"Apakah aku dapat memaafkan kesalahannya?"
Seorang wanita cantik bernama Alice, harus berurusan dengan seorang CEO MANGO Corporate, setelah ayahnya mendekam di dalam penjara, karena mobil yang dikendarainya menabrak seorang nenek lanjut usia, yang ternyata adalah nenek dari seorang CEO arogan dan sangat kaya raya di kota London yang bernama Raymond Weil.
Setelah Alice berhasil mengeluarkan ayahnya dari penjara, timbul niat Raymond untuk menikahi Alice, pernikahan yang bisa menjadi alat untuk mendapatkan 50% saham MANGO Corporate milik Nicholas Weil. Raymond sengaja memilih Alice, karena tidak ingin menikahi wanita yang dapat mengekangnya dengan sebuah ikatan pernikahan. Alice yang tak punya pilihan lain karena takut dengan ancaman Raymond pun menerima pinangan pria arogan itu, walau dengan terpaksa.
Pernikahan akhirnya berlangsung dan yang ditakuti Alice benar-benar menjadi kenyataan, perselingkuhan yang terjadi di depan mata kepalanya sendiri, mem
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Pradita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia Terbongkar
Selamat membaca!
Resepsi pernikahan telah tiba di penghujung waktunya. Elliot yang masih geram dengan perlakuan Raymond terhadapnya, masih menyimpan amarah di dalam dirinya.
Aku tidak menyangka Alice ternyata Adik kandungku.
Flashback ON
Menjelang pernikahan Elliot disibukkan dengan tugasnya mengirim undangan khusus. Namun ada satu hal yang harus ia lakukan juga adalah menelusuri silsilah Alice karena itu merupakan salah satu tugasnya, perintah dari Raymond.
Elliot berhasil menemukan rahasia yang terkuak dari masa lalu Alice yang ternyata bukanlah Anak kandung Adrian, melainkan Alice adalah anak hasil adopsi dari sebuah yayasan yang bernama Thomas Coram Foundation.
Kenyataan yang membuat Elliot tercengang, karena pertemuan terakhirnya dengan Adik perempuannya adalah di tempat itu.
Apa jangan-jangan?
Jika benar pantas saja wajahnya tidak asing untukku.
Mata Elliot mulai memerah dan basah, dengan apa yang ditemukannya.
Alice apa dia benar Ellisa?
Elliot langsung menuju tempat yayasan itu yang terletak di Cambridge, 1 jam 23 menit waktu yang ditempuh untuk menuju ke sana dari London.
Cambridge merupakan tempat Elliot semasa kecil. Si kecil Elliot terbiasa hidup di jalanan dengan mengemis tanpa ada tempat untuknya berteduh.
Aku kembali ke tempat dimana aku tak ingin mendatanginya lagi.
Elliot teringat kisah yang begitu piluh, hidup tanpa seorang Ayah yang meninggal karena kecelakaan di Cambridge, membuat Elliot dan Adik perempuannya tidak memiliki tempat tinggal. Rumahnya disita oleh bank, karena hutang yang belum dilunasi oleh Ayahnya, tabungan yang dimiliki Ibunya pun, hanya cukup untuk mereka bertahan hidup beberapa Minggu.
Mereka begitu nelangsa hidup di jalanan, sambil menggendong Ellisa yang saat itu masih berusia 2 tahun, sang Ibu akhirnya memutuskan untuk menitipkan Ellisa pada sebuah yayasan, dengan harapan ia tidak mau Ellisa harus merasakan kehidupan keras di jalanan.
Perpisahan yang menyedihkan antara Kakak dan Adik.
"Mom, apakah Ellisa akan baik-baik saja?" tanya Elliot yang saat itu masih berusia 7 tahun.
"Pasti sayang, di sini Ellisa punya tempat untuk berteduh dan nantinya akan di adopsi oleh keluarga yang pastinya akan memberikan Ellisa tempat tinggal dan kebahagiaan," jawab Amber lirih.
Elliot kecil hanya mengangguk mengiyakan penjelasan Amber, matanya terus memandang lekat wajah Ellisa yang semakin menjauh darinya.
"Selamat tinggal Ellisa," ucap si kecil Elliot yang menangis meratapi kepergian Adiknya.
🍁🍁🍁
Elliot teringat kisah masa lalunya, hingga membuatnya menitikkan air mata.
