NovelToon NovelToon
TamaSora (Friend With Benefits)

TamaSora (Friend With Benefits)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / One Night Stand / Playboy / Diam-Diam Cinta / Kehidupan di Kantor / Office Romance
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Mama Mima

"Cinta ini tak pernah punya nama... tapi juga tak pernah benar-benar pergi."

Sora tahu sejak awal, hubungannya dengan Tama tak akan berakhir bahagia. Sebagai atasannya, Tama tak pernah menjanjikan apa-apa—kecuali hari-hari penuh gairah.

Dan segalanya semakin kacau saat Tama tiba-tiba menggandeng wanita lain—Giselle, anak baru yang bahkan belum sebulan bergabung di tim mereka. Hancur dan merasa dikhianati, Sora memutuskan menjauh... tanpa tahu bahwa semuanya hanyalah sandiwara.

Tama punya misi. Dan hanya dengan mendekati Giselle, dia bisa menemukan kunci untuk menyelamatkan perusahaan dari ancaman dalam bayang-bayang.

Namun di tengah kebohongan dan intrik kantor, cinta yang selama ini ditekan mulai menuntut untuk diakui. Bisakah kebenaran menyatukan mereka kembali? Atau justru menghancurkan keduanya untuk selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mima, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Memilih pergi.

Saat bangun pagi harinya, seperti biasa Tama sudah tidak ada di sofa. Selimut yang kemarin dipakaikan Sora sudah dilipat dengan rapi di atas bantal. Perasaan wanita itu kembali hampa.

Tidak berbohong, ada bagian hatinya yang merasa senang kalau Tama ada di sana. Walau memang lebih banyak risaunya lantaran takut Giselle tau. Dan setiap kali mendapati ruang tamu sudah kosong, Sora kembali merasa seperti ada yang hilang. Perasaan ini sungguh menyiksa. Dan alangkah tidak baik jika begini terus menerus.

Sambil berdandan, Sora memikirkan apa yang harus dia lakukan sekarang. Tama sudah mempunyai kunci apartemen ini. Bukanlah suatu hal yang mudah untuk memintanya kembali tanpa ada perdebatan. Apakah lebih baik dia pindah apartemen saja?

Hah! Pemikiran apa itu? Dia masih punya sisa tiga bulan lagi sebelum harus memperpanjang sewa atau berhenti. Kalau di rupiahkan, per bulannya cukup lumayan. Apakah dia rela?

Tapi, setiap hari tersiksa dalam perasaaan seperti inipun, bukanlah pilihan yang menyenangkan. Apalagi tadi malam dia sampai keceplosan membisikkan kalimat keramat di depan wajah Tama. Tidak menutup kemungkinan, besok-besok Sora akan jadi lebih berani mengutarakan hal itu secara langsung. Jangan sampai!

“Sepertinya gue harus meminta pendapat Kayla.”

Perempuan itu bergegas. Semakin cepat bertemu Kayla, semakin cepat dia tenang. Setelah merapikan tampilan, dia meraih cardigan, tas dan sepatu. Dipakainya sambil memutar kunci di daun pintu. Kalau bisa, jangan sampai dia bertemu dengan Tama. Rasanya masih malu mengingat kebodohan yang dia lakukan tadi malam.

***

Rupanya pria itu sudah sampai di kantor. Biasanya dia dan Giselle memang berangkat bareng. Mungkin tadi dia keluar apartemen lebih awal karena harus menjemput kekasihnya.

“Morning, Ibu Sora. Tumben lo pagi banget?” Kayla ternyata sadar kalau Sora datang sedikit lebih cepat dari biasanya.

“Ah masa?” Sora berpura-pura melirik jam tangan. “Ah iya. Biasanya absen lima menit sebelum jam delapan ya gue?” jawabnya sambil menarik kursi. Kemudian meletakkan tas di meja, membuka cardigan, lalu disamperkan di sandaran kursi.

“Beli sarapan yuk?" ajak Kayla.

“Cus.”

Kayla dan Sora kembali meninggalkan meja. Axel, Jo dan Julian belum ada di ruangan. Mungkin masih di bawah, sarapan bubur ayam. Kini tinggal lah Tama dan Giselle seperti biasanya. Tidak ada yang Tama lakukan selain mulai mengerjakan pekerjaannya sendiri.

“Mas.” Salsa memanggilnya pelan.

“Ya, Sel?”

