Di negara barat, menyewa rahim sudah menjadi hal lumrah dan sering didapatkan.
Yuliana adalah sosok ibu tunggal satu anak. Demi pengobatan sang anak, ia mendaftarkan diri sebagai ibu yang menyewa rahimnya, hingga ia dipilih oleh satu pasangan.
Dengan bantuan alat medis canggih, tanpa hubungan badan ia berhasil hamil.
Bagaimana, Yuliana menjalani kehamilan tersebut? Akankah pihak pasangan itu menyenangkan hatinya agar anak tumbuh baik, atau justru ia tertekan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kinamira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Mencintaiku
Sebelumnya Sean nyaris tidak pernah berada di dapur. Namun, semenjak ia semakin dekat dengan Yuliana. Melihat Yuliana memasak di dapur, menjadi salah satu kebiasaannya sekarang, yang tidak disadarinya.
Sean mengambil garpu lalu mencongkel ikan bakar yang memiliki aroma menggiurkan itu. Ikan bakar yang masih panas, dan baru saja diangkat Yuliana dari panggangan.
"Wah." Sean berdecak saat daging ikan dengan bumbu rempah yang pas menguar dalam mulutnya.
"Enak kan?" ucap Yuliana mengulum senyum melihat Sean tampak menikmati.
"Hm," angguk Sean kembali mencongkelnya.
"Iya dong. Nanti sepulang dari sini, aku sudah berencana membuka warung makan kecil, untuk menyambung hidupku," ucapnya sembari mengulum senyum lebar membayangkan dan berharap kehidupannya nanti akan lebih baik.
Sean terdiam, memandang Yuliana, lalu beralih ke perutnya. Entah kenapa mendengar itu, tiba-tiba ia merasa sedikit tidak setuju.
Namun, secepat mungkin ia menepis pikirannya, dan hendak kembali mencicipi makanannya. Yuliana dengan cepat menepuk tangan Sean dan menegurnya. "Jangan di makan semua. Bawa di meja makan, dan kita makan bersama Nyonya Jessy dan Tuan William.
Sean mengerjapkan mata, tanpa bicara ia membawa piring tersebut ke meja makan.
Yuliana menyusul membawa hasil masakannya yang lain. Malam ini adalah murni semua hasil masakan yang akan disantap pemilik rumah itu.
Yuliana dengan semangat, dan penuh perhatian, mengambil dan melayani ketiganya dengan baik.
"Em, masakan kamu memang tidak pernah gagal. Bumbunya sangat pas," sahut William berdecak kagum untuk kesekian kalinya merasakan masakan Yuliana.
"Iya, Mommy baru tau masakan Indonesia ternyata seenak ini," timpal Jessy turut menikmati.
"Syukurlah kalau Tuan dan Nyonya suka," sahut Yuliana tersenyum senang.
"Mommy jadi malu, kamu masih muda tapi sudah pintar memasak, sedangkan Mommy tidak bisa memasak sama sekali," ucap Jessy tiada hentinya merasa kagum pada wanita itu.
"Ah, anda bisa saja Nyonya," sahut Yuliana tersenyum malu-malu, membuat Jessy memandangnya gemas.
"Aduh kenapa panggil Nyonya sih? Panggil Mommy saja. Mommy sudah menganggap kamu anak sendiri," ucap Jessy mengulurkan tangan mengusap pelan puncak kepala Yuliana.
Sean yang tengah menikmati makanannya dengan lahap itu, beralih memandang protes sang Mommy. "Anak Mommy hanya aku, dan menantu Mommy hanya Clara, mana boleh orang luar memanggil Mommy sama sepertiku," sahutnya sembari tetap menguyah pelan.
"Kenapa tidak ada salahnya kalau mommy kamu mau dipanggil Mommy oleh orang lain. Itu terserah dia, dan Daddy juga tidak masalah," tanggap William yang akan selalu setuju dengan istrinya, dan menentang Sean, membuat Sean berdecak, tak berucap apapun lagi, dan memilih melanjutkan makannya.
Yuliana mengulum senyum, perasaan hangat dirasakan, mengingat sudah lama ia tidak lama mendapatkan kasih sayang orang tua, tentu membuatnya merasa haru dengan perlakuan lembut itu.
Tanpa mereka sadari. Seorang pelayan yang memperhatikan mereka dengan tajam, dan tidak suka.
"Tuan Sean dan wanita itu semakin dekat saja. Aku harus melaporkan ini pada nyonya Clara," batinnya dengan penuh tekad, sembari menatap hasil tangkapan gambar yang ia lakukan tadi.
"Wanita ini semakin tidak tau posisinya saja," batinnya menggerutu pelan, mengirim foto-foto itu pada Clara.
**
Dua Minggu tanpa sadar telah dilewati begitu saja. Sean yang semula kesepian, tapi semakin dekat dengan Yuliana, dan perhatian kecil yang didapatkan membuatnya tanpa sadar larut dalam kepedulian itu.
