Yansya diceraikan istrinya karena dia miskin. Setelah menjadi agent khusus, akankah hidupnya berubah menjadi lebih baik? atau menjadi semakin buruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Yansya Yang Diam
Dengan buronan yang kini sudah diamankan oleh Maya di dalam kapal, Tim Predator dan Tim Rose yang berada di darat mulai memulihkan keadaan di taman hiburan. Reno dan David dengan cekatan menyisir area untuk memastikan tidak ada lagi ancaman tersembunyi.
Alex dan Clara membantu evakuasi pengunjung yang masih panik, membimbing mereka ke tempat yang lebih aman.
Lisa terus memantau laporan dari timnya, mengarahkan mereka untuk bekerja secara efisien. Ia tahu bahwa setiap informasi yang didapatkan dari buronan itu akan menjadi kunci untuk mengungkap jaringan kejahatan yang lebih besar.
Yansya memandang ke arah laut, di mana kapal kargo itu semakin menjauh, membawa serta Maya dan target mereka. "Aku penasaran apa yang akan Maya dapatkan dari si jubah hitam itu," ucap Yansya, nadanya penuh antisipasi.
Ia tahu bahwa Maya tidak hanya ahli dalam melumpuhkan target, tetapi juga sangat terampil dalam mengorek informasi tanpa disadari oleh lawannya.
Lisa mendekat, menyentuh lengan Yansya. "Kita akan segera tahu, Sayang. Maya pasti akan kembali dengan semua yang kita butuhkan."
Beberapa menit kemudian, Yansya menerima panggilan dari Kepala Direktur Bram. "Kerja bagus, Yansya," suara ayahnya Lisa terdengar di komunikator, jelas ada nada bangga dalam ucapannya.
"Aku sudah menerima laporan dari Lisa. Sekarang, fokus pada interogasi buronan itu. Kita harus tahu siapa yang ada di balik semua ini."
Yansya mengangguk. "Siap, Pak Direktur! Saya akan pastikan tidak ada informasi yang terlewat." Lisa tersenyum tipis, senang melihat bagaimana Yansya selalu serius dalam menjalankan tugasnya, bahkan setelah melewati kencan yang penuh drama.
Setibanya mereka di markas, buronan berjubah hitam itu langsung dibawa ke ruang interogasi khusus yang kedap suara, di mana Maya sudah menunggu dengan wajah datar dan tatapan dingin.
Yansya masuk ke ruangan itu dengan ekspresi serius yang dibuat-buat, bersiap untuk sesi tanya jawab yang alot, sementara Lisa berdiri di balik kaca satu arah, mengamati dari ruang kontrol, siap untuk mengintervensi jika diperlukan.
"Baiklah, Tuan Jubah Hitam," Yansya memulai, suaranya terdengar formal. "Sebelum kita masuk ke pertanyaan utama, ada beberapa hal yang perlu kamu jelaskan padaku, terutama soal kerugian yang kamu sebabkan."
Ia melipat tangan di dada, menatap pria itu dengan pandangan menuntut, seolah ini adalah rapat keuangan bukan interogasi penjahat berbahaya. "Aku ingin tahu, siapa yang akan bertanggung jawab atas hancurnya mesin capit boneka di taman hiburan, dan bagaimana dengan kehilangan potensial sate padangku karena kamu membuatku gagal memenangkan hadiah?"
Lisa yang mengamati dari balik kaca hampir saja tersedak kopinya. Ia menghela napas, menggelengkan kepala samar-samar, tidak habis pikir dengan prioritas Yansya yang selalu saja melenceng dari topik utama, padahal ini adalah interogasi penting untuk mengungkap jaringan kejahatan besar.
Ia melihat Maya yang menatap Yansya dengan ekspresi bingung, seolah tidak percaya dengan pertanyaan pertama yang keluar dari mulut ketuanya, dan itu membuat Lisa harus menahan tawa agar tidak terdengar hingga ke ruang interogasi.
Lisa akhirnya memutuskan untuk turun tangan, tidak sanggup lagi menahan tingkah laku Yansya yang semakin absurd. Ia menekan tombol mikrofon dan suaranya terdengar jelas di ruang interogasi, "Yansya, keluar dari sana! Aku akan mengambil alih." Nadanya tegas, namun ada sedikit tawa yang terselip di dalamnya, karena ia tahu Yansya tidak akan suka digantikan, terutama saat dia sedang 'bermain-main' dengan targetnya.
Yansya langsung menoleh ke arah kamera, wajahnya cemberut seperti anak kecil yang permainannya diganggu. "Astaga, Sayang! Aku ini sedang berinterogasi, ini bagian dari taktik! Bagaimana bisa kita tahu motifnya kalau kita tidak tahu bagaimana dia mau mengganti kerugianku?"
Yansya mengeluh, menunjuk-nunjuk buronan yang terlihat semakin pusing dengan arah pembicaraan mereka, seolah dia adalah korban dari perdebatan yang tidak penting ini.
"Keluar, Yansya, sekarang!" Lisa mengulang perintahnya, kali ini lebih tegas. "Aku tidak mau tahu soal sate padang atau mesin capit boneka. Ada hal yang lebih penting daripada urusan perutmu. Biarkan aku yang tangani ini."
Yansya akhirnya menghela napas pasrah, menatap buronan itu dengan pandangan kecewa, seolah baru saja kehilangan kesempatan emas untuk menagih utang, lalu ia melangkah keluar ruangan dengan langkah lesu, menggerutu sepanjang jalan menuju ruang kontrol.