“Besok sore papa mamaku pengen ajak Mas makan malam di rumah. Mau ya, Mas?”

Tanpa berpikir panjang, Tama langsung mengiyakan. Makan malam bukanlah hal yang susah untuk dilakukan.

Lima belas menit berlalu. Semua anak-anak kembali ke ruangan sambil tertawa-tawa. Sora dan Kayla sepertinya berpapasan dengan ketiga laki-laki itu dan memutuskan untuk kembali ke ruangan bareng. Entah apa yang mereka bahas selama di perjalanan sampai obrolannya seramai itu.

“Janji ya, Ra! Awas kalau lo ingkar!” Julian masih terdengar mengutarakan sesuatu kepada Sora yang sudah duduk di kursinya.

“Iyaaaaa," balas Sora sambil tertawa kecil.

Sura manja Sora menembus gendang telinga Tama. Hatinya kembali berdenyut tidak nyaman. Ck, padahal ini masih pagi. Tapi dia sudah dibuat jealous saja. Janji apa sih sampai harus di-awas-in kalau sampai lupa?

“Morning, Bro. Udah sarapan lo?” Jo menyapa Tama yang sejak tadi tak bersuara. “Pagi-pagi udah sibuk aja,” lanjut pria selengekan itu.

“Kerja, Jo. Gue tunggu feedback customer yang kemarin gue tanya.” Tama tidak menjawab pertanyaan Jo, malah langsung membahas pekerjaan.

“Oke oke. Siap, Bos. Jam sembilan gue hubungi kokohnya. Biasanya jam segini masih di kasur, ena-ena sama cicinya.”

Yang lain tertawa mendengar candaan itu, namun Tama hanya berdecak.

“Eh, gue hari ini mau ke Perfect Steak & House. Ijin pergi dengan Julian, ya Tam.” Sora tiba-tiba bersuara. Tadi Julian memang menawarkan diri untuk menemaninya dan Sora langsung setuju.

Tama dan Sora akhirnya saling beradu tatap. Untuk yang pertama kalinya, setelah tiga kata keramat yang terungkap tadi malam.

“M.” Laki-laki itu memberi ijin dengan singkat. Kenapa Sora harus membuatnya merasakan debaran ini? Dia cemburu. Kenapa tidak pergi dengannya saja?

“Thank you.”

“Pastikan nggak ada yang keliru dan ketinggalan.” Tama mengakhiri kontak mata. Tidak berani berlama-lama.

Setiap kali melihat perempuan itu, pengakuan yang kemarin seakan kembali berputar di dalam kepalanya. Sora mencintainya. Bahkan sampai menangis saat mengutarakannya. Entah bagaimana cara Tama untuk bisa fokus.

“Iya.” Sora menjawab lagi, menutup interaksi mereka.

Semuanya mulai serius menatap layar komputer masing-masing. Para kolektor keluar dan masuk ruangan untuk mengambil kwitansi dari setiap PIC. Kalau pagi begini ruangan memang selalu ramai. Sama seperti nanti, sekitar jam tiga sampai jam empat sore, saat kolektor sudah kembali dari lapangan, dan menyetor angsuran yang berhasil mereka dapatkan dari customer.

“Ra, udah?” Sekitar jam sepuluh, Julian bersuara memecah keheningan.

“Udah. Yok.”

Julian dan Shanon berdiri secara bersamaan. Keduanya mengemasi tas seadanya. Berpamitan kepada Tama dan seisi ruangan meskipun setelah jam istirahat selesai, keduanya sudah akan kembali ke kantor.

Sungguh Tama berubah menjadi uring-uringan melihat bagaimana Julian meletakkan tangannya di belakang tubuh Sora –tepatnya di pinggang bawah– saat akan keluar dari ruangan. Pikirannya langsung melanglang buana menebak apa yang akan terjadi selama di dalam mobil nanti.

Kaki Tama ingin sekali bergerak mengejar kedua orang itu. Entah untuk ikut pergi, atau malah menyuruh Julian kembali ke ruangan dan dia yang pergi bersama Sora. Karena dia adalah atasannya di sini, tentunya dia berhak melakukan apa saja.

