NovelToon NovelToon
Drama Cinta Kaki Lima (Rujak Seblak Mesra)

Drama Cinta Kaki Lima (Rujak Seblak Mesra)

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Perjodohan / Romantis / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Konflik etika
Popularitas:302
Nilai: 5
Nama Author: Laila ANT

Gunawan, penjual rujak bumbu yang pendiam, dan Dewi, pemilik seblak pedas yang independen, terjebak dalam perjodohan paksa setelah gerobak mereka bertabrakan, menciptakan kekacauan di lapak. Warga, di bawah arahan Pak RT, menghukum mereka dengan pernikahan untuk menjaga reputasi lapak. Awalnya, mereka sepakat untuk menjalani 'kontrak pacaran palsu', penuh kecanggungan dan konflik komedi. Namun, seiring waktu, serangkaian tantangan publik—mulai dari "Love Brigade" yang selalu mengawasi, drama keluarga, hingga sabotase pesaing—memaksa mereka bekerja sama. Tanpa disadari, sandiwara tersebut mulai menumbuhkan perasaan nyata, hingga akhirnya mereka harus memutuskan apakah akan tetap berpegang pada janji palsu atau jujur pada hati mereka, yang berarti menghadapi konsekuensi dari komunitas yang pernah memaksa mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Laila ANT, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gladi Bersih Mesrah

...mulai menemukan jalannya untuk diucapkan.

Namun, euforia sesaat itu tidak bertahan lama. Pagi berikutnya, saat Gunawan sedang membersihkan sisa-sisa bumbu rujak di gerobaknya dan Dewi sedang mencoba menata kembali perkakas seblak nya yang masih utuh, suara Bu Ida sudah melengking dari kejauhan.

Kali ini, ia datang bersama Bu Marni dan Bu Tuti, lengkap dengan selempang 'Love Brigade' yang mencolok di bahu mereka. Wajah mereka berseri-seri, seolah semalam tidak ada musibah yang menimpa lapak. Di belakang mereka, Pak RT berjalan dengan langkah mantap, membawa sebuah papan tulis kecil.

“Gunawan! Dewi! Sudah siap untuk gladi bersih mesra?!” seru Bu Ida, suaranya mengalahkan bising pagi lapak.

Gunawan dan Dewi saling pandang, kerutan di dahi mereka langsung terbentuk. Gladi bersih? Apa lagi ini? Mereka baru saja merasakan sedikit kelegaan setelah berhasil mendaftar lomba dan ‘menjual’ ide food truck di pantai.

“Gladi bersih apa lagi, Bu Ida?” tanya Dewi, suaranya sedikit jengkel. Ia masih merasakan pegal di sekujur tubuhnya akibat kejadian kemarin.

Pak RT meletakkan papan tulis di samping gerobak rujak Gunawan. “Nah, ini dia! Untuk memastikan kalian benar-benar siap menghadapi juri lomba ‘Pasangan Terbaik Kaki Lima’ nanti, kami, Love Brigade, sudah mengatur sesi gladi bersih!”

“Sesi ini penting, Nak!” sambung Bu Marni, mengibaskan tangannya yang memegang kipas.

“Juri lomba itu pilih-pilih! Mereka nggak cuma lihat bisnis kalian, tapi juga keintiman dan keserasian kalian sebagai pasangan! Makanya harus dilatih!”

Bu Tuti mengangguk-angguk setuju.

“Betul! Kalian harus terlihat mesra, alami, dan penuh cinta!”

Gunawan menelan ludah. Alami? Penuh cinta? Itu kan inti dari sandiwara mereka yang paling sulit. Ia melirik Dewi, yang kini terlihat sama tegangnya.

“Siapa jurinya, Bu?” tanya Gunawan, mencoba mencari celah.

Pak RT menunjuk ke tiga orang bapak-bapak paruh baya yang kini duduk di bangku panjang di seberang lapak mereka. Wajah mereka terlihat serius, dengan buku catatan di tangan.

“Itu dia! Pak Suroso, Pak Broto, dan Pak Tejo! Mereka ini perwakilan dari dewan adat lapak kita. Mereka akan bertindak sebagai juri pura-pura!”

“Pokoknya kalian harus tampil maksimal!” Bu Ida berkacak pinggang.

