seorang kakek yang awalnya di hina, namun mendapat kesaktian
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri muda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 2
Keesokan harinya, saat matahari sudah sepenuhnya terbit di ufuk Timur.
Kakek Surya hendak memberi pakan ternaknya ke kandang, lalu ia bertemu dengan Pak Sardi yang sedang berjalan kaki, Karena Jarak tempat kerja Pak Sardi memang tidak terlalu jauh, ia bekerja pada proyek pemerintah untuk perbaikan irigasi di desa itu.
“Mau ke mana, Mang?” tanya Pak Sardi.
“Ini mau kasih pakan ternak ke kandang. Berangkat kerja ya?” tanya Kakek Surya basa-basi, karena dari penampilan Pak Sardi sudah jelas bahwa ia hendak berangkat kerja.
“Iya nih, Mang,” jawab Pak Sardi.
Kakek Surya kemudian teringat kejadian kemarin di gubuk Pak Sardi, di mana Pak Marwan sedang melakukan penanaman benih dengan Surti, istrinya Pak Sardi.
“Mang, kalau gitu saya jalan dulu ya,” ucap Pak Sardi.
“Sebentar Sar. Tapi kamu harus sabar ya, Mamang cuma kasihan sama kamu, kamu sudah bekerja membanting tulang begini, sudah sangat bertanggung jawab pada keluargamu, mamang sangat bangga melihatmu. Mamang mau memberi tau sesuatu sama kamu, tapi kamu harus sabar, bisa?” tanya Kakek Surya.
“Ada apa Mang?” tanya Pak Sardi lagi.
“Tapi kamu harus sabar ya, Mamang murni kasihan sama kamu . Itu kenapa mamang memberitahumu, tapi jangan kamu berbuat anarkis nanti,” pinta Kakek Surya.
“Iya Mang. Ada apa?, aku jadi penasaran banget.” tanya Pak Sardi.
“Kemarin Mamang mencari rumput di ladangmu,,,,,” ucap Kakek Surya.
“Oh masalah itu, tidak apa-apa mang, kalau masih ada, cari saja lagi, tak apa kok mang,” jawab Pak Sardi sedikit tersenyum.
“Ya, kemarin Mamang saat mencari rumput di kebunmu, mamang melihat istrimu sedang berada di gubukmu yang ada di kebun itu apa,,,,,” lanjut Kakek Surya.
“Iya mang, dia memang ke kebun kemarin untuk mencari singkong. Emang kenapa Mang?, Ada yang salah dengan Surti?.” tanya Pak Sardi makin penasaran.
“Aku kemarin melihat Surti sedang berduaan dengan Pak Marwan di gubukmu. Aku curiga mereka sedang melakukan sesuatu, makanya aku mengintip. Dan setelah aku masuk, aku melihat mereka sedang berbuat mesum,” ungkap Kakek Surya.
“Apa,,,,,.” Teriak Pak Sardi sangat kaget.
“Surti selingkuh dengan Pak Marwan?.” lanjut Pak Sardi masih belum hilang kagetnya, dengan wajahnya memerah menahan amarah.
“Iya, Mamang melihat sendiri. Tapi tadi kamu kan sudah berjanji untuk tidak berbuat anarkis terhadap Pak Marwan,” ingatkan Kakek Surya.
“Kalau begitu, aku mau pulang dulu mang. Aku akan tanya istriku, tega-teganya dia berbuat selingkuh di belakangku,” jawab Pak Sardi, lalu segera berbalik dan berlari pulang ke rumahnya.
“Sar tunggu! Sar, tunggu!” teriak Kakek Surya, namun tak didengar oleh Pak Sardi.
Kakek Surya hanya bisa bengong menatap kepergian Pak Sardi. Saat ini, dia berharap supaya tak ada hal buruk yang menimpa Pak Sardi, karena tetangganya itu termasuk orang yang baik dan cukup bersimpati padanya.
“Mudah-mudahan aku tidak salah menceritakan kejadian ini. Tapi kalau aku tak kasih tahu Sardi, kasihan juga dia,” gumam Kakek Surya sendirian, lalu melanjutkan jalannya ke kandang untuk memberi makan sapinya.
Setelah Pak Sardi sampai di rumahnya, sedangkan Surti, istrinya. sedang memasak di dapur.
“Sur,,,,, sur,,,. kamu di mana?,” teriak Pak Sardi setelah sampai di halaman rumahnya.
Surti yang mendengar teriakan suaminya langsung keluar dari dapur.
“Kenapa balik Mas?. Ada yang ketinggalan?.” tanya Surti, sedikit tersenyum, keluar dari dapur, yang ada di samping rumahnya.
“Apa yang kamu lakukan kemarin di gubuk sama Pak Marwan?” bentak Pak Sardi, sambil mendekat ke arah Surti.
“Maksud Mas apa?” tanya Surti pura-pura tak mengerti, dengan raut wajah datar.
“Cepat ngaku, apa yang kamu lakukan kemarin di gubuk?, kamu selingkuh sama Pak Marwan ya?.” kembali Pak Sardi membentak istrinya dan tangannya mulai terayun lalu menampar pipi perempuan itu.
