Ketika Romeo dan Tina mengunjungi sebuah museum desa terpencil, mereka tidak pernah menyangka bahwa patung kuno sepasang Dewa Dewi Asmara akan membawa mereka ke dunia lain—Asmaraloka, alam para dewa yang penuh kemegahan sekaligus misteri. Di dunia ini, mereka bukan lagi manusia biasa, tapi reinkarnasi dari Dewa Kamanjaya dan Dewi Kamaratih—penguasa cinta dan perasaan.
Terseret dalam misi memulihkan keseimbangan cinta yang terkoyak akibat perang para dewa dan iblis, Romeo dan Tina harus menghadapi perasaan yang selama ini mereka abaikan. Namun ketika cinta masa lalu dan masa kini bertabrakan, apakah mereka akan tetap memilih satu sama lain?
Setelah menyadari kisah cinta mereka yang akan berpisah, Sebagai Kamanjaya dan Kamaratih mereka memilih hidup di dunia fana dan kembali menjadi anak remaja untuk menjalani kisah yang terpisahkan.
Asmaraloka adalah kisah epik tentang cinta yang melintasi alam dan waktu—sebuah petualangan magis yang menggugah hati dan menyentuh jiwa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ryuuka20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2. Kutukan dimulai
Romeo, dengan senyum jahil di wajahnya, memonyongkan bibirnya ke arah Tina. "Muach," candanya sambil menahan tawa.
Tina yang sudah kesal, langsung mencubit hidung mancung Romeo. "Romeo! Jangan bercandaaaa..." serunya dengan nada penuh keluhan. "Liat nih, kaki gue memar," tambahnya sambil menunjuk lututnya yang terlihat memerah.
Romeo menatap lutut Tina sebentar, lalu menghela napas panjang. "Dasar Agus, dramatis!" gumamnya, meski nada suaranya lebih lembut kali ini. "Yaudah, sini gue bantu."
Sebelum Tina sempat membalas, Romeo tiba-tiba membelakanginya lalu membungkuk, "Cepetan Gus, atau Lo gue tinggal?"
Tina yang tadi terduduk di tanah ia mulai berdiri walaupun memarnya tidak begitu besar tapi itu lumayan perih.
"Eh! Gue masih bisa jalan!" protes Tina, wajahnya memerah.
"Gak percaya!" jawab Romeo dengan nada lembut.
Dengan terpaksa Tina menerima bantuannya. Suara sorakan dari teman-temannya membuatnya lebih malu. Dinar dan Danan menghampiri Tina.
"Udah diem aja," jawab Romeo sambil terus berjalan menuju arah Bu Meli. "Kita cari Bu Guru trus minta P3K. Lo kan nggak bisa diem kalau nggak diurus."
Tina hanya bisa terdiam, terkejut dengan sikap Romeo yang mendadak perhatian. Meskipun hatinya sedikit terenyuh, dia tetap memalingkan wajah untuk menyembunyikan rona merah di pipinya.
Di belakang mereka, teman-teman yang melihat kejadian itu hanya tertawa dan menggoda, menambah rasa malu Tina. Tapi Romeo tampak santai, seolah tidak peduli dengan keributan kecil yang mereka buat. "Pegangan yang bener, Agus. Jangan sampai jatuh lagi," katanya sambil melirik Tina dengan senyum kecil.
Tina, yang akhirnya menyerah, hanya bisa bergumam pelan, "Iya, makasih."
...****************...
Sebenarnya Tina dan Romeo tidak pernah dekat, mereka hanya teman sekelas. Hanya saja mereka bicara kalau ada perlu, tetapi ia tak menyangka kalau ini terjadi.
Lapangan desa Asmara Loka dipenuhi tenda-tenda kecil dan tikar yang sudah disiapkan untuk siswa duduk santai menikmati pertunjukan nanti malam. Sebelum acara dimulai, semua siswa diminta bertukar makanan dan camilan yang mereka bawa untuk dimakan bersama-sama.
