NovelToon NovelToon
Antara Kau, Dia Dan Kenangan

Antara Kau, Dia Dan Kenangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Bad Boy / Trauma masa lalu / Barat / Mantan
Popularitas:699
Nilai: 5
Nama Author: Yellow Sunshine

Ketika cinta pertama kembali di waktu yang salah, ia datang membawa hangatnya kenangan sekaligus luka yang belum sembuh.
Nora tak pernah menyangka masa lalu yang sudah ia kubur dalam-dalam muncul lagi, tepat saat ia telah memulai kisah baru bersama Nick, pria yang begitu tulus mencintainya. Namun segalanya berubah ketika Christian—cinta pertamanya—kembali hadir sebagai kakak dari pria yang kini memiliki hatinya.
Terjebak di antara masa lalu dan cintanya kini, sanggupkah Nora memilih tanpa melukai keduanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yellow Sunshine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Awal yang Baru

Matahari pagi menyelinap lembut melalui jendela kamar yang setengah terbuka, menari di sela-sela tirai tipis yang bergoyang perlahan. Hari ini akhirnya datang juga. Hari dimana aku harus berkemas dan pindah ke asrama kampus yang setelah ini akan menjadi rumah keduaku.

Dua buah koper besar di sudut kamar tampak sudah siap untuk diangkut ke dalam bagasi mobil. Semalam aku sudah mengemas sebagian besar isi lemari pakaianku, dan juga beberapa barang yang ingin kubawa kesana. Tidak lupa juga, tiga buah novel baruku yang salah satunya sudah kutuntaskan ceritanya. Kupikir mungkin aku akan membutuhkannya untuk mengisi waktu luang saat tinggal di asrama kampus nanti.

"Sudah siap, Sayang?", tanya Ibu yang masuk pelan-pelan ke dalam kamar, dan memelukku hangat dari belakang.

Aku mengangguk pelan, lalu membalikkan badan. "Ya. Aku siap, Bu."

"Baiklah, ayo turun! Biar Ibu bantu bawakan salah satunya.", kata Ibu, menarik salah satu koper besar milikku.

Aku menarik satu koper yang tersisa, dan berjalan di belakang Ibu. Menuju mobil Ford hitam milik Ayah yang sudah menunggu kami di halaman depan rumah. Ayah yang berdiri di samping mobil sontak membantu kami memasukkan dua koper besar yang kami bawa, begitu kami menghampirinya.

"Sudah siap untuk berangkat?", tanya Ayah, padaku yang berdiri di samping pintu mobil.

"Ya. Ayo berangkat!", seruku.

Aku masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi belakang. Sementara Ayah duduk di kursi kemudi, dengan Ibu di sebelahnya. Ayah melajukan mobilnya melewati jalanan kota tampa menuju Gainesville yang pagi ini cukup lengang. Sepanjang perjalanan, Ibu banyak bertanya tentang tur kampus yang sudah kulakukan. Membuatku mau tidak mau teringat akan kejadian di rumah Nick hari itu.

"Jadi bagaimana tur kampusnya, Sayang? Kamu belum menceritakannya pada kami.", tanya Ibu, dengan suara lembutnya.

"Menyenangkan. Seperti tur kampus pada umumnya, Nick mengajakku berjalan-berjalan menyusuri area kampus dan menunjukkan berbagai gedung dan fasilitas yang ada disana. Lalu, dia mengajakku mengunjungi fakultas bisnis Warrington yang memiliki gedung sangat tinggi dan megah."

"Hmm, kedengarannya menyenangkan. Apa kalian mengambil jurusan yang sama?"

"Tidak, Bu. Nick mengambil jurusan hukum di fakultas hukum Levin."

"Oh, Ibu kira kalian mengambil jurusan yang sama. Apa dia tinggal di asrama kampus juga, Sayang?"

"Tidak, Bu. Nick tinggal di rumahnya—di Alachua.", jawabku.

Aku jadi terheran, kenapa percakapan kami malah tentang Nick. Bukankah harusnya Ibu bertanya lebih jauh tentang perkuliahanku saja? Aku mengerutkan dahi, hendak memprotes Ibu. "Kenapa Ibu jadi bertanya tentang Nick?"

