NovelToon NovelToon
Obsessed With My Handsome Duke

Obsessed With My Handsome Duke

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Transmigrasi ke Dalam Novel
Popularitas:17.1k
Nilai: 5
Nama Author: Melsbay

Emily terkejut saat menyadari bahwa dia telah transmigrasi ke dalam sebuah novel yang dia baca sebelumnya. Lebih mengejutkan lagi, dia menyadari bahwa dia tidak menjadi tokoh utama seperti yang dia harapkan, melainkan menjadi seorang putri pendukung yang sombong, bernama Adeline. Adeline dikenal sebagai seorang putri sombong dan arogan yang akhirnya mati keracunan karena perselisihan cinta antara protagonis wanita, yang disebabkan oleh ulah antagonis wanita.

"Kenapa aku harus mati konyol?" batin Emily. "Dari pada hanya menjadi pemeran pendukung, sekalian saja aku yang jadi protagonis! Hey, aku seorang putri raja!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melsbay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Semua Tentang Perasaan Kita

Nathaniel tersenyum lembut, meskipun raut wajahnya masih terlihat cemas. "Kau pingsan, Elisa. Ketika turun dari kereta bersama rombongan dari kuil suci."

Elisa tercengang. Semuanya terasa begitu tidak nyata. Dia meraih kepalanya, mencoba mengingat apa yang terjadi sebelumnya.

Namun, seiring dengan kesadarannya yang semakin jelas, dia menyadari bahwa ini bukanlah mimpi atau ilusi. Dia benar-benar berada di kamar bersama Nathaniel, di hadapan pria yang telah membingungkan perasaannya begitu banyak.

Elisa, dengan wajah pucat, langsung bertanya tentang acara pernikahan Putri Adeline, matanya penuh kekhawatiran.

Namun, Nathaniel segera menenangkannya, meyakinkan bahwa acara pernikahannya belum dimulai. Elisa merasa lega mendengarnya, namun masih memperhatikan Nathaniel dengan rasa penasaran yang tak kunjung sirna.

Nathaniel mengambil napas dalam-dalam sebelum membuka mulutnya, ingin memastikan keadaan Elisa dengan lebih jelas.

"Bagaimana denganmu, Elisa? Bagaimana perasaanmu sekarang?" tanyanya, ekspresinya tetap khawatir.

Elisa menjawab dengan tenang, suaranya terdengar dingin meskipun dia berusaha menahan gelombang emosi yang memenuhi hatinya.

"Saya baik-baik saja," jawabnya singkat. "Hanya sedikit kelelahan, itu saja."

Nathaniel merasa lega mendengarnya, meskipun ekspresinya masih terlihat penuh perhatian.

"Baiklah. Beristirahat lah sebentar. Ini kamarku, jadi beristirahatlah dengan nyaman, Elisa. Jika kau butuh sesuatu, aku di sini," kata Nathaniel dengan tulus.

Namun, Elisa menolak tawaran itu dengan lembut, menggelengkan kepala dengan tegas.

"Saya baik-baik saja, Yang Mulia," katanya, dengan suara yang tetap tenang meskipun terdengar agak kaku. "Terima kasih atas kepedulian anda, maaf merepotkan anda, sungguh, saya akan pergi sekarang."

Dia mulai beranjak dari kasur yang mewah itu, ingin segera keluar dari situasi yang semakin membuatnya terjebak dalam kebingungan dan perasaan yang rumit.

Melihat Elisa bergerak menjauh, Nathaniel dengan cepat berdiri dari tempatnya, "Elisa!" dia memanggil nama Elisa dengan nada yang mendesak.

Dengan langkah panjang, dia mendekati dan meraih tubuh Elisa, memeluknya erat dari belakang.

Elisa terkejut dengan tindakan tiba-tiba Nathaniel, dan wajahnya seketika berubah menjadi ekspresi campuran antara kebingungan dan kecemasan.

"A-apa yang anda lakukan?" desis Elisa dengan suara yang bergetar, tubuhnya merasa tegang di dalam pelukan Nathaniel yang tiba-tiba.

Dia merasa jantungnya berdebar-debar, tidak yakin apa yang harus dilakukan di tengah situasi yang membingungkan ini.

"Elisa, tolonglah, jangan lari dari ku... Aku mohon..."

Dengan suara yang bergetar, Nathaniel memohon agar Elisa tidak lagi melarikan diri darinya, mengungkapkan rasa putus asanya. Elisa terdiam, tak mampu mengucapkan sepatah kata pun.

Nathaniel membalikkan tubuh Elisa dengan lembut, membuat mereka berhadapan.

Dengan penuh keputusasaan, Nathaniel berlutut di hadapannya, memegang kedua tangan Elisa, dan menatapnya dengan mata penuh permohonan.