Romeo, yang terlihat lapar sejak perjalanan, dengan sigap mengeluarkan semua camilan dari tasnya. "Romeo, jangan semuanya dikeluarin, satu aja dulu," tegur Tina sambil terkekeh melihat antusiasme cowok itu.
"Kenapa? Gue lapar, tau!" protes Romeo, meskipun akhirnya ia menuruti kata Tina dan menyimpan sebagian camilannya.
Tina mengeluarkan sepotong roti bakar dan dua kotak jus buah dari tasnya. "Nih, cukup kan?" katanya sambil menyerahkan makanan itu ke Romeo.
Romeo menerima makanan itu dengan senyum lebar. "Lumayan lah," jawabnya, sambil mulai makan. Sementara itu, Tina kembali melanjutkan kebiasaannya mengoceh tentang hutan misterius yang mereka lewati tadi dan cerita legenda Desa Asmara Loka yang ia temukan di internet.
Romeo mendengarkannya sambil terus mengunyah. "Daripada gue larang dia ngoceh, mending gue diem aja," pikirnya sambil tersenyum kecil tanpa sepengetahuan Tina.
Tak lama kemudian, Bu Meli datang sambil membawa kotak P3K. "Tina, Romeo, ini kotak P3K-nya. Silakan diobati ya, Tina," katanya dengan lembut.
Romeo langsung menyambar kotak itu dengan semangat. "Biar Romeo aja, Bu, yang obatin!" katanya sambil tersenyum lebar.
Bu Meli hanya tersenyum penuh arti, lalu berkata, "Baiklah, Bu Guru mau cek teman-teman yang lain dulu, ya." Ia pun meninggalkan mereka berdua di tikar.
Romeo membuka kotak P3K dan mulai membersihkan luka di lutut Tina dengan hati-hati. "Sakit gak?" tanyanya, memastikan Tina tidak merasa kesakitan.
Tina menggeleng pelan, meskipun ia sedikit meringis ketika perban ditempelkan. "Enggak, gak terlalu sakit. Makasih, Romeo," jawabnya pelan, menatap Romeo yang tampak serius mengobatinya.
Romeo hanya mengangguk kecil, tapi tak bisa menahan senyum tipis di wajahnya. "Udah selesai. Jangan banyak gerak biar gak makin luka."
Tina tersipu malu mendengar nada perhatian Romeo. "Iya, Romeo. Gue janji gak bakal jatuh lagi," jawabnya sambil tersenyum kecil.
Romeo hanya tertawa kecil, "Bagus deh. Tapi kalau jatuh lagi, bilang aja. Gue kan sedia buat nolongin lo."
Tina hanya bisa tertawa kecil, mencoba menyembunyikan rona merah di pipinya.
Malam itu semakin dingin, tetapi suasana di lapangan desa Asmara Loka tetap meriah. Pertunjukan tari tradisional memukau semua siswa, dan sambutan dari kepala sekolah menambah semangat mereka. Namun, ketika acara selesai dan siswa mulai bersiap kembali ke tenda untuk istirahat, langit yang gelap membawa hawa yang sedikit berbeda.
Tina duduk bersandar di sudut tenda bersama Dinar. Kelelahan dari perjalanan panjang dan aktivitas seharian mulai terasa. "Na, gue ke toilet dulu ya," kata Dinar sebelum pergi bersama Tika, meninggalkan Tina sendirian.
Awalnya Tina menikmati waktu sendirinya, tapi perasaan aneh mulai merayap di hatinya. Seperti ada yang memperhatikannya dari kejauhan. Ia melirik sekeliling tenda, mencoba memastikan, namun tidak menemukan siapa pun.
Sementara itu, Romeo, yang berada di tenda sebelah, tengah sibuk merapikan barang-barangnya. Begitu selesai, ia berjalan ke arah tenda Tina dan melihatnya duduk termenung. "Lo udah beres-beres belum?" tanya Romeo, mendapati Tina yang hanya menggeleng pelan.