Yansya kemudian melenggang masuk ke ruang kontrol, tempat Lisa berdiri di balik panel kendali interogasi, dan langsung merengek seperti balita yang permennya diambil. "Sayang, ini tidak adil! Aku sudah hampir mendapatkan pengakuan darinya, dia pasti akan menyerah soal kerugian mesin capit kalau aku terus mendesaknya," ucap Yansya, nadanya manja dan penuh drama, seolah nasib keuangan negara bergantung pada pengakuan buronan itu terhadap sisa saldonya.
Ia menyilangkan tangan di dada, menunjukkan wajah memelas yang seringkali berhasil meluluhkan Lisa, meski kali ini sepertinya tidak.
Lisa hanya menoleh sekilas, mengangkat satu alisnya dengan ekspresi geli. "Oh, ya? Dan menurutmu, dia akan membayar kerugianmu dengan uang hasil kejahatan, begitu? Atau mungkin dia akan menukar informasi penting tentang organisasinya dengan kesempatanmu bermain mesin capit lagi?"
Lisa menyindir, menahan tawa yang siap meledak melihat tingkah Yansya yang kekanak-kanakan, karena ia tahu bahwa Yansya memang tidak pernah berubah, selalu saja ada sisi komedi yang muncul di tengah situasi serius.
"Tentu saja!" Yansya membalas dengan mata berbinar, seolah ide itu adalah penemuan terhebat abad ini. "Bayangkan, Sayang, jika dia menyerah dan memberiku semua uangnya, aku bisa membeli mesin capit boneka itu sendiri! Lalu aku bisa berlatih sampai aku jadi master, dan tidak ada lagi yang bisa menipu kita dengan mainan murahan itu!"
Ia mengepalkan tangan ke udara, menunjukkan semangat yang membara untuk sebuah mesin capit, membuat Lisa kembali menggelengkan kepala, antara gemas dan ingin meninju Yansya karena tingkah lakunya yang selalu aneh.
Di dalam ruang interogasi, Lisa melangkah masuk dengan langkah mantap. Tatapannya kini berubah menjadi sangat dingin dan serius, kontras sekali dengan Yansya yang baru saja keluar dengan ekspresi cemberut.
Ia duduk di kursi seberang buronan itu, meletakkan berkas di atas meja dengan suara tajam. Lalu menatap pria berjubah hitam itu dengan mata menelisik, seolah sedang mencoba membaca setiap rahasia yang tersembunyi di balik sorot matanya yang ketakutan.
"Nama, identitas, dan siapa yang menyuruhmu melakukan semua ini?" Lisa bertanya dengan suara rendah namun penuh otoritas. Setiap katanya menusuk tajam ke dalam pikiran buronan, tanpa sedikit pun nada bercanda seperti Yansya sebelumnya.
Ia sama sekali tidak tertarik dengan urusan mesin capit atau sate padang, karena yang ia inginkan hanyalah informasi yang akurat dan lengkap mengenai dalang di balik semua kekacauan ini, demi keamanan kota dan negara. Buronan itu hanya diam, kepalanya tertunduk, berusaha menghindari tatapan Lisa yang terasa menusuk, seolah ia tahu bahwa bermain-main dengan Lisa tidak akan semudah bermain-main dengan Yansya yang mata duitan.
Lisa menyadari bahwa buronan itu tidak akan mudah memberikan informasi, tetapi ia tidak akan menyerah begitu saja. "Aku tidak punya banyak waktu, dan kesabaranku sangat terbatas," ucap Lisa, suaranya sedikit meninggi, membuat buronan itu sedikit tersentak.
"Jadi, lebih baik kamu bicara sekarang, atau kamu akan menyesalinya. Kami tahu kamu tidak bekerja sendiri, dan kami akan menemukan semua koneksimu, cepat atau lambat." Lisa menatap buronan itu dengan tatapan mengancam, seolah siap membongkar semua rahasia yang ia simpan jika dia masih terus bungkam.
Tiba-tiba, buronan itu mengangkat kepalanya, sebuah seringai jijik terukir di bibirnya. Tawa rendah yang terdengar sangat menyeramkan mulai keluar dari mulutnya, memenuhi ruangan interogasi yang tadinya hening.
Matanya yang gelap menatap Lisa dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan tatapan tidak senonoh, seolah wanita itu hanyalah objek yang bisa ia nilai sesuka hati.
"Oh, Nona cantik," ucap buronan itu, suaranya serak dan terdengar mesum, "kamu pikir dengan wajah secantik itu aku akan langsung takut dan menceritakan semuanya? Justru, aku jadi lebih tertarik untuk tidak bicara, karena aku ingin melihat sejauh mana kamu bisa memaksaku." Ia terkekeh lagi, tawa yang penuh ejekan, membuat Lisa merasakan darahnya mendidih karena amarah yang mulai memuncak, padahal ia sudah berusaha keras untuk tetap profesional.
Dari ruang kontrol, Yansya hanya diam membisu. Kepalan tangannya semakin mengerat hingga buku-buku jarinya memutih, dan napasnya terdengar berat. Mata elangnya kini memancarkan kilatan yang sangat gelap, sorot haus darah yang begitu pekat sehingga membuat suhu di ruangan itu seolah turun drastis.
Seluruh anggota timnya yang berada di sana, termasuk Reno dan David, langsung menegang, keringat dingin mulai mengucur di dahi mereka, karena mereka tahu bahwa Yansya yang diam lebih menyeramkan daripada Yansya yang marah-marah, dan aura membunuhnya terasa begitu nyata hingga menekan udara di sekitar mereka.