Ibu tertawa ringan, lalu menanggapi pertanyaanku dengan santai. "Haha. Maaf, Sayang."

Setelah aku melakukan protes padanya, Ibu kembali bertanya tentang hal-hal seputar perkuliahan. Sisanya, ia bertanya tentang Nina dan juga Jenny. Kami banyak mengobrol, hingga tanpa sadar mobil yang kami kendarai sudah hampir tiba di tempat tujuan kami, University of Florida.

Ayah melambatkan laju mobilnya, begitu kami melewati gerbang besar bertuliskan 'University of Florida'. Deretan pohon rindang menyambut kami, diselingi bangunan-bangunan kampus yang tampak begitu megah. Sekitar jarak 2 km dari gerbang utama kampus, terlihat sebuah bangunan bergaya modern minimalis yang merupakan gedung asrama kampus. Di halaman depan asrama kampus sana, tampak beberapa mahasiswa baru tengah sibuk menarik koper-koper besar, tertawa, atau memeluk orangtua atau keluarga mereka. Hal yang sama yang akan kulakukan beberapa saat lagi.

Aku turun dari mobil, lalu membantu Ayah menurunkan koper besar dari bagasi mobil. Tidak lama setelah itu, terlihat Nina menghampiri kami—berlari dari kejauhan dengan wajahnya yang ceria.

"Nora!", serunya, tampak begitu bersemangat. "Akhirnya kamu datang juga.", katanya, sambil memelukku erat.

"Kamu menungguku?", tanyaku.

"Ya, tentu saja. Sejak pagi tadi.", jawabnya.

Lalu Ibu tiba-tiba menghampiri kami, untuk menyapa Nina. Sementara Ayah berdiri di samping mobil, di dekat dua koper besar yang sudah diturunkanmya dari bagasi. "Hai, Nina!", sapa Ibu.

"Halo, Mrs. Grace!", balas Nina, menyapa ibu—memeluknya. "Halo, Mr. Grace!", sapa Nina pada Ayah, yang kemudian dibalas Ayah dengan senyuman lebar.

"Semoga kamu nyaman tinggal disini, Sayang.", kata Ibu.

"Jangan khawatir, Mrs. Grace. Aku akan memastikan Nora menikmati hari-harinya tinggal di asrama.", sahut Nina.

"Wah, kalau begitu sepertinya Ibu tidak akan merasa khawatir lagi. Trims, Nina!"

"Sama-sama, Mrs. Grace."

"Baiklah, Masuklah ke dalam bersama Nina, Sayang! Kurasa Ibu dan Ayah harus pergi sekarang. Bersenang-senanglah disini, di rumah keduamu! Dan, jaga diri kalian baik-baik."

"Baik, Bu."

"Tentu, Mrs. Grace."

Aku dan Nina menjawab hampir bersamaan. Ayah dan Ibu banyak memberiku nasihat—memberiku semangat dan ketenangan. Lalu, aku memeluk Ibu dan Ayah. Begitu juga dengan Nina. Beberapa saat kemudian Ayah dan Ibu masuk ke dalam mobil dan melaju pergi.

"Baiklah, ayo kita periksa kamarmu, Nona Grace!", seru Nina dengan senyuman lebar. Satu tangannya membantuku membawa satu koper besar milikku, sementara satu tangan lainnya menarik tanganku—membawaku masuk kedalam gedung asrama yang sangat megah.

Kamar kami berada di lantai dua. Cukup luas untuk dua orang, dengan dua tempat tidur, dua meja belajar dan sebuah lemari besar di sudut ruangan. Salah satu sisinya sudah dihias dengan lukisan-lukisan estetik dan pot-pot bunga berisi tanaman kecil—itu pasti milik Nina. Sementara satu sisi yang lainnya tampak masih kosong, yang sebentar lagi pasti juga akan kupenuhi dengan sentuhan kreativitasku.

Aku mulai mengeluarkan isi koperku, menatanya di tempat yang semestinya. Beberapa pakaian kugantung di dalam lemari, buku-buku dan beberapa barang lain ku letakkan di atas nakas dan meja belajarku, juga beberapa foto-foto kecil kutempel di dinding. Nina membantuku sambil bercerita tentang penghuni asrama lainnya.