Elliot menghela napasnya kasar sambil terus mengemudikan mobilnya, ditemani kesedihan masa lalu yang terus menusuk hatinya.
Mobil melaju dengan cepat menuju Cambridge.
Flashback OFF
Resepsi pernikahan berakhir dengan lancar. Semua tamu undangan yang hadir, merasa sangat takjub dengan segala sesuatu yang memang terlihat mewah dan elegan.
Keluarga Raymond sudah mulai meninggalkan gedung resepsi, mobil mewah Nicholas terlebih dahulu melaju diikuti beberapa pengawal yang mengiringinya.
Sementara 1 mobil masih menunggu Alice untuk segera berangkat. Mobil mewah yang sudah dihias dengan beberapa bunga yang cantik pada kap depan mesinnya.
Wajah Alice begitu sendu menatap satu persatu keluarganya dengan haru.
Mulai dari Adrian dan Norin, hingga berakhir di Tara juga Jenny.
Adrian hanya diam menguatkan diri, pandangannya terus menatap wajah Alice dengan rasa bersalah, namun ia tidak berdaya melawan kekuasaan Raymond.
"Alice jaga diri kamu baik-baik ya, Mommy akan sangat merindukanmu," ucap Norin sambil memeluk erat tubuh Alice, yang kini akan tinggal jauh darinya.
Tak terasa air mata Norin mulai berderai membasahi pipi. Rasa sesak di dadanya menasbihkan kesedihan akan perpisahan, yang sebenarnya tak sanggup untuk dijalaninya.
Sama dengan Norin, Tara dan Jenny pun merasakan hal yang sama, mereka begitu pedih, akan berpisah dengan Alice.
"Kakak, jaga diri Kakak baik-baik, sering-sering main ke rumah dan restoran ya Kak," lirih Tara memeluk Alice dengan matanya yang sudah basah oleh air mata.
"Iya Alice sering-sering berkunjung ya," timpal Jenny tersedu.
Alice benar-benar tak kuat menahan genangan air mata yang sudah menganak di kelopak matanya, kedipan mata Alice membuat deras air mata mengalir membasahi kedua pipinya, beberapa kali ia menyeka dengan telapak tangannya, namun kesedihan tak kunjung juga berakhir. Kesedihan yang melemahkan langkahnya menuju mobil, dimana Raymond sudah menunggu.
Alice tak kuasa untuk merubah takdir yang ada, kenyataan saat ini ia sudah menjadi bagian dari keluarga Weil, seorang istri dari CEO muda yang begitu arogan.
Jenny melambaikan tangannya sebagai tanda perpisahan untuk Alice.
Alice menghela napas kasar, sambil masuk ke dalam mobil mewah. Ia duduk di samping Raymond dengan terus menatap ke arah keluarganya. Mobil melaju pelan meninggalkan gedung resepsi.
"Mau sampai kapan kamu menangisi keluargamu, kamu itu hanya menikah bukan meninggal," ketus Raymond melirik Alice yang wajahnya sudah basah dengan air mata.
Raymond mengambil beberapa helai tisu, lalu memberikannya kepada Alice.
"Ini hapus air matamu dan berhentilah menangis! Jika kamu terus menangis seperti ini, pasti Daddy akan mengira akulah orang yang membuatmu seperti ini," titah Raymond dengan wajah mengeras menahan gelak tawanya.
"Kamu sebenarnya perhatian denganku atau hanya ingin meledekku," ucap Alice sambil mengusap air mata dengan tisu yang diberikan oleh Raymond.
"Terserah mau kamu anggap apa!" ucap Raymond langsung memalingkan pandangannya dengan wajah datarnya.
Alice masih menoleh menatap Raymond.
Aku tahu sebenarnya dia baik tapi kenangan pahit akan Nyonya Claire membuatnya seperti ini.
🍁🍁🍁
"Mom, lebih baik kamu saja sendiri yang ke rumah Raymond, aku tidak sanggup jika bertemu kembali dengan Alice."
"Mommy mengerti, perasaan kamu Mike," ucap Claire sambil menyentuh pundak Mike, menenangkan rasa sakit yang dirasakannya.
