NovelToon NovelToon
Pendekar Naga Bintang

Pendekar Naga Bintang

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Misteri / Action / Fantasi / Budidaya dan Peningkatan / Anak Genius
Popularitas:45.2k
Nilai: 5
Nama Author: Boqin Changing

Di barat laut Kekaisaran Zhou berdiri Sekte Bukit Bintang, sekte besar aliran putih yang dikenal karena langit malamnya yang berhiaskan ribuan bintang. Di antara ribuan muridnya, ada seorang anak yatim bernama Gao Rui, murid mendiang Tetua Ciang Mu. Meski lemah dan sering dihina, hatinya jernih dan penuh kebaikan.

Namun kebaikan itu justru menjadi awal penderitaannya. Dikhianati oleh teman sendiri dan dijebak oleh kakak seperguruannya, Gao Rui hampir kehilangan nyawa setelah dilempar ke sungai. Di ambang kematian, ia diselamatkan oleh seorang pendekar misterius yang mengubah arah hidupnya.

Sejak hari itu, perjalanan Gao Rui menuju jalan sejati seorang pendekar pun dimulai. Jalan yang akan menuntunnya menembus batas antara langit dan bintang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boqin Changing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Masuk ke Dalam Hutan

Boqin Changing dan Gao Rui berjalan keluar dari rumah tempat mereka beristirahat. Udara pagi di dalam Pagoda Serpihan Surga benar-benar berbeda dari dunia luar. Lebih murni, lebih tajam, seakan setiap tarikan napas bisa menambah tenaga dalam.

Di depan mereka, dataran luas hijau terbentang, diselimuti kabut tipis dan cahaya matahari pagi. Hari itu adalah latihan pagi mereka yang entah keberapa sejak memasuki pagoda, sebuah rutinitas tanpa jeda yang membentuk disiplin baja dalam diri Gao Rui.

Namun ada sesuatu yang berbeda pagi ini. Gurunya, Boqin Changing tiba tiba mengajaknya untuk masuk ke dalam hutan. Sesuatu yang dilarangnya semenjak mereka masuk ke dalam pagoda ini.

Sesampainya di sana, Gao Rui melangkah, lalu berhenti. Matanya melebar tak percaya.

“Guru…” katanya pelan, suaranya seperti tercekat. “Itu… apa?”

Di kejauhan, seekor burung raksasa berwarna emas hinggap di batu besar. Sayapnya memantulkan cahaya seperti bilah pedang. Setiap bulunya seperti terbuat dari logam emas, tajam berkilau. Matanya merah menyala seperti bara.

Tak jauh dari sana, di padang rumput, seekor kuda putih berkilat berlari bebas, namun bukan kuda biasa di punggungnya terhampar sepasang sayap besar, bulunya putih seperti salju, dan setiap kali sayap itu mengepak, pusaran angin besar tercipta.

Namun yang paling membuat Gao Rui menelan ludah adalah makhluk yang berdiri di bawah pohon tua. Seekor rubah berwarna perak, tubuhnya elegan, bermata tajam, dan ia memiliki sembilan ekor yang bergerak pelan seakan menari dalam aliran spiritual.

Gao Rui langsung mundur selangkah, jantungnya berdegup kencang.

“Itu… itu… apa mereka… siluman?” tanyanya pelan, nyaris berbisik.

Boqin Changing tidak menjawab. Ia hanya berjalan tenang, seolah apa yang dilihat Gao Rui bukanlah sesuatu yang aneh baginya. Tanpa memandang muridnya, ia hanya berkata datar.

“Jangan ganggu mereka. Latihan kita ada di sisi timur tebing hari ini.”

Namun justru karena tidak mendapat jawaban, Gao Rui spontan menoleh pada gurunya dan saat itu ia mengerti sesuatu. Ia teringat ketika pertama kali mereka masuk ke dalam pagoda, Boqin berkata satu hal yang ia pikir hanya ancaman semata.

“Jangan masuk ke hutan. Makhluk yang ada di sana tidak terlalu suka diganggu.”

Gao Rui menelan ludah. Ia baru sadar ternyata apa yang ada di hutan pagoda… bukan sekadar binatang. Bukan sekadar makhluk liar. Tapi makhluk-makhluk aneh yang bahkan sekte besar di dunia luar mungkin jarang melihatnya seumur hidup. Makhluk-makhluk yang… berbahaya.

