Mengetahui kebenaran identitasnya sebagai anak angkat, tak membuat perempuan berumur 18 tahun itu bergeming. Bahkan kematian ibu angkat dan ayah angkat yang mengusirnya dari rumah, tidak membuatnya membenci mereka. Arumi Maharani, gadis lulusan SMA yang dibesarkan di keluarga patriaki itu memilih mencari jati dirinya. “Aku tunanganmu. Maafkan aku yang tidak mengenalimu lebih awal.” Izqian Aksa. Siapa Izkian Aksa? Bagaimana Arumi menjalani kehidupan selanjutnya? Dan akankah pencariannya mendapatkan hasil? Haloo semuanya… ketemu lagi dengan author.. semoga semua pembaca suka dengan karya baru author…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Canggung
“Ambil libur lagi?” tanya mandor proyek.
“Iya. Kemarin aku tidak jadi libur karena urusan tertunda. Kali ini aku benar-benar ambil libur.”
“Itu sebabnya kamu membawa motor bututmu itu?”
“Itu bukan butut! Hanya tahunnya tua saja.”
“Kenapa juga kamu tidak menggantinya? Beli yang matic gitu.”
“Aku sudah membelinya, tetapi untuk anak perempuanku