“Tunjukkan pada mereka kalau kalian memang pasangan serasi yang patut menang!”

Gunawan dan Dewi hanya bisa menghela napas pasrah. Mereka pun beranjak menuju area yang sudah disiapkan, sebuah panggung dadakan yang terbuat dari beberapa palet kayu yang ditutupi kain batik. Di atasnya, ada dua kursi rotan dengan meja kecil di tengahnya, lengkap dengan vas bunga plastik. Rasanya seperti sedang diuji di acara televisi konyol.

“Baik, Gunawan, Dewi,” Bu Ida mengambil alih komando.

“Sekarang, kalian duduk di kursi itu. Anggap saja Pak Suroso, Pak Broto, dan Pak Tejo ini adalah juri sungguhan. Tunjukkan kemesraan kalian, ya!”

Gunawan dan Dewi duduk canggung di kursi rotan. Jarak antara mereka terasa seperti jurang. Mereka mencoba tersenyum, tapi yang keluar hanya seringai kaku.

“Pertanyaan pertama dari Pak Suroso!” Bu Ida membacakan dari catatan.

“Apa makna kebahagiaan sejati bagi kalian sebagai pasangan?”

Gunawan menatap Dewi, Dewi menatap Gunawan. Kosong. Mereka belum pernah membayangkan kebahagiaan sejati, apalagi sebagai pasangan.

“Ehm... kebahagiaan sejati itu...” Gunawan memulai, suaranya tertahan. Ia melirik Bu Ida, yang kini menatapnya dengan tatapan tajam.

“...itu kalau kami bisa... selalu bersama, Bu. Berbagi suka dan duka.”

Dewi mengangguk kaku.

“Iya, Bu. Dan... dan saling mendukung. Seperti rujak dan seblak, saling melengkapi.”

Pak Suroso mencatat sesuatu di bukunya, ekspresinya datar. Pak Broto dan Pak Tejo terlihat mengamati mereka dengan seksama, seolah mencari-cari kebohongan.

“Cukup baik,” kata Bu Ida, tapi nadanya kurang meyakinkan.

“Tapi kurang greget! Kurang... cinta!”

“Harus ada sentuhan mesra, Nak!” Bu Marni menambahkan.

“Pegangan tangan kek, atau tatapan mata yang dalam!”

Gunawan dan Dewi mencoba berpegangan tangan. Sentuhan kulit mereka terasa aneh, kaku. Mereka saling menatap, tapi tatapan mereka lebih mirip tatapan orang yang sedang berhitung.

“Berikutnya!” Bu Ida melanjutkan.

“Bagaimana cara kalian menghadapi perbedaan pendapat?”

“Kami... kami selalu diskusi, Bu,” kata Dewi, mencoba terdengar serius.

“Mencari jalan tengah.”

“Betul,” Gunawan mengangguk.

“Kayak kalau saya mau rujak manisnya lebih banyak, terus Dewi mau seblaknya lebih pedas. Kami... kami cari resep baru yang bisa memuaskan keduanya.”

Juri pura-pura hanya mengangguk-angguk. Love Brigade terlihat kurang puas.

“Aduh, ini kok kaku sekali, Nak?” Bu Ida menghela napas.

“Rasanya kayak lagi rapat RT! Mana janji kalian yang mau jatuh cinta beneran itu?”

Gunawan dan Dewi merasa tertekan. Mereka tahu mereka harus berbuat lebih baik. Ini bukan hanya soal sandiwara lagi, ini soal menyelamatkan reputasi lapak mereka.

Gunawan tiba-tiba teringat momen mereka di pasar loak, saat mereka mengarang cerita tentang vas keramik. Saat mereka bekerja sama, tertawa kecil. Ia melihat ke arah Dewi, yang kini tampak murung.

Ia menyentuh punggung tangan Dewi, pelan. Dewi menoleh, terkejut.

“Wi,” bisik Gunawan, hanya untuk didengar Dewi.

“Kita pakai cara kita kemarin. Kode.”

Dewi mengerutkan kening, lalu matanya berbinar. Ia mengangguk samar.

“Bu Ida, Pak RT, dan Bapak-bapak juri,” Gunawan berkata, suaranya kini lebih percaya diri. Ia menatap Dewi, dan kali ini, ada senyum tipis yang tulus di bibirnya.

“Mungkin tadi kami terlalu formal. Karena kami ingin terlihat sempurna di mata kalian.”

Dewi membalas tatapan Gunawan, senyumnya kini lebih rileks.

“Padahal sebenarnya, kami ini pasangan yang... bumbunya kadang nggak terduga.”

Gunawan terkekeh.

“Betul sekali, Sayangku.” Ia menekan kata ‘sayangku’, memberi isyarat pada Dewi.

“Kadang pedas, kadang manis, tapi selalu bikin ketagihan.”

Bu Ida dan Love Brigade lainnya mulai terlihat tertarik.

“Contohnya, Bu,” Dewi melanjutkan, memainkan perannya dengan lebih luwes.

“Gunawan ini orangnya rujak manis, selalu sabar dan menenangkan. Tapi kalau sudah urusan sambal terasi, dia bisa langsung membara.” Ia melirik Gunawan, ada kilatan jenaka di matanya. Sambal terasi adalah kode untuk Arya.

Gunawan menangkap kode itu.

“Dan Dewi ini, seblak pedas yang bikin nagih. Tegas, mandiri, tapi kalau sudah kena kerupuk bawang, dia bisa langsung luluh dan manja.” Kerupuk bawang adalah kode untuk perhatian tulus yang ia berikan.

Juri pura-pura saling pandang, lalu tersenyum tipis. Love Brigade mengangguk-angguk, seolah mereka benar-benar memahami metafora bumbu itu.

“Jadi, kalau kami berbeda pendapat,” Gunawan melanjutkan, nadanya kini sangat meyakinkan,

“kami nggak pakai debat kusir, Bu. Kami langsung ulek bumbu sampai menemukan rasa yang pas. Kadang perlu gula merah untuk menetralkan, kadang perlu cabai rawit untuk memberi semangat.”

Dewi tertawa kecil, tawa yang terdengar sangat alami.

“Betul sekali. Dan kami percaya, setiap bumbu dalam hidup itu, termasuk perbedaan, akan membuat hubungan kami semakin kaya rasa. Semakin medok.”

Bu Ida terkesima.

“Nah, kan! Ini baru namanya pasangan romantis! Pakai perumpamaan masakan, itu kan menunjukkan jati diri kalian sebagai pengusaha kaki lima!”

Pak Suroso, juri pura-pura, mengangkat tangannya.

“Saya punya pertanyaan pribadi, Nak. Apa hal paling romantis yang pernah Gunawan lakukan untuk Dewi?”

Gunawan menoleh ke Dewi. Ia ingat bagaimana ia diam-diam memperbaiki gerobak Dewi. Itu bukan sandiwara. Itu tulus. Tapi ia tidak bisa mengatakannya di sini.

Dewi melihat Gunawan berpikir keras. Ia tahu apa yang Gunawan maksud. Ia tersenyum, menyentuh lengan Gunawan.

“Yang paling romantis itu, Pak, Gunawan ini selalu memastikan air rebusan seblak saya tidak pernah habis. Dia selalu siap siaga, meskipun dia sendiri sibuk dengan kacang-kacang nya.” Air rebusan adalah kode untuk dukungan moral, kacang-kacangan adalah kode untuk masalahnya sendiri.

Gunawan membalas sentuhan Dewi, matanya menunjukkan rasa terima kasih.

“Dan Dewi ini, Pak, dia selalu menyediakan limau segar untuk rujak saya. Meskipun dia sibuk dengan kerupuknya yang banyak.” Limau adalah kode untuk inspirasi dan semangat, kerupuk adalah kode untuk masalah pribadi Dewi.

“Luar biasa!” seru Bu Ida, matanya berkaca-kaca.

“Saling memperhatikan sampai detail begitu! Ini baru namanya cinta sejati!”

Bu Marni dan Bu Tuti juga terlihat terharu. Para juri pura-pura sibuk mencatat, wajah mereka menunjukkan kekaguman.

“Baiklah, pertanyaan terakhir!” Pak RT berkata, bangga dengan penampilan mereka.

“Apa harapan terbesar kalian untuk masa depan pernikahan kalian?”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!