"Demi Tuhan, Elisa, tolonglah. Jangan tinggalkan aku," ucap Nathaniel, suaranya terdengar penuh getaran emosi. Di dalam hatinya, terasa seperti ada gemuruh yang ingin meledak.

Elisa terkejut oleh tindakan Nathaniel. "Yang Mulia... aku mohon berdirilah, jangan begini..." Dengan cepat, dia mencoba meminta Nathaniel untuk berdiri kembali, namun Nathaniel tetap bertahan dengan posisinya.

"Maafkan aku, Elisa. Aku mencintaimu, aku butuh kamu."

"Yang Mulia..."

"Aku mencintai mu, Elisa. Jangan lari dari ku, aku mohon... Maafkan aku." Nathaniel menatap Elisa dengan mata penuh permohonan.

Elisa merasa tersentuh. Dia melihat wajah Nathaniel yang sama kacau dan penuh keputusasaan seperti dirinya. Pucat, lelah, dan tubuhnya terlihat kurus.

Dengan senyum lembut dan tulus, Elisa akhirnya berlutut di hadapan Nathaniel yang berlutut, menggengam erat tangan yang memegang tangannya.

"Dengan segenap hati, saya memaafkan anda, Yang Mulia...dan saya juga mencintai anda, Natha...niel." ucap Elisa dengan tulus. Wajah nya tersenyum hangat dengan rona merah di wajah nya, airmata mengalir di pipinya.

Dalam keheningan kamar yang penuh dengan suasana hangat, Nathaniel meraih Elisa ke dalam pelukannya dengan lembut. Mereka saling mendekap erat, seperti mencoba menyatukan debaran jantung mereka yang berdegup kencang.

Elisa membenamkan wajahnya di dada Nathaniel, merasakan detak jantungnya yang berdegub dengan cepat. Begitu dekat, mereka bisa merasakan kehangatan satu sama lain, menyirami hati mereka yang pernah terluka.

Mereka berdua hanya berdiam dalam pelukan itu, menikmati kehadiran satu sama lain dengan penuh cinta dan rasa syukur.

Tak ada kata-kata yang perlu diucapkan, karena dalam keheningan itulah, hati mereka saling berbicara dan menyatukan perasaan yang sempat terpisah.

"Elisa, aku mohon, jangan pergi lagi. Aku tidak tahan lagi melihatmu pergi dan menjauh dariku. Aku membutuhkanmu di sini." Suara bergetar Nathaniel memecahkan keheningan yang telah tercipta.

Elisa tersenyum lembut saat dia melepaskan pelukan dari Nathaniel, menangkap ekspresi keberatan yang melintas di wajah Nathaniel.

Dia berdiri dengan anggun, menundukkan kepalanya sedikit, dan mengulurkan tangannya pada Nathaniel, "Ayo, berdirilah, Nathaniel." seru nya dengan senyum lembut.

Nathaniel mengikuti langkahnya tanpa ada keluhan, meskipun ekspresinya terlihat tegang.

Mereka duduk di tepi ranjang yang mewah, saling berhadapan dalam keheningan yang kembali mengisi ruangan. Kedua belah pihak menyadari betapa canggungnya situasi ini, meskipun di antara mereka ada kehangatan yang terasa.

Wajah mereka memerah, mencerminkan rasa malu dan ketidaknyamanan mereka, namun juga ada kerinduan untuk menyelesaikan masalah yang menggantung di udara.

"Natha..niel...tentang apa yang terjadi di antara kita... di malam itu, dan bagaimana kita melihat hubungan kita ke depannya..." ucap Elisa denga ragu, mata nya menyapu ruangan tidak sanggum menatap mata Nathaniel yang berada di depan nya.

Nathaniel menatap Elisa dengan penuh kekhawatiran. "Aku mengerti. Aku tahu aku telah membuat kesalahan besar, Elisa."

Elisa menghela napas dalam-dalam, mencoba menemukan kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya.

Dia merasa gemetar, tapi tekadnya tak tergoyahkan. Dengan lembut, dia menoleh ke arah Nathaniel, matanya penuh dengan keteguhan.

"Nathaniel..."

Nathaniel mengangkat pandangannya, mencari kepastian di wajah Elisa. Ada getaran kekhawatiran di matanya saat dia menunggu Elisa melanjutkan.

"Saya... saya tidak merasa bahwa kita menghabiskan malam bersama itu sebuah kesalahan." Elisa berkata dengan gugup kemudian menundukkan wajahnya.

Nathaniel terperanjat, membuka mulutnya, "Aku... Aku pikir kau marah karena kita... kita menghabiskan malam pertama kita di tempat yang tidak nyaman."