Gao Rui bergidik. Tubuhnya merinding tanpa ia sadari.

Boqin Changing berhenti sejenak dan menatap muridnya sekilas.

“Kalau kau ingin jadi lebih kuat,” katanya pelan, “jangan melihat terlalu banyak hal yang belum sanggup kau pahami.”

Lalu gurunya berjalan lagi tanpa menoleh.

Boqin Changing dan Gao Rui akhirnya mencapai sisi timur hutan yang berakhir pada sebuah tebing raksasa. Tebing itu menjulang seperti dinding hitam yang membelah bumi, dan di tengahnya terdapat air terjun besar yang mengalir deras, menghantam batu-batu keras di bawahnya. Suaranya menggema memenuhi hutan, seperti dentuman genderang perang yang tak pernah berhenti.

Tanpa memberi penjelasan lebih lanjut, Boqin Changing hanya berkata singkat.

“Kita lanjutkan latihan di sini.”

Gao Rui mengangguk, meski pikirannya masih terganggu oleh apa yang baru saja ia lihat di hutan, makhluk-makhluk asing yang tak seharusnya ada di dunia manusia. Tapi ia tidak berani banyak bertanya.

Ia melepas baju atasnya dan masuk ke bawah air terjun. Air menghantam punggungnya dengan keras, seperti ribuan batu yang dijatuhkan dari langit. Ia duduk bersila, mencoba bermeditasi sambil menahan aliran air yang menguji kekuatan fisik dan konsentrasinya.

Namun hari ini, pikirannya kacau. Ia mencoba menarik napas… tapi bayangan burung emas raksasa tadi muncul lagi. Ia mencoba memusatkan tenaga dalam… tapi yang muncul adalah gambaran kuda bersayap yang menggetarkan bumi saat menapak tanah. Ia mencoba fokus… tapi sembilan ekor rubah perak itu terus menari di kepalanya, menebar hawa aneh yang membuat kulitnya merinding.

Tak lama kemudian, suara gurunya terdengar, tenang seperti biasa.

“Kau kehilangan fokus.”

Gao Rui menghela napas berat.

“Maaf, Guru…”

“Apa yang mengganggumu?” tanya Boqin Changing santai.

Gao Rui membuka mata. Air terus menghantam tubuhnya, tapi rasa takut justru lebih menyakitkan.

“Aku… aku tidak bisa berhenti memikirkan makhluk-makhluk itu.” katanya jujur. “Keberadaan mereka… mengganggu pikiranku. Makhluk seperti itu… jelas bukan makhluk biasa. Mereka tampak seperti perpaduan hewan dan siluman. Bagaimana kalau mereka menyerang kita sewaktu-waktu?”

Boqin Changing menatap muridnya dengan ekspresi datar.

“Lalu?”

Gao Rui terdiam. Ia tidak tahu apa maksud gurunya dengan satu kata itu.

Boqin Changing berdiri dengan tangan bersedekap, lalu berkata pelan namun tegas.

“Ketakutanmu tidak membuatmu lebih kuat. Kekhawatiranmu tidak melindungimu. Fokusmu yang menentukan apakah kau hidup… atau mati.”

Ia maju satu langkah, suara air terjun bagai tunduk pada kalimatnya.

“Kau khawatir mereka akan menyerangmu? Kenapa harus takut pada mereka?”

Gao Rui menatapnya.

“Karena… mereka jelas lebih kuat dariku.”

“Tepat,” jawab Boqin Changing. “Lebih kuat darimu. Bukan dariku.”

Gao Rui terdiam.

Boqin Changing menatap lurus ke arah hutan, ke tempat para makhluk itu berada. Aura tekanannya muncul sekejap menyasar ke arah para makhluk-makhluk itu. Membuat udara di sekitar bergetar. Tampak suara keras terdengar namun justru bergerak menjauhi mereka berdua.

“Selama aku ada di sini,” katanya datar, “tidak ada satu pun dari mereka yang berani mendekat. Karena di tempat ini…”

Tatapannya berubah tajam sedingin kematian.