Tapi jelas dia tidak bisa melakukan hal tersebut, karena ada Giselle. Tama baru menyadari kalau sekarang Giselle bagaikan sebuah rantai untuknya. Yang sudah mengikatnya di satu titik, sehingga tidak bisa leluasa melakukan apapun di dalam ruangan ini, seperti dulu. Semuanya harus menjaga hubungan mereka dan juga perasaan Giselle. Dia harus banyak-banyak menahan rasa cemburu yang belakangan mulai menyiksa diri.

***

“Lo yakin, Ra?”

“Hm-m. Gue udah nggak kuat, Jul. Tolong ya?” Sora membuka pintu apartemennya dan mempersilakan Julian masuk. “Lo duduk aja dulu, gue beresin barang gue seadanya.”

Julian mengangguk. Dia duduk di sofa yang ada di ruang tamu. Sofa yang kata Sora menjadi tempat Tama tidur setiap malamnya.

Kalau mendengar cerita dari perempuan ini, ada kemungkinan Tama juga memiliki rasa yang sama dengan Sora. Tapi dia sudah terlanjur menjalin hubungan dengan Giselle. Bisa jadi sebenarnya Tama pun menyesal, karena sekarang pertemanan dia dan Sora benar-benar kacau.

“Gue nggak bisa bayangin reaksi Tama kalau lo pergi.” Julian berbicara dari luar.

“I don’t care, Jul.” Dan Sora menjawab dari dalam kamar yang terbuka. “Gue nggak mau berurusan dengan pacar orang.”

Sepuluh menit lamanya Sora memasukkan barang-barangnya ke dalam koper. Baju kerja, baju rumah dan juga pouch make up. Ah, pokoknya yang seadanya saja. Dia tidak ingin berlama-lama di rumah Kayla. Hanya sementara, sampai dia menemukan apartemen yang lain. Julian, Axel dan Jo sudah berjanji akan membantunya mencari hunian yang nyaman, tapi tetap ramah di kantong seorang wanita single sepertinya.

Tadi pagi Sora sedang bercerita kepada Kayla dan ketiga laki-laki itu tak sengaja memergoki dia sedang menangis. Itu lah yang membuat semuanya terlambat naik ke atas. Mereka mendengar curhatan Sora tentang Tama.

Ketiga pria itu tentunya sangat geram. Ingin rasanya membenturkan kepala Tama ke tembok untuk membuatnya sadar kalau sesungguhnya dia juga mencintai Sora. Bukan Giselle. Tapi, ya sudah lah. Malas juga mengurusi kecebong seperti Tama. Biarkan kepergian Sora membuatnya panas hati dan kocar-kacir.

“Ayo, Jul.” Akhirnya perempuan itu keluar dari kamar. Satu koper dan satu tentengan sudah ada di tangan. Julian bangkit dan meminta koper supaya dibawa olehnya.

Sebelum menutup pintu, sekali lagi Sora melihat ke arah sofa. Hatinya sedih? Sudah pasti. Dia tau Tama akan masuk ke sini lagi nanti malam. Sama seperti kata Julian, dia pun tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Tama kala menyadari dia tidak pulang. Bukan hanya malam ini, tapi sampai malam-malam seterusnya.

Laki-laki itu pasti akan kecewa dan akan membenci Sora. Biarlah… rasanya lebih baik seperti itu dari pada Sora selalu berada dalam posisi terjepit, seperti yang terjadi akhir-akhir ini. Diusir kasihan, nggak diusir bikin ngerasa bersalah ke Giselle.

“Lo bisa mempertimbangkannya lagi, Ra.” Julian seperti tau arti dari raut wajah perempuan itu. Tidak rela, tidak ikhlas. Sudah pasti. Tama adalah belahan jiwanya.

“Enggak kok. Udah yok. Gue yakin ini adalah yang terbaik.” Namun Sora tetap memilih menutup pintu dan menguncinya dari luar.

‘Nggak apa-apa ya, Tam, kita ketemunya di kantor aja,' batinnya sedih.

***

Malam hari di rumah Kayla.

Ini bukan kali pertama Sora mengunjungi rumah mewah ini. Mungkin sebelumnya sudah ada dua atau tiga kali. Hanya main beberapa jam, lalu pulang. Sejujurnya, Sora masih sedikit canggung meskipun papa mama Kayla begitu welcome kepadanya.

“Tante malah senang kamu di sini, Ra, rumah jadi rame, Kayla jadi ada teman tidur.” Begitu kata mamanya saat makan malam tadi. Senada dengan sang istri, papanya pun setuju akan hal tersebut.