Awal yang merupakan hanya bentuk kejahilan, kini membuatnya setiap malam datang ke kamar Yuliana dan tidur di sana.
Perasaannya masih hangat dan nyaman setiap saat menyentuh perut Yuliana.
Namun, bukan hanya Sean. Yuliana juga kini merasa bergantung dengan kehadiran Sean di sisinya setiap malam. Ketidakhadiran Clara membuat keduanya kerap lupa akan statusnya.
Dalam dua Minggu itu mereka tidak sadar, tidak ada malam, mereka tidak berhubungan. Yuliana yang terlena, membuatnya tidak lagi menolak, dan Sean yang semakin menggilai tubuh mungil Yuliana.
"Ah, Tuan ...!" racau Yuliana yang tengah bergerak naik turun di atas tubuh Sean.
Sean memandang kepuasan, menatap tubuh yang naik turun itu. Memang tidak seindah milik istrinya. Namun, mampu membuatnya gila. Sean pun tidak paham kenapa, namun rasa itu sangat berbeda.
Satu hal yang membuat Sean yakin, itu bukan cinta, tapi hanya karena bawaan bayi yang sampai padanya.
Yuliana menjatuhkan tubuhnya di samping Sean, membuat Sean beralih mengukung tubuhnya, melanjutkan kegiatan panas mereka.
Yuliana memejamkan mata mulutnya meracau merasakan setiap gerakan Sean. Tangan Sean bergerak lembut di pinggangnya. Nafas pria itu terdengar berat menyentuh wajah Yuliana.
Menit demi menit berlalu, malam semakin larut dihiasi dengan decakan suara kenikmatan keduanya, dan suara kulit yang saling bertabrakan.
Setelah merasakan kepuasan. Keduanya berpelukan di balik selimut. Dengan deru nafas yang sama-sama letih dan puas.
"Tuan, sebentar lagi istrimu kembali. Setelah istrimu kembali, ini tidak akan terjadi lagi?" tanya Yuliana setelah sebuah dorongan memaksanya untuk menanyakan itu.
Sean terdiam beberapa saat, sembari tangannya tetap memeluk Yuliana. "Bisa jadi," jawab Sean seadanya membuat Yuliana mengulum senyum kecut.
Yuliana sedikit menjauhkan tubuhnya menatap lekat wajah Sean. "Apa di matamu aku benar-benar hanya teman berbagi ranjangmu?"
Sean tidak menjawab, ia kembali menarik Yuliana dalam pelukannya.
"Jawab dulu Sean?" ucap Yuliana berusaha melepaskan diri.
"Apa yang perlu dijawab, memang kamu itu hanya partner ranjangku kan?" ucap Sean dengan ketus membuat hati Yuliana terasa nyeri mendengarnya.
Yuliana memukul pelan pundak Sean. "Tapi, sepertinya aku mulai mencintaimu Sean!" sahutnya dengan ketus.
Sean yang mendengarnya perlahan membuka matanya menatap bola mata Yuliana yang berkaca-kaca. "Jangan mencintaiku. Karena aku tidak akan bisa mencintai wanita selain istriku!" ucapnya dengan tegas membuat Yuliana menjatuhkan air matanya.
Bibir Yuliana bergetar. Menatap dada bidang Sean yang sudah memberinya kenyamanan. "Apa aku memang tidak pantas dicintai laki-laki?" batinnya merasa dirinya selalu saja mendapatkan laki-laki yang tidak sepenuhnya mencintainya.
Telunjuk Yuliana bergerak menari di atas dada Sean. Membuat Sean diam merasakan gerakan acak itu.
Sean menghela nafas pelan. Perasaan bersalah tiba-tiba hadir begitu saja. Sadar, ia telah melukai perasaan Yuliana. Namun, mau bagaimana lagi, tak mungkin ia berkata cinta sedangkan hatinya hanya untuk istrinya.
Sean melepaskan pelukannya. Ia lalu bangkit dari sana, perlahan menggunakan pakaiannya. Yuliana diam memandang, namun hatinya terasa sakit, layaknya ia telah kehilangan sesuatu.
"Mungkin ini terakhir kalinya, terima kasih sudah menemaniku dua Minggu ini," ucap Sean sebelum ia pergi meninggalkan Yuliana begitu saja.
Yuliana terdiam, menatap pintu yang sudah kembali tertutup. Perginya Sean membuatnya harus sadar siapa dirinya di sana, dan apa tujuannya.
"Sadarlah Yuliana, kamu bukan siapa-siapa di sini. Jangan terlena dengan perlakuan baik mereka semua. Bagaimana pun kamu harus kembali pada putramu," batin Yuliana kembali memperingati dirinya sendiri.
up yg bnyk y Thor