NovelToon NovelToon
Melihat Malapetaka, Malah Dapat Jodoh Dari Negara

Melihat Malapetaka, Malah Dapat Jodoh Dari Negara

Status: sedang berlangsung
Genre:Kebangkitan pecundang / Kontras Takdir / Romansa Fantasi / Mata Batin / Fantasi Wanita / Mengubah Takdir
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: INeeTha

Salsa bisa lihat malapetaka orang lain… dan ternyata, kemampuannya bikin negara ikut campur urusan cintanya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon INeeTha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TopIndo Supermarket

Suasana di ruang kerja Komandan Rendy Wibowo mendadak hening.

Komandan Rendy menatap formulir di tangannya, lalu beralih menatap gadis di depannya. Salsa Liani berdiri dengan mata polos dan baju sederhana, membuat hati siapa pun yang melihatnya terenyuh.

"Salsa, bisa jelaskan kenapa kamu mengajukan motor matic sebagai kendaraan dinas?" tanya Rendy.

Rendy mengerutkan kening. Seumur-umur jadi polisi, baru kali ini dia melihat permintaan sehemat ini!

Salsa menjawab dengan wajah serius, "Menurut saya, motor matic itu lebih hemat tempat dibanding mobil. Lebih gesit, jadi nggak gampang ketahuan kalau lagi mengintai."

"Terus cepat, anti macet, parkirnya juga gampang."

Komandan Rendy kehabisan kata-kata.

Namun, kalimat Salsa selanjutnya lebih mengejutkan lagi. "Lagipula, saya berencana mau nyambi jadi ojol pengantar makanan."

Mata Rendy membelalak. "Hah? Kenapa?"

"Kamu merasa gajinya kurang? Saya bisa ajukan ke atasan buat nambah tunjangan kamu."

Salsa buru-buru melambaikan tangan. "Bukan, bukan gitu, Komandan. Fasilitas dari kantor sudah lebih dari cukup, kok."

"Saya cuma berpikir, kemampuan 'penglihatan' saya ini butuh pemicu. Saya harus bertemu banyak orang setiap hari supaya bisa berfungsi maksimal."

"Dipikir-pikir, jadi pengantar makanan itu paling pas. Tiap hari ketemu pedagang resto, ketemu pelanggan, di jalan juga papasan sama banyak orang."

Wajah Salsa tampak sangat serius. "Pelanggan pesan antar itu banyak yang tinggal sendirian, jadi lebih rentan kena musibah mendadak."

"Apalagi kadang alamat antarnya di pelosok atau gang sempit, yang biasanya jadi area rawan kejahatan."

Mendengar itu, Rakha Wisesa mengangkat pandangannya dan menatap Salsa sekilas. Ada kilatan terkejut di matanya.

Komandan Rendy bergumam, "Alasanmu memang masuk akal. Tapi, apa kamu sudah memikirkan keselamatanmu sendiri?"

Suaranya berubah tegas. "Kalau sampai kamu kenapa-napa, kami nggak sanggup menanggung kerugian sebesar itu."

"Tenang aja. Ingat Prof. Bayu, ahli chip yang saya selamatkan? Dia kirim satu set alat pertahanan diri canggih buat saya. Besok sampai," Salsa menepuk dada bangga. "Lagian, saya kan bisa melihat nasib sial. Kalau ada bahaya, saya pasti lapor. Kalian harus siap backup saya, ya!"

"Itu pasti," sahut Rendy tegas. Rendy menunjuk Rakha. "Bawahan langsungmu ini, Rakha, juara bertahan turnamen bela diri kepolisian tiap tahun. Ini pelatih kelas kakap yang nganggur di depan mata, lho."

Belum sempat Salsa bicara, Rakha yang sedari tadi diam langsung menyela dingin. "Komandan, kasus di tangan saya masih numpuk. Saya nggak punya waktu buat melatih anak bawang."

Saat itu, Adit mengangkat tangan dengan semangat. "Komandan! Saya bisa, kok! Saya nggak se-sibuk Komandan Rakha, dan saya juga pernah juara harapan di turnamen. Kalau cuma ngajarin dasar-dasar sih kecil!"

Rakha langsung menurunkan tangan Adit yang teracung tinggi. "Nggak bisa. Pondasi dasar itu yang paling krusial. Nggak boleh asal."