Perjalanan yang lumayan panjang dari Tampa ke Gainesville, ditambah aktivitas menata barang-barang bawaanku membuatku merasa cukup lelah. Aku membaringkan tubuhku di atas ranjang asrama yang berukuran jauh lebih kecil dari ranjang di rumah. Kedua mataku masih terasa sangat segar. Aku tidak mengantuk. Tidak sedikitpun. Aku hanya ingin berbaring seperti ini sambil meregangkan tubuh yang terasa kaku.

Nina yang beberapa saat lalu berpamitan pergi keluar sebentar untuk menemui temannya di lobby, belum juga kembali. Di dalam kamar aku sendirian dan merasa sedikit bosan. Saat aku hendak mengambil sebuah novel baru untuk dibaca, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Menampilkan dua orang perempuan dengan wajah yang familiar.

"Kejutan!", seru Nina dan seorang perempuan berwajah asia yang tampak tidak asing. Benar, itu Sarah.

Sarah dan Nina muncul dari balik pintu kamar asrama. Nina membawa sekantong penuh makanan ringan yang mungkin dibelinya di minimarket terdekat. Sementara Sarah membawa sebuah nampan besar dengan beberapa piring dan mangkok berisi makanan di atasnya, yang aromanya sudah memenuhi kamar—menggugah selera.

"Hai, Nora! Selamat datang di rumah kedua!", seru Sarah, meletakkan nampan yang dibawanya di atas karpet di lantai sekitar tempat tidur kami.

"Hai, Sarah! Wah, apa ini?", tanyaku, membuka mulutku lebar—menatap isi nampan yang dibawa Sarah, yang tampak begitu lezat.

"Sesuai janjiku hari itu, Nora. Biarkan masakanku ini menyambut kedatanganmu.", kata Sarah, tersenyum hangat.

"Wah, dengan senang hati. Trims, Sarah.", balasku, ikut tersenyum.

Nina bergabung bersama kami. Meletakkan kantong berisi makanan ringan di antara kami, lalu menuang semua isi kantong tersebut, hingga terlihat beberapa kaleng bir terjatuh di antara tumpukan makanan ringan tersebut.

"Hei!", pekikku, sambil tersenyum pada Nina.

"Ssst! Saatnya berpesta—untuk awal yang baru!", seru Nina, tersenyum nakal.

Aku tertawa, tidak menyangka Nina memiliki kaleng bir di dalam asrama kampus. "Bagaimana kamu bisa membawanya kesini tanpa ketahuan oleh penjaga asrama, Nina?", tanyaku, heran.

"Aku punya banyak kenalan kakak tingkat yang bisa membantuku menyelundupkan semua ini dengan mudah ke dalam sini, Nora.", kata Nina, mengedipkan sebelah matanya padaku.

"Percayalah padaku, Nora! Nina selalu punya kejutan yang menarik.", sahut Sarah. "Itulah kenapa aku sangat menyukainya."

"Hmm, trims, Sarah.", Nina tertawa bersama Sarah.

"Ya. Sekarang aku merasa benar-benar beruntung karena mengenalnya, Sarah!", kataku, ikut tertawa.

Kami menikmati pesta kecil-kecilan yang dibuat Nina dan Sarah, untuk menyambutku—mungkin juga untuk menyambut awal pertemanan kami bertiga disini. Kami menyantap habis berbagai makanan buatan Sarah, seperti nasi goreng kimchi, pangsit kukus, dan semangkok sup hangat dan gurih yang tidak kutahu namanya. Tidak lupa berbagai makanan ringan dan beberapa botol bir turut melengkapi suasana yang kian hangat.

Kami banyak mengobrol, banyak bercerita. Sarah menceritakan tentang keluarganya yang tinggal di Jacksonville, hobi memasaknya, juga hubungannya yang baru berakhir sebulan yang lalu—karena mantan kekasihnya tertangkap basah berselingkuh di hari ulang tahunnya. Sungguh miris. Sementara, Nina bercerita tentang pengalaman-pengalaman menariknya selama tinggal di asrama kampus dan berkuliah di university of Florida. Tanpa sadar, waktu terus berputar, warna langit yang tampak di luar jendela pun berubah gelap. Menjadi pertanda bagi kami untuk segera mengakhiri pesta yang menyenangkan ini. Sebab, besok perkuliahan akan dimulai.