Tina tidak menjawab banyak. Ada hawa dingin yang membuatnya merasa tidak nyaman. Romeo mulai merasa ada yang aneh dengan ekspresi Tina.
Tiba-tiba, lampu di area tenda mati mendadak, meninggalkan semuanya dalam kegelapan total. Jeritan kecil terdengar dari beberapa siswa. Guru-guru bergegas menenangkan situasi dan menyalakan lilin untuk memberi sedikit penerangan.
Tina, yang sudah merasa tidak nyaman sebelumnya, menjadi sangat panik. Dalam kegelapan, ia tanpa sadar bergerak mendekati Romeo dan memeluknya erat. "Ahh! Romeo!" teriaknya sambil gemetar.
Meskipun Romeo terkejut, mencoba menenangkan Tina. "Eh, jangan takut. Gue di sini," katanya lembut, meskipun dalam hati dia juga merasa canggung.
Setelah beberapa detik, Tina menyadari bahwa ia masih memeluk Romeo. Cepat-cepat ia melepas pelukannya, wajahnya memerah karena malu. "Maaf, refleks," gumamnya pelan sambil menunduk, menghindari tatapan Romeo.
Romeo tersenyum kecil, mencoba mengurangi kecanggungan. "Gak apa-apa,Gue jagain kok, tenang," jawabnya sambil menepuk bahu Tina pelan, membuat Tina sedikit lebih tenang meskipun wajahnya masih panas karena malu.
Di luar tenda, lilin-lilin mulai menerangi suasana lagi, tetapi malam itu meninggalkan kesan yang tak terlupakan bagi Tina dan Romeo.
"Daaaaar"
Romeo semakin kesal dengan keisengan Jovan. "Van, jangan gitu napa sih?" gerutunya, menatap tajam ke arah Jovan. Namun, sebelum Jovan bisa menjawab, Tina tiba-tiba menatap ke belakang Jovan dengan mata penuh ketakutan. Wajahnya pucat, dan tanpa peringatan, ia berteriak histeris.
"Tina, kenapa?" tanya Romeo, tapi Tina sudah berlari keluar dari tenda, dikejar rasa takut yang tak bisa dijelaskan.
Romeo, panik melihat Tina berlari di tengah hujan yang mulai turun, segera mengejarnya. "Tina, tunggu!" teriak Romeo sambil berlari menyusul, diikuti Jovan dan dua teman mereka yang bingung dengan apa yang terjadi. Hujan semakin deras, membuat jalanan semakin licin dan gelap.
Mereka berlari di bawah hujan, terpisah dari kelompok. Sementara itu, wali kelas mulai panik karena beberapa siswa, termasuk Romeo dan Tina, tidak hadir saat pengecekan terakhir. Hujan deras memaksa guru-guru dan siswa lain untuk berlindung di dalam bus.
Beruntung, setelah berlari dalam kegelapan, Romeo akhirnya berhasil menemukan Tina yang sedang berdiri di bawah pohon besar, terengah-engah dan gemetar. "Tina!" panggilnya sambil berlari mendekat.
Tina menatap Romeo, air matanya bercampur dengan air hujan yang membasahi wajahnya. "Gue... gue takut banget, Rom," katanya dengan suara gemetar.
Romeo langsung memeluk Tina erat, berusaha menenangkannya di tengah hujan. "Gue di sini. Lo aman, jangan takut," bisiknya.
Setelah beberapa saat, mereka berjalan berdua kembali ke arah tempat parkir bus. Hujan semakin deras, namun mereka berhasil menemukan jalan.
Wali kelas yang panik akhirnya lega ketika melihat Romeo dan Tina, meskipun keduanya basah kuyup dan tampak lelah. "Kalian darimana saja? Cepat masuk ke bus!" perintah wali kelas, memastikan semuanya aman di dalam sebelum mereka berangkat menuju hotel.