akibat belagu.
"Kamprett!" Aku mendengus sembari menatap prihatin pada pantulan diriku yang babak belur di depan sana. Nyeh~ Cermin dengan ukuran yang cukup besar didepanku itu memperlihatkan wujud bocah belagu yang jadi luka fisik karena ke belaguan sendiri.
Flashback on..
"Menjauh!"
Blablablaa~ tak ku hiraukan seruan makhluk sialan yang beringsut menjauh seolah bayi yang takut permennya diambil.
Aku berjalan mendekat kearahnya dan lagi-lagi ia beringsut menjauh begitu saja, membuatku terkekeh lalu dengan pede mengambil pel-an yang padahal aku tahu sendiri tidak ada damage nya sama sekali.
Entahlah, aku hanya sedang merasa tinggi diri sekarang sehingga aku merasa mampu untuk membinasakan siapa saja hanya dengan jentikan jari.
Sudut bibirku melengkung keatas, menyeringai lah aku dengan mata yang menyorot lapar pada makhluk lidah panjang yang terlihat ketakutan. Dia berhasil ku intimidasi, dan itu semakin membuatku pede mampus wahaahaha.
Dengan seringai yang tak lepas dari bibirku yang pucat, aku mulai mengangkat pel tersebut, kuambungkan pel itu tinggi-tinggi sekiranya damage yang akan didapat si hantu lebih menyakitkan.
BUK BUK BUKK!!
Ku pukul secara membabi buta setan lidah panjang tersebut, tanpa mengindahkan jeritan kesakitan darinya, tetap ku layangkan berpuluh-puluh pukulan yang lain sampai aku merasa puas.
Aku benci ketika membayangkan Sebastian, pria tinggi besar berhati Hello Kitty itu.. Bahkan aku yang notabenenya baru kenal ini bisa dengan pede menyatakan bahwa ia adalah pria berhati lembut, sehingga aku merasa bahwa ia sama sekali tidak pantas diperlakukan sedemikian.
Aku benci ketika membayangkan ia di permainkan seolah adalah bayi yang baru melihat dunia. Aku benci ketika ia di tarik ulur. Lepas lalu kembali ditangkap lepas lalu kembali ditangkap dan seterusnya.
Semua membuatku muak.
Aku tidak mengenal lama Sebastian namun satu yang kutahu, pria tinggi besar itu adalah orang baik. Visualnya yang sangar itu sama sekali tak menutup kehangatan hatinya yang seolah terus terpancar telah cukup lama ia terjebak dalam situasi gelap nan kelam.
Dan yang terpenting, ia bukan hanya baik sebagai makhluk ciptaan Tuhan, tapi dia juga begitu memperlakukan baik seorang aku yang halnya sangat jarang diperlakukan demikian.
BAKKK!! BUKK! BOK!
'Setan sialan!'
'Roh sialan!'
'Demit sialan!'
'Hantu sialan!'
'SIALAN!!'
Semua yang menurutku 'sejenis' dengan yang namanya makhluk ghaib sangat sialan. Hantu Lidah panjang yang sedang kuajar dengan membabi buta sekarang, banyaknya sosok yang menjahili sejak kejadian malam itu, dan sosok yang entah berapa jumlahnya yang selalu membuat hidup Sebastianku susah.
...(( komentator W : 'sebastianku' 😲🤐? ))...
...(( komentator D : ciee~ ))...
Aku benci.
Aku benci!
Dengan mata yang hampir keluar dari tempatnya, tangan ku yang mungil terus melayangkan pukulan brutal pada setan lidah panjang tersebut. Setan itu menjerit, meraung, juga sekali-kali terkekeh, 'persetanlah!' Entah dia sedang kesakitan atau menertawai sifatku yang tidak biasanya mengamuk.
"HENTIKAAANNN!!" Setan lidah panjang tersebut tiba-tiba berteriak nyaring, mungkin ia muak. Suaranya tidak bisa dibilang kecil juga tidak bisa dibilang besar saking dahsyatnya ia berteriak.