“Siapa yang bilang aku selingkuh Mas?. Jangan percaya omongan orang!” jawab Surti dengan raut wajah mulai ikut emosi, sambil menangis dan mengusap-usap pipinya yang habis ditampar suaminya barusan.
“Kamu jangan bohong!. Mang Surya sudah memberitahu semuanya!” bentak pak Sardi.
“Mas sabar Mas. Jangan dengarkan Mang Surya. Sebenarnya aku,,,,,, itu apa?. sebenarnya aku,,, itu mas,, . sebenarnya begini,,,,,,. Aku kemarin,,,,,,” jawab Surti gugup dan kalimatnya tak tuntas-tuntas.
“Plak,,,,”. Kembali Pak Sardi menampar pipi istrinya.
“dasar Kamu istri yang tak tahu diuntung!, Kurang apa aku jadi suamimu?. Sekarang ayo kita ke rumah Pak Jaya!” bentak Bang Sardi.
“Jangan Mas!, Aku tak mau cerai!.” teriak Surti.
“ tak mau cerai katamu,,,,. Tapi perlakuanmu begini!. Ayo ikut, kita ke rumah Pak Jaya sekarang!” ucap Pak Sardi, lalu memegang tangan istrinya dengan sedikit memaksa menuju rumah Pak Jaya.
Pak Jaya dikenal sebagai pemimpin di kampung ini. Biasanya, masalah antar warga atau persoalan rumah tangga akan ditangani olehnya. Pak Jaya dianggap sebagai ketua suku di kampung ini, yang pemilihannya tetap demokratis dan tidak bersifat otoriter. Apa bila Pak Jaya tidak mampu menyelesaikan masalah, barulah kasus tersebut diserahkan kepada Pak Kepala dusun atau Pak Kepala Desa langsung.
Orang-orang yang menghadap Pak Jaya, sering kali membawa persoalan rumah tangga, karena di rumah pak Jaya nanti seperti pengadilan kecil kecilan, untuk menyelesaikan masalah warga, sebelum di bawa ke ranah yang lebih jauh. Status pak jaya, setingkat lebih rendah di bawah Pak kadus. Karena di desa ini tak ada RT atau RW.
Biasanya kalau sampai ke tahap perceraian, Keputusan Pak Jaya akan menjadi acuan di desa nanti, sementara Pak Kadus dan Pak Kepala Desa hanya mengetahui saja.
Penanganan masalah-masalah seperti ini tetap berada di tangan Pak Jaya, sang kepala suku. Bahkan, keputusan Pak Jaya bisa langsung diajukan sebagai surat gugat cerai ke pengadilan, yang nanti Pak Jaya jadi saksi di pengadilan.
Saat di jalan, Pak Sardi terus menarik-narik tangan Surti, sedangkan Surti menangis tersedu. Adegan mereka menjadi tontonan para warga kampung.
Setelah Pak Sardi dan Surti tiba di rumah Pak Jaya, Pak Sardi langsung memanggil-manggil Pak Jaya. Karena rumah itu dalam keadaan sepi, mungkin karena masih pagi.
“ Pak,,,,,. Pak ,,,,.”. Teriak Pak Sardi Beberapa kali memanggil pak Jaya, yang akhirnya Pak Jaya keluar dari dalam rumah dan langsung duduk di teras.
“Ada apa ini Pak?” tanya Pak Jaya.
“Saya mau membuat pengaduan Pak. Saya ingin menceraikan istri saya,” ucap Pak Sardi tegas.
“Eh,,,, , kenapa tiba-tiba? Ada apa kok cerai cerai begitu?, ceritakan dulu ada masalah apa, aku sampai kaget dengarnya,” pinta Pak Jaya.
“Istri saya selingkuh Pak,” jawab Pak Sardi.
“Sama siapa?” tanya Pak Jaya penasaran.
“Pak Marwan Pak,” jawab Pak Sardi.
“Oh begitu. Apa kamu benar selingkuh?” tanya Pak Jaya pada Surti.
“Tidak Pak. Mas Sardi hanya salah paham,” jawab Surti.
“Ya sudah, agar jelas ceritakan semuanya dari mana kamu tahu kalau istri kamu selingkuh. Apa kamu melihatnya langsung?” tanya Pak Jaya.
Kemudian Pak Sardi menceritakan semuanya, mulai dari keberangkatannya kerja tadi pagi, hingga bertemu dengan Kakek Surya.
“Ya sudah, karena kalian sedang ada masalah. Sebaiknya, Surti aku titipkan dulu ke rumah orang tuanya,” saran Pak Jaya.
“ Iya pak, balikkan saja ke orang tuanya, saya tak mau mengajaknya balik ke rumah lagi. Saya mau cerai saja.” Jawab Pak Sardi tegas.
“Iya. Besok siang kita kumpul di sini lagi, kamu ajak Mang Surya besok, nanti aku yang memanggil Pak Marwan. kita akan mendengarkan kesaksian dari orang-orang tersebut. sekarang kamu balik dulu, dan jangan kerja dulu. Karena hatimu sedang emosi begini.” pinta Pak Jaya.
“ Iya Pak.” jawab Pak Sardi lalu meninggalkan istrinya di sana.
karena Nanti Pak Jaya yang akan menitipkan Surti di rumah orang tuanya.
Bersambung...