"Sudah siap dengan perkuliahan besok?", tanya Sarah.

"Ehm, ya dan tidak. Ya, karena perkuliahan kali ini akan lebih menyenangkan berkat kehadiran Nora. Dan tidak, karena tugas-tugas kuliah pasti sudah menanti.", jawab Nina, menghela nafas berat.

"Sejak kapan kamu peduli tentang tugas-tugas kuliah, Nina?", goda Sarah, menyenggol lengan Nina.

"Hmm, benar juga."

"Tidak—tidak. Kali ini ada aku disini, Nina. Aku tidak akan membiarkanmu mengabaikan tugas-tugas kuliahmu, lagi. Maaf, karena aku akan merusak sedikit rencanamu untuk bersenang-senang.", candaku.

"Oh tidak. Sepertinya aku salah karena sudah membawamu kesini, Nora!", balas Nina, tertawa lepas. Diikuti tawaku dan juga Sarah.

Kami benar-benar mengakhiri pesta, saat waktu sudah menunjukkan lewat pukul sembilan malam. Sarah kembali ke kamarnya. Sementara aku dan Nina bersiap untuk merebahkan diri di atas ranjang kami yang hangat.

Saat Nina sudah mulai tertidur, aku menyempatkan diri untuk memeriksa ponselku. Barangkali ada pesan penting dari Ibu, Ayah, Jenn, atau Nick. Dan, benar saja, aku mendapati beberapa pesan dari Nick di sana.

'Hai Nora'

'Selamat datang di asrama kampus! Maaf karena belum sempat menemuimu.'

'Hari ini aku sibuk bekerja di bar. Bahkan dua shift. Cukup melelahkan (emotikon tersenyum sambil menangis)'

'Sampai jumpa besok di kampus! Kuharap kita bisa bertemu. Supaya aku bisa memenuhi janjiku.'

Aku tersenyum—membaca pesan Nick yang entah kenapa mampu menghiburku. Kularikan jari-jariku di atas keyboard pada layar ponselku—membalas pesannya.

'Tentu (emotikon tersenyum)'

Setelah membalas pesan dari Nick, tiba-tiba aku teringat Jenny. Aku lupa belum mengabarinya kalau aku sudah pindah ke asrama kampus, dan besok adalah hari pertama perkuliahan dimulai. Aku mencari kontak Jenny, lalu mengetik sebuah pesan.

'Hai, Jenn! Maaf, hari ini aku sibuk mengurus pindahan. Jadi, aku belum sempet mengabarimu kalau hari ini aku sudah mulai tinggal di asrama kampus dan besok hari pertama aku berkuliah di kampus baru. Aku merindukanmu, Jenn. Tidak sabar menunggu libur musim dingin tiba. Aku akan berkunjung ke California. Atau mungkin kita bisa merencanakan liburan berdua, seperti yang sudah dijanjikan Ayah. Aku menyayangimu, Jenn.'

Aku mengirim pesan tersebut pada Jenny. Lalu, mulai menutup mataku tanpa menunggu balasan darinya. Biarlah. Biarlah balasan Jenny menjadi penyemangat saat pagi nanti.

1
Yellow Sunshine
Halo, Readers? Siapa disini yang kesel sama Alice? Angkat tangan 🙋‍♂️🙋‍♀️. Author juga kesel nih sama Alice. Kira-kira rencana Alice untuk menggoda dan mengejar Nick akan berlanjut atau berhenti sampai sini ya? Coba tebak 😄
Arass
Lanjutt thorr🤩
Yellow Sunshine: Siap. Semangat 💪🫶
total 1 replies
Yellow Sunshine
Hai, Readers? Siapa nih yang nggak sabar liat Nora sama Nick jadian? Kira-kira mereka jadian di bab berapa ya?
Aimé Lihuen Moreno
Wih, seruu banget nih ceritanya! Jangan lupa update ya thor!
Yellow Sunshine: Thanks, Reader. Author jadi makin semangat nih buat update 😍
total 1 replies
Melanie
Yowes, gak usah ragu untuk baca cerita ini guys, janji deh mantap. 😍
Yellow Sunshine: Thanks, Reader. It means a lot 😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!