Bangsat. Pel di tangan ku lempar begitu saja, aku harus menyelamatkan gendang telingaku dulu!
Ku tutup kedua lubang telingaku dengan jari. Sialan kau demit!
"Berisik dodoll!!" gerutuku merespon teriakan setan berlidah panjang. 'Ini sih lebih berisik dari ocehan Starla!' pikirku. Telingaku sampai berdarah saking nyaringnya suara teriakan setan lidah panjang tersebut.
Si setan yang berisik menatapku, entah apa yang ia pikirkan, lalu dengan bibir menyeringai setan lidah panjang tersebut mulai merangkak cepat ke arahku. Seperti kura-kura versi speed up, secepat kilat ia melesat lalu berhenti tepat di bawah kakiku.
'Huwekk!'
Menjijikkan.
Aku menampilkan raut luar biasa jijik ketika setan lidah panjang tersebut memeluk kaki ku.
Lagi dan lagi, mentang-mentang kakiku tidak korengan dia jadi suka sekali nemplok disana.
Yeah, sebenarnya ini bukan kali pertama kakiku yang imut nan glowing tersebut di peluk olehnya. Masih ingat kali pertama aku bertemu dengan makhluk menjijikkan sialan ini? Iya, waktu itu kalau tidak salah kaki imutku ini juga sempat dia peluk.
'Dasar bau!' Tanpa tahu malu setan tersebut menjulurkan lidah beraroma luar biasa semerbak yang langsung saja menyerang lubang hidung ku tanpa perasaan dan belas kasih. Bau yang pernah menyapa hidung pesek ini namun tetap saja aku tidak terbiasa! Dan itu juga terlalu menjijikkan untuk dibiasakan!
'Kampret.'
Alisku naik dengan wajah yang semasam lemon ketika setan lidah panjang tersebut mulai menempelkan lidahnya yang bak tali batu bara busuk itu untuk melilit kaki juga tubuhku yang mini.
Ia lilit perutku, kedua belah tanganku, namun ketika lidahnya itu ingin menyentuh leherku, ia sepertinya tersengat listrik bertegangan tinggi yang mengakibatkan setan lidah panjang tersebut secara refleks melempar tubuhku ke sembarang arah.
'Refleks mu begitu kejam, kawan!'
Aku meringis ketika lagi-lagi punggungku menghantam tembok warung.
'Huh! Aku bukan kulit kacang tau?!!'
Syalan!!
Si setan lidah panjang masih menatapku, tetapi kali ini pandangannya itu bergulir takut-takut pada apa yang ada di belakangku. Aku jelas tahu siapa yang ia liat karena sosok yang bak kabut hitam inilah yang paling sering muncul untuk menteror atau bahkan hanya sekedar flexing wujud hitamnya.
Sesaat setelah aku ingin menoleh, sosok yang ku katakan seketika sirna, membuatku kembali harus berduaan dengan makhluk yang tak kalah jelek di depanku.
"Sialan kau anak manusia, aku tidak ada mengganggumu namun kamu tiba-tiba saja datang kesini lalu ingin mengintimidasi walau hanya bermodalkan pel-an lusuhmu itu? Haha.." setan lidah panjang terkekeh ketika kembali menatapku lalu dengan seenaknya melontarkan kalimat ejekan.
Lalu setelahnya bisa kalian tebak apa yang terjadi? Ya, Setan berlidah panjang tersebut melesat ke arahku lalu melempar tubuhku kesana-kemari seolah diriku ini adalah bola ping-pong sampai ibu warung juga para murid yang penasaran datang.
Ia menghajar ku sampai puas.
Ketika massa juga para murid mulai berdatangan, mereka seketika melayangkan tatapan aneh kepadaku kecuali ibu warung yang dengan panik langsung menggendongku untuk menjauhi warungnya.
Sungguh membagongkan.
Flashback off..