“...akulah makhluk terkuat.”

Angin berhenti berhembus sesaat. Hutan seolah membisu. Boqin Changing melanjutkan datar, seakan ucapannya tadi hanyalah fakta sederhana.

“Sekarang tutup mulutmu dan fokus bermeditasi. Kalau pikiranmu bisa dikalahkan oleh rasa takut, kau tidak pantas berdiri di bawah langit.”

Gao Rui menunduk.

“Baik, Guru.”

Air kembali menghantamnya. Tapi kali ini, ia menarik napas dalam-dalam… dan mencoba membuang semua rasa takut dalam dirinya.

Karena hari ini ia sadar satu hal selama gurunya ada di sini, ia tidak perlu takut pada siapa pun.

...******...

Malam itu, setelah latihan selesai dan langit dihiasi titik-titik cahaya seperti bintang yang bernapas, Boqin Changing dan Gao Rui kembali ke rumah kayu tempat mereka tinggal. Api unggun kecil menyala di perapian, dan aroma sup daging spiritual menghangatkan ruangan sederhana itu.

Gao Rui duduk bersila berhadapan dengan gurunya. Ia memegang mangkuk supnya, tapi pikirannya jauh. Keheningan makan malam itu terasa terlalu berat, terlalu penuh oleh hal-hal yang belum sempat terucap. Hingga akhirnya ia tak tahan lagi.

“Guru,” katanya pelan, memecah sunyi. “Bolehkah aku bertanya sesuatu?”

Boqin Changing tidak menoleh, hanya mengaduk sup di mangkuknya.

“Bertanya saja.”

Gao Rui menelan ludah, lalu berkata serius.

“Tentang makhluk-makhluk pagi tadi… burung emas itu, kuda bersayap, dan rubah berekor sembilan. Wajah mereka mirip binatang, tapi bentuk mereka… seolah-olah mereka lebih dari sekadar hewan biasa bahkan seperti… siluman.”

Ia menatap gurunya penuh keraguan.

“Apakah mereka itu… siluman, Guru?”

Boqin Changing menghentikan gerakan tangannya. Ia meletakkan mangkuk sup, menatap muridnya dengan tenang.

“Tidak,” jawabnya datar. “Mereka bukan siluman.”

Gao Rui mengerutkan kening.

“Kalau begitu… apa mereka itu hewan langka?”

“Bukan,” jawab Boqin lagi. “Mereka juga bukan hewan biasa.”

Gao Rui semakin bingung.

“Kalau bukan hewan… bukan siluman… lalu apa mereka?”

Boqin Changing menyandarkan punggungnya pada kursi, lalu menatap keluar jendela seakan melihat sesuatu jauh melampaui malam itu. Suaranya terdengar lebih berat, seolah menyentuh sesuatu yang tak seharusnya dibicarakan oleh manusia biasa.

“Mereka,” katanya pelan, “adalah binatang suci.”

Mata Gao Rui melebar.

“Binatang… suci?”

Boqin Changing mengangguk.

“Mereka adalah makhluk agung. Raja-raja siluman yang telah berhasil menembus batas mereka."

1
Zainal Arifin
joooooooosssss
opik
mantap
Dewi Kusuma
bagus
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Tooooooops 🍌🍒🍅🍊🍏🍈🍇
Anonymous
makin seruuuu 😍
John Travolta
jangan kendor updatenya thor
hamdan
thanks updatenya thor
Duroh
josssss 💪
Joko
go go go
Wanfaa Budi
😍😍😍😍
Mulan
josssss
y@y@
🌟💥👍🏼💥🌟
Zainal Arifin
mantaaaaaaaappppp
y@y@
👍🏾⭐👍🏻⭐👍🏾
y@y@
👍🏿👍🏼💥👍🏼👍🏿
Rinaldi Sigar
lanjut
opik
terimakasih author
Xiao Han ୧⍤⃝🍌
berjaga
Xiao Han ୧⍤⃝🍌
Dialog tag kan ini? Diakhiri pake koma ya thor (bukan problem besar sih, pembaca lain juga banyaknya pada gak sadar 🤭)
A 170 RI
mereka binafang suci tapi mereka lemah..yg kuat adalah gurumu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!