Sebelum tidur, Sora dan Kayla bertukar cerita dari a sampai z. Sudah pasti Tama menjadi topik yang mendominasi. Tak jarang Sora mengusap sudut matanya setiap kali membahas tentang laki-laki itu.

“Secinta itu lo ke Tama. Sampai-sampai mengingat hal kecil tentang kalian pun bisa bikin lo nangis kayak gini.” Kayla mengusap punggung tangan Sora yang sedang terpejam.

Barusan dia mengenang kembali keusilan-keusilan Tama di kantor. Saat Tama sering mengambil makanannya tanpa ijin, menarik rambutnya sampai Sora kesakitan, menyembunyikan salah satu sepatunya di lemari. Ah, terlalu banyak kisah manis yang tidak akan bisa dia lupakan sampai kapanpun.

“Gue sangat sangat cinta, Kay. Sampai rasanya sesakit ini tiap ingat dia.”

Keduanya tertidur dalam posisi miring dan saling berhadapan. Persis seperti saudara kembar yang tidur dalam satu kasur.

Sora sama sekali tidak memegang ponselnya sejak selesai makan. Selain karena dia dan Kayla sedang asyik bercerita, kebetulan benda itu juga sedang di-charge.

Pagi harinya, alarm di HP Kayla berbunyi. Tidak hanya membangunkan si empunya HP, namun membangunkan Sora juga. Keduanya langsung tersadar dari tidur masing-masing.

“Ini jam berapa, Kay? Alarm lo cepet banget.” Sora bertanya sambil merem melek.

“Jam lima. Apartemen lo ‘kan dekat, Ra. Kalau rumah gue lumayan jauh. Gue mandi dulu, baru lo ya. Atau kalau mau, bisa mandi di kamar mandi luar. Dekat dapur.” Kayla sudah berdiri dan bersiap untuk masuk ke kamar mandi.

“Iya, nanti gue ke kamar mandi luar aja. Nggak enak kalau nanti lo yang jadinya nungguin gue.”

Kayla melepaskan ponselnya dari charger dan tak sengaja melihat layar ponsel Sora menyala. Dan tertera pop up pesan yang begitu banyak dari satu nama.

Tama.

“Ra, Tama ngirim lo banyak pesan.” Dia juga melepas benda tersebut dari kabel charger dan meletakkannya di sisi Sora.

Mendengar itu Sora langsung terduduk. Banyak pesan? Sebanyak apa? Seriusan?

Dengan hati yang berdebar, dia mengusap layar ponselnya ke atas. Menekan salah satu chat dari Tama. Kayla juga ikut melihat ke layar karena penasaran. Mungkin bagi sebagian orang itu adalah perbuatan lancang. Tapi dia yakin Sora tidak akan marah.

Malahan, syukurlah dia ikut membacanya. Karena setelah itu, Sora benar-benar membutuhkan dirinya lagi untuk melampiaskan tangis yang kembali pecah.

Tama 22.30 : Sira, lo di mana? Udah malam.

Tama 23.45 : Lo nggak pulang? Jangan bikin gue cemas.

Tama 23.45 : (Missed call sampai 3 kali)

Tama 23.45 : Sora, angkat telepon gue!

Tama 00.10 : Just checked cctv apartemen. Lo pergi, Ra? Why? Apa karena gue?

Tama 02.00 : Nanti pulang, Ra. Gue janji nggak akan ganggu lo lagi.

***

1
Teh Fufah
cerita nya bsgus, cma mungkin author ny lun trknal d nt yaaaa
Jeng Ining
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/ ada yg kebakaran tp gada apinya
Jeng Ining
nah ini dpt bgt feelnya tnpa typo nama, kita kek masuk beneran diantara mreka, terimakasih Kak, mdh²an ga cm updte 1 bab ya 🙏😁✌️
Asri setyo Prihatin
Luar biasa
Mama Mima
Terima kasih masukannya, Kakk. Padahal aku udah double check teruss. Ada aja yang kelolosan. Heuu... 🙏🏻🥹
Jeng Ining
terimakasih udh suguhin cerita keren kak🙏🥰
Jeng Ining
cerita bagus, penggambarannya mudah dicerna begini🫰😍🥰, sayang kak banyak typo nama, lbh baik direvisi atw paling engga ke depannya lbh teliti lg, mhn maaf klo komennya kurg berkenan, mdh²an makin sukses di NT🙏☺️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!