Claire meminta Mike untuk mendahului mobil Nicholas. Setelah Claire memberikan kode kepada sopir Nicholas, kedua mobil lalu berhenti menepi, Claire turun bergegas pindah ke mobil Nicholas. Sementara Mike langsung melanjutkan perjalanannya kembali ke rumah.
"Kenapa Anakmu tak ikut mengantarmu Claire?" tanya Nicholas heran.
"Tidak apa-apa, Mike hanya lelah jadi dia memutuskan untuk pulang," jawab Claire menyembunyikan hal yang sebenarnya.
Jantung Claire berdebar kuat, ada rasa canggung yang ia rasakan saat duduk di samping mantan suaminya.
Nicholas terdiam sambil sesekali melirik ke arah Claire.
Sudah lama aku tidak bertemu dengannya, nampaknya ia masih terlihat cantik.
Tatapan Nicholas berbuah senyum di wajahnya.
Namun saat Claire berusaha menangkap basah pandangannya, dengan cepat kedua mata Nicholas berhasil mengelak, hingga tatapan mereka gagal untuk saling bertaut.
"Nicholas seperti biasa selalu mencuri pandang untuk menatapku, dia selalu gengsi mengakuinya," gumam Claire tersenyum kecil, samping mengaitkan rambut ke telinganya.
🍁🍁🍁
Kedua mobil mewah milik keluarga Weil sudah melewati gerbang rumah.
Perasaan Alice begitu berdebar, karena ini pertama kali ia akan melangkahkan kakinya di rumah keluarga Weil sebagai seorang Nyonya Raymond.
Alice menarik napasnya dalam, lalu mengeluarkan dengan perlahan, saat mobil terhenti tepat di pelataran halaman rumah.
"*Perasaan ini tak pernah ku bayangkan akan ku rasakan. Kini aku datang kembali ke rumah ini sebagai istri dari Tuan Raymond, padahal saat itu aku bertekad akan membuat Tuan Raymond membatalkan pernikahan ini dan membuatnya membenciku, tapi apa dayaku, ternyata pikiranku malah tertantang untuk merubah sikap arogannya yang timbul dari kenangan buruknya," gumam Alice mendengus pelan*.
Albert dengan cekatan membukakan pintu mobil untuk Raymond, lalu berlari kecil menuju sisi lain untuk membukakan pintu mobil untuk Alice, namun Elliot terlihat lebih sigap membukakan pintu mobil untuk Alice.
Elliot membantu Alice dengan menyingkap dasar gaun pengantin yang mengganggu langkahnya berjalan.
"Selamat datang Nyonya Raymond," sapa Elliot mengulas senyumnya.
Alice sambil melangkah menoleh menajamkan matanya ke wajah Elliot, dengan bibir yang mengerucut tanda ia tidak menyukai panggilan yang dilontarkan oleh Elliot.
"Tuan Elliot, seperti biasa saja, Nona itu terdengar lebih manis, Tuan Elliot," protes Alice menautkan kedua alisnya.
Gurauan Elliot hanya terdengar bagai tiupan angin kecil di telinga Raymond, ia tak menggubris semua itu dan tetap melanjutkan langkahnya meninggalkan Alice yang masih belum terbiasa dengan gaun panjangnya yang menjuntai.
Pandangan Raymond langsung tertuju kepada Claire yang sudah duduk di sofa ruang tamu.
Raymond menghampiri Claire lalu mulai bertanya dengan suara lantang.
"Sekarang ceritakan padaku, jangan buang waktu berhargaku!" ucap Raymond angkuh karena rasa dendam di hatinya masih terpaut, bila melihat sosok Ibunya.
Di ruang tamu dengan suasana yang hening, hanya terasa aura panas dari Raymond dan suara lirih Claire yang sedang bercerita.
Raymond tampak geram mendengar semua penjelasan Claire.
"Apa kamu tidak berpikir jika keputusanmu itu akan melukai aku? Kamu hanya mementingkan perasaan dan cinta pertamamu, lalu dengan seenaknya kamu meninggalkan suamimu yang sudah hidup lama denganmu, walau memang pernikahanmu dengan Daddy karena sebuah perjodohan tapi alasanmu untuk meninggalkannya adalah sebuah kesalahan dan aku tidak bisa memaafkanmu, sebaiknya kamu pergi dari sini atau aku akan memerintahkan penjaga rumah ini untuk menyeretmu keluar!" kecam Raymond dengan mata yang memerah dan sedikit basah.