Elisa menggigit bibirnya, berusaha jujur "Saya merasa kecewa, Nathaniel. Bukan karena kita menghabiskan malam itu bersama, tapi karena... karena aku merasa seperti anda melakukan itu bukan karena cinta, tapi karena suasana dan... dan alkohol."

"Saya pikir, para bangsawan menganggap hal seperti ini sudah biasa... dan.. dan anda mengatakan hal itu membuat saya seolah di campakkan...anda...anda mengerti maksud saya..."

Elisa kembali melanjutkan dengann suara bergetar, "Bahkan... pertunangan kita hanya sebuah perintah dari Yang Mulia Raja dan Kuil Suci...karena awal nya... anda terlihat membenci saya... saya pikir malam itu anda sudah membuka hati untuk saya... namu jawaban anda pada pagi hari membuat saya... benar-benar patah hati..."

Suasana hening memenuhi ruangan saat kata-kata Elisa terdengar. Nathaniel terdiam, matanya bergerak mencari ekspresi di wajah Elisa, mencoba memahami apa yang baru saja dia dengar.

Nathaniel dengan suara yang penuh penyesalan "Aku tidak bermaksud begitu, Elisa. Aku... Aku hanya malu untuk jujur bahwa aku merasa nyaman... dan bersungguh-sungguh jatuh cinta padamu. Setelah kau pergi, aku merasa hampa. Aku tidak pernah berhenti memikirkanmu."

"Elisa... aku tidak akan menghabiskan malam dengan seseorang yang tidak ku cintai..." ucap Nathaniel tulus.

Kata-kata Nathaniel mengalir dengan lirih, mengungkapkan kerinduannya dan penyesalannya atas kesalahpahaman yang terjadi di antara mereka.

Sejenak, ruangan itu dipenuhi dengan keheningan, membiarkan kata-kata mereka meresap dan menggema di ruang yang terasa begitu intim.

Nathaniel mendekati Elisa, meraih tubuh ramping gadis yang telah merebut hatinya ke dalam pelukannya dengan lembut, merasakan debaran jantung keduanya yang seakan saling menyatu.

Mata Nathaniel memancarkan penyesalan, tapi juga cinta yang mendalam saat dia memandang wajah Elisa.

"Elisa..." Suara Nathaniel begitu lembut, penuh dengan rasa yang dalam.

"Aku sangat menyesal karena tidak jujur padamu. Aku tidak bermaksud menyakitimu."

Pegangannya di pundak Elisa begitu hangat dan penuh kasih. Dia mengangkat wajah Elisa dengan lembut, matanya terbenam dalam tatapan cokelat Elisa yang begitu dalam.

Nathaniel berbisik dengan suara penuh cinta, "Aku mencintaimu, Elisa. Aku merasa begitu bahagia karena kau memiliki perasaan yang sama padaku."

Kata-kata itu terdengar seperti aliran sungai yang tenang, mengalir dengan kelembutan dan kejujuran yang tak terbantahkan.

Dalam pelukan mereka, terasa hangatnya cinta yang baru saja mereka ungkapkan, membawa kedamaian dan kebahagiaan yang baru bagi keduanya.

1
Narimah Ahmad
💪💪
Narimah Ahmad
lanjutt 👍
salwi
/Chuckle/
Melsbay
Halo... terima kasih sudah menjadi pembaca setia. Untuk mendukung author, mohon di like, subscribe, komentar, kasih bintanng dan di vote ya... terima kasih banyak...
Melsbay
mohon di like, subscribe, bintang dan follow akun ya gaess ya...😇 biar authir lebih semangat up karya dan jangan lupa di komen juga ya😇😇😇 Sankyuuu...
Olive
/CoolGuy//CoolGuy/
Niaa🥰🥰
Luar biasa
Niaa🥰🥰
😁😁🥰🥰
Melsbay
mohon bantu support author dengan like, subscribe, follow dan bintang ya... jangan lupa dikomen ya, teman2... sankyu😇😇😇
Bird
👣👣👣
Keyzie
👣👣👣👣
Pembaca Setia
update terus ya thor👍👍
Pembaca Setia
gentle👍👍
Pembaca Setia
/Hey//Facepalm/
Ryfca
🥰🥰🥰
Vallleri Abel
up up up
Suryavajra
Saintes itu apa kak?
Melsbay: sama sama😄
Suryavajra: wah keren.. insight baru.. thanks kak
total 3 replies
Suryavajra
buat aku, author yang bisa bikin cerita kerajaan itu sesuatu banget.. keren ah kak.. baca pelan2 ah 👍👍👍
Suryavajra
wow.. produktif sekali kak.. udah keluar karya baru lagi 👍👍👍👍👍
Ryfca
🥰🥰🥰🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!