Tanganku parkir ke dagu yang terdapat lebam hitam kebiruan disana, sakit jir. "Duh, duhh.." aku meringis dengan ekspresi tersakiti, padahal aku tidak kesakitan sama sekali karena kalau boleh jujur, menurutku luka luarku yang sekarang ini biasa saja. Ada yang lebih sakit, yaitu ego mungilku yang sedang menangis pilu didalam sana.
Malu...
Babak belur karena kalah melawan hantu padahal aku sudah sangat pede mampus merasa bahwa diriku yang segede kecebong ini akan menang dalam satu kali pukulan?
Tapi nyatanya apa?
NYATANYA APA?!!
Aku malah dengan mudah dilempar kesana kemari. Hilang sudah harga diriku. Memalukan, sangat memalukan malah.
Hmph!
Aku menggulung sedikit seragam bagian lengan lalu ku basuhlah wajahku yang dipenuhi memar tersebut. Sebenarnya agak perih dikit sih, tapi rasa perihnya seolah diredam suara tangis imajiner dari ego kecilku didalam sana.
Kok bisa tadi aku bertindak impulsif seolah hantu adalah makhluk rapuh yang mudah sekali untuk di hancurkan? Entahlah, biasanya kalau aku sedang marah memang selalu begini sih.. tapi kali ini aku merasakan ada sedikit perbedaan atau ada yang berbeda. Entah apa itu aku tak tahu, dan aku belum berniat untuk tahu juga.
Huh.. aku membuang nafas panjang. Sekali lagi, Memalukan. Tapi kalau dipikir-pikir lagi pertarungan sepihak tadi ada untungnya juga. Tanpa sadar aku mengangguk-angguk.
Selain membuatku sadar diri untuk tidak lagi meremehkan lawan, aku juga jadi bisa tahu penyebab kenapa warung yang berlokasi sangat dekat dengan sekolahku itu bisa sepi, Sebenarnya aku tidak bisa menjamin 100% apakah tebakanku benar, aku hanya menebak saja tapi aku yakin sekali tebakan itu benar.
Ah! Ngomong-ngomong soal 'meremehkan lawan', sifat alami ku memang begini. Kalau tidak kena getah tidak akan kapok beranggapan bahwa orang yang berniat ku jadikan lawan adalah orang dengan kemampuan jauh di bawahku.
Namun ya... Walaupun sekarang ini aku sedang terkena getah, mana sampai bonyok pula, aku bukannya kapok melainkan malah merasa harus memiliki kemampuan yang bisa membuatku melempar balik 'getah' yang sudah mengotori diri juga ego mungilku ini.
Yeah.. Tadi kekesalanku kepada makhluk 'sejenis' dengan mereka memang seolah meledak.
Adrenalin ku seakan dipacu oleh amarah karena mengetahui fakta bahwa selama ini Sebastian di permainkan oleh 'mereka' dan pasti itu atas suruhan kedua orang tua Sebastian itu sendiri.
Kampret.
Kira-kira bagaimana caraku supaya aku memiliki kekuatan untuk melawan? Kata Sebastian legenda iblis melawan iblis yang tidak murni itu seharusnya dianugerahi kemampuan melawan iblis, kan? Heum.. aku bersandar pada tembok di belakangku.
Ngomong-ngomong aku sedang berada di toilet sekolah.
Sebastian itu seolah beranggapan bahwa aku ini adalah legenda iblis melawan iblis, kan? Walaupun kata Sebastian aku bukan legenda iblis melawan iblis yang murni.. namun aku tetap bingung! Apa benar aku adalah legenda iblis melawan iblis seperti apa yang Sebastian katakan?
Tidak.
Tentu saja tidak.
Pria tinggi besar itu memang tidak secara gamblang mengatakan bahwa aku adalah legenda iblis melawan iblis tersebut, namun.. Aihh.. Lagi-lagi aku membuang nafas. Semakin hari hidupku semakin aneh saja.
"Dek, dek Kaunnie sudah selesai nggak ke kamar mandinya?" suara seseorang yang beberapa puluh menit lalu menggendongku dengan panik keluar dari warungnya itu menyapa telinga.
Bisa-bisanya aku melupakan ibu warung.