Alice termangu mencerna ucapan Raymond. Namun ia tak punya keberanian untuk membela Claire lebih jauh, karena Alice tidak dapat menemukan sesuatu yang benar, untuk membuatnya membela Claire dihadapan Raymond.
Claire sangat tahu sikap anaknya yang begitu keras wataknya. Ia hanya dapat menangis dan membawa rasa sakit bersama langkahnya menuju pintu keluar.
Elliot menatap Claire dengan iba. Sementara Raymond sudah beranjak pergi menuju kamarnya dengan langkah tergesa, sambil menendang guci mewahnya hingga jatuh dan pecah berantakan.
Alice terperangah menatap serpihan pecahan guci yang berserakan di lantai, lalu ia langkahkan kaki untuk menghampiri Claire.
Claire menghentikan langkahnya saat suara Alice terdengar memanggilnya.
Alice memeluk erat tubuh Claire yang sepertinya hampir limbung, karena menerima amarah Raymond.
"Mom, bolehkah aku memanggilmu dengan sebutan itu?" tanya Alice ragu.
"Boleh Nak," jawab Claire yang wajahnya masih dibanjiri air mata.
Alice melepas pelukannya sambil menyentuh kedua bahu Claire dengan kedua tangannya, ia mengusap air mata di kedua pipi Claire dengan telapak tangannya.
"Aku akan membantumu untuk membuat Tuan Raymond memaafkanmu, tapi aku butuh waktu, jadi bersabarlah Mom! Yakinlah kalau Tuan Raymond itu tidak akan selamanya keras," tutur Alice sambil menautkan kedua alisnya.
Claire mengangguk, ia mulai tersenyum kecil mendengar sebuah janji yang Alice ucapkan, timbul dalam benaknya secercah harapan akan hubungannya dengan Raymond dapat diperbaiki kembali.
"Raymond tidak salah memilihmu," puji Claire sambil menyentuh wajah Alice dengan lembut.
Alice menyunggingkan senyuman di wajahnya mendengar pujian dari Claire. Alice menoleh ke arah Elliot yang masih terus menatapnya nyaman dari tempatnya berdiri.
"Tuan Elliot aku minta tolong, bisakah kamu memerintahkan Albert untuk mengantar Mommy pulang! Aku tidak ingin dia pulang sendirian," titah Alice kepada Elliot yang masih terus menaruh pandangannya ke arah Claire dan Alice.
"Baik Nyonya Raymond," jawab Elliot penuh canda.
Alice mengernyitkan dahinya.
"Tuan Elliot jika sekali lagi kamu panggil aku seperti itu, besok pagi kamu akan jalan kaki menuju MANGO Corporate," tukas Alice geram dengan mengerucutkan bibirnya.
"Wah wah, baru saja Nona Alice menikah dengan Tuan Raymond, gaya bicaramu sudah seperti dirinya, apa jangan-jangan nantinya kamu yang akan berubah menjadi arogan sepertinya ya," tutur Elliot terkekeh sambil melangkah keluar.
Alice terhenyak. Wajah polosnya mulai mencari jawaban dari pertanyaan yang Elliot katakan.
"Apa yang aku katakan barusan tadi ya?" tanya Alice sambil menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal sama sekali.
🌸🌸🌸
Bersambung✍️
Makin penasaran dengan kisah Alice, terus ikuti ya. Berikan dukungan dengan like, vote dan komentar kalian ya...
PEBINOR terlalu diperlakukan lembut oleh para novelis
ingat thor novel adalah cerminan pola pikirmu, jadi jika didalam novel mu saja kau begitu lembut memperlakukan para PEBINOR berarti karaktermu begitu
jadi simple jika wanita ingin suaminya tegas pada wanita lain makan sebagai wanita juga tegas pada pria lain, simple kan
dan satu lagi disini kelihatan sekali kelicikan PEBINOR dan penghianat persaudaraan richard, dia berkali2 melakukan trik licik dan menjijikan untuk mendapat simPATI alice labil, dia sok pahlawan, pura2 hanya anggap adik, sok baik, dibalik semua itu ada kelicikan untuk mendapat simPATI dan merebut istri saudaranya
sadar wanita karena PEBINOR lebih licik dari pada pelakor, jangan jadi wanita jablay yang kebaperan dengan kebaikan pria lain