Adit cemberut, tapi cuma berani menggerutu pelan. "Komandan Rakha nih gimana sih... ngajarin nggak mau, orang lain mau ngajarin dilarang."

Rakha mengambil ponselnya, lalu mengirim sebuah kontak dan lokasi ke WhatsApp Salsa. "Saya kenalkan ke tempat latihan punya teman saya."

Salsa mengecek ponselnya dan agak terkejut. Ternyata si muka tembok ini masih punya hati. "Makasih ya, Pak Rakha!"

"Sama-sama. Bantu kamu berarti bantu kerjaan saya juga biar nggak repot ngurusin kamu," jawabnya datar.

Keluar dari kantor polisi, Salsa berjalan kaki sekitar dua ratus meter menuju sebuah gang kecil. Sebuah mobil mewah sudah menunggu di sana.

Sejak malam pesta ulang tahun Oma Prita, Wira Winata mengatur dua sopir dan dua mobil untuk Salsa dan kakaknya. Satu mobil sedan bisnis, satu lagi mobil keluarga (MPV) mewah.

Pak Gito, sang sopir, melihat Salsa datang dan buru-buru turun membukakan pintu.

Setelah Salsa memasang sabuk pengaman, mobil pun melaju mulus.

Pak Gito yang penasaran bertanya, "Neng Salsa, nganter dokumen ke teman kok nggak mau diantar sampai depan gerbang kantor polisinya?"

Salsa memang beralasan sering mengantar dokumen ke temannya yang kerja di kepolisian. Pak Gito ini pensiunan tentara dan sudah tanda tangan perjanjian kerahasiaan, jadi bisa dipercaya.

Salsa terkekeh. "Lebih baik low profile aja, Pak."

Dia mengalihkan topik. "Kita jemput Bapak sama Ibu di kampung, terus langsung balik ke Jakarta, keburu jam makan siang nggak ya?"

Pak Gito mengangguk mantap. "Keburu, Neng. Restoran sudah dipesan private room-nya. Nanti di jalan Neng bisa pesan menu duluan lewat aplikasi."

Hari ini Salsa ke kantor polisi sekalian mengambil kunci. Pengajuan rumah dinas di Asrama Polisi (Aspol) sudah disetujui. Akhirnya, orang tuanya mau juga berhenti jadi petani buah di kampung dan pindah ke kota.

Hari ini adalah hari penjemputan orang tua Salsa.

Mobil pun melaju stabil menuju daerah pinggiran kota.

Pukul 12.30 siang, Salsa dan Pak Gito tepat waktu menjemput kedua orang tuanya. Mereka sekeluarga langsung meluncur ke restoran yang sudah dipesan.

Saat pintu ruang privat dibuka, sang kakak, Surya Linardi, sudah duduk menunggu. Mendengar suara pintu, dia menoleh sedikit, sudut bibirnya terangkat membentuk senyum lembut.

Di dekat pintu berdiri asisten pribadi Surya yang baru, pilihan langsung Pak Wira Winata, namanya Adrian Maulana.

Posturnya tegap, auranya tegas. Sekilas Adrian terlihat seperti bodyguard garang yang tak banyak bicara.

Adrian punya latar belakang militer dan jago bela diri. Meski usianya baru 29, tapi dia mengurus segala kebutuhan Surya dengan cekatan.

"Pak, Bu, beneran nggak mau tinggal di vila aja?" tanya Salsa sambil menyendokkan lauk ke piring ibunya.

Susi Liana tersenyum menggeleng. "Vila kejauhan, Nduk. Ibu sama Bapakmu bisa mati bosan. Di asrama kan ramai, banyak tetangga, dekat pasar lagi."

Slamet Linardi mengangguk setuju, matanya berbinar menatap anak-anaknya. "Bapak sama Ibu udah seneng banget bisa kumpul gini. Tinggal di kota, naik mobil bagus... rasanya kayak mimpi."

Surya meraba tangan adiknya, tersenyum lembut. "Ini semua berkat Salsa."

Slamet memandangi putranya lekat-lekat, lalu tiba-tiba tertawa. "Eh, kok Bapak merasa anak lanang kita makin ganteng ya? Apa seperti kata orang di internet, 'duit bikin glowing'? Ternyata bener ya!"

Surya yang dipuji terang-terangan begitu, telinganya langsung memerah. Dia menunduk malu. "Pak, ah... sesama keluarga kok mujinya gitu... geli dengarnya."

Tawa riuh memenuhi ruangan itu. Setelah makan siang yang hangat, mereka langsung menuju Aspol. Apartemen tiga kamar itu sederhana tapi nyaman. Karena belum ada isinya, Susi langsung mengeluarkan titah layaknya jenderal perang.

"Kita belanja!" seru Susi. Ia membagi tugas: dirinya dan Bapak urus perabot dan sabun, sementara Salsa dan Surya...

"Kalian serbu bagian jajan! Habiskan minimal tiga ratus ribu per orang. Kalau nggak habis, nggak boleh pulang!" Susi menyodorkan kartu debit dengan gaya sok galak.

Salsa dan Surya tertawa. Dulu, Ibu selalu menyisihkan uang receh demi membelikan mereka satu bungkus keripik untuk dibagi dua. Sekarang, mereka bisa memborong satu rak.

Di Supermarket "TopIndo" itu, Salsa kalap. Ia memeluk tumpukan keripik sampai menutupi wajah. Bruk! Seorang bocah menabraknya, membuat jajanan dipelukannya berhamburan.

"Mbak, diam di situ. Biar saya ambilkan keranjang."

Seorang pramuniaga pria kurus datang membantu. Namanya Bagas Prasetyo seperti yang tertulis di name tag di seragamnya. Wajahnya tirus, dan tangannya kasar pecah-pecah. Aura lelah menguar kuat darinya.

Namun, saat mata mereka bertemu, kepala Salsa berdenyar hebat.

Dunia di sekelilingnya berubah dingin. Sensasi yang selalu dirasakan Salsa setiap kali halusinasinya datang.

Salsa "melihat" Bagas di sebuah gudang pendingin (cold storage). Tubuhnya meringkuk kaku di sudut, bibir membiru, bulu mata tertutup bunga es. Di perutnya ada luka tusuk, darah merah pekat membeku di lantai.

Pintu gudang terbuka. Dua orang berjas laboratorium putih dan bermasker masuk, mengangkut mayat Bagas ke dalam truk boks seolah dia hanya tumpukan daging beku. Salah satu dari mereka menempelkan jari kaku Bagas ke sensor ponsel untuk menghapus data.

Bayangan berganti ke rumah duka. Tiga anak kecil menangis meraung-raung, sementara orang-orang dewasa di sekitar mereka malah sibuk bertengkar memperebutkan uang santunan kematian.

"Mbak? Mbak nggak apa-apa?"

Suara Bagas menarik Salsa kembali ke realita. Napas Salsa memburu, tangannya gemetar.

"Saya... saya nggak apa-apa, Mas," Salsa berusaha menenangkan diri. Ia harus bertindak cepat.

"Mas, sebenernya saya lagi cari kerja. Boleh nggak saya diajarin nata barang sebentar? Siapa tahu saya diterima kerja di sini."

Bagas awalnya ragu, tapi Salsa mengeluarkan jurus andalannya: wajah memelas dan janji bagi info loker sampingan. Pertahanan Bagas runtuh. Sambil menata rak, Salsa mengorek informasi.

Bagas adalah duda tiga anak, istrinya kabur membawa tabungan. Dia kerja banting tulang dari pagi sampai malam, pramuniaga, satpam paruh waktu, sampai tukang cuci piring.

Salsa bertukar nomor WhatsApp, beralasan dia bekerja sebagai operator panggilan darurat kepolisian (Banpol) yang punya banyak koneksi.

"Kalau ada apa-apa, Mas telepon saya ya. Saya bisa sambungin langsung ke polisi," tegas Salsa, mencoba menanamkan sugesti itu sekuat mungkin.

Begitu Bagas pamit untuk kerja sambilan berikutnya, Salsa langsung mengetik pesan ke Rakha.

Target: Bagas Prasetyo. Lokasi: Cold Storage Supermarket TopIndo. Waktu: 02.00 dini hari. Dugaan: Pembungkaman saksi mata.

Tak lama, balasan Rakha masuk: Tim bergerak. Kamu fokus pindahan aja.

Sore harinya, mobil mereka sampai di parkiran Aspol.

Salsa terpaku melihat sosok tinggi tegap berdiri di bawah pohon angsana. Rakha Wisesa, tanpa seragam, hanya mengenakan kaos olahraga hitam yang mencetak otot bahunya. Dia terlihat... manusiawi. Dan sialnya, sangat tampan.

"Pak Rakha? Ngapain di sini?"

Rakha menatapnya datar. "Kamu nanya kenapa saya ada di depan rumah saya sendiri?"

"Hah? Bapak tinggal di sini?"

"Ini Asrama Polisi, Salsa. Wajar dong saya tinggal di sini," Rakha mengambil alih kantong belanjaan berat dari tangan Salsa dengan natural. "Saya di gedung sebelah."

Saat mereka masuk lift. Layar iklan di dinding lift menampilkan wajah Reyhan Pratama, atlet renang nasional yang sedang naik daun, tersenyum manis memegang produk susu.

Rakha membuang muka, rahangnya mengeras.

Begitu sampai di unit apartemen Salsa, kekacauan terjadi. Barang-barang masih berserakan.

"Duduk dulu, Pak!" Salsa panik, menyodorkan sekaleng susu ke tangan Rakha lalu menyambar lap. "Maaf berantakan!"

Salsa berjinjit berusaha mengelap rak dinding bagian atas, tapi tangannya tak sampai. Tiba-tiba, sebuah tangan kekar melewati kepalanya, mengambil lap itu.

Hawa hangat tubuh Rakha menerpa punggung Salsa. Wangi sabun dan cedarwood maskulin menyeruak. Jantung Salsa berdegup kencang.

"Minggir. Pendek banget sih," gumam Rakha, mengelap rak itu dengan mudah.

Salsa mundur, pipinya panas. "Mentang-mentang tinggi."

"Tinggi itu berguna. Buktinya kamu nyuruh-nyuruh saya lancar banget," balas Rakha santai. Dia berjalan ke wastafel, mencuci lap dengan gerakan luwes. Siapa sangka Komandan "Malaikat Maut" ini jago bersih-bersih?

"Wah! Keren banget!"

Teriakan Susi dari kamar utama memecah lamunan Salsa. Di sana, Adrian baru saja memasang sprei dengan kecepatan kilat, rapi tanpa cela dalam hitungan detik.

"Gila, skill asisten sultan emang beda level," gumam Salsa kagum.

Rakha yang mendengar itu mengelap meja makan dengan gerakan yang tiba-tiba lebih kasar, seolah sedang menggosok wajah tersangka.

Drrt... Drrt...

HP Salsa di meja bergetar panjang.

Nama di layar: Mas Bagas Supermarket.

Salsa langsung menyambar ponselnya, wajahnya tegang. "Pak Rakha! Bagas telepon!"

1
sahabat pena
media pers nya parah nih.. org lagi bertaruh nyawa. dibuat konten kreator.. ayuk salsa selamat kan arga dan ponakan nya💪💪💪💪
Lala Kusumah
cepat tolong Arga ya Salsa 🙏🙏🙏
Lala Kusumah
nah loh....
Tini Rizki
keren bikin penasaran lanjut Thor
Lala Kusumah
Alhamdulillah Salsa, rezeki anak Sholehah 🙏🙏👍👍😍😍
...cienta kamyu...
lanjut thoorr...semangat yaa
sahabat pena
syukurlah si playboy petra selamat 🤣🤣🤣🤣dag dig ser itu dihadapkan sama makanan dan minuman yg beracun
Lala Kusumah
alhamdulilah semua selamat, tegaaaanng pisan 🫣🫣😵‍💫😵‍💫🙏🙏👍👍
hebaaaaaatt Salsa 👍👍👍
Lala Kusumah
ikutan tegaaaanng kalau Salsa lagi mode on begitu 🫣🫣😵‍💫😵‍💫
sahabat pena
huhuhu up nya kurang byk kak.... lagi seru yeuh 🤣🤣🤣✌
Lala Kusumah
sukses selalu bang Surya 👍👍👍
Reni Syahra
kerenn bangett eksekusinya..
lanjutt thor💪
ganbatteee😍
Lala Kusumah
semangat Salsa 🙏🙏💪💪👍👍
saniati Amat
semangat trs thor,jgn lupa jg ksehatn,ditunggu up slanjutnya💪💪💪💪
renren syahra
up nya jng lama2 dong thor
sahabat pena
Luar biasa
Lala Kusumah
bakat Salsa emang hebaaaaaatt n kereeeeeennn 👍👍👍
Lala Kusumah
cepat tolong kakakmu Salsa 🙏🙏🙏
Lala Kusumah
syukurlah
Melody Aurelia
bos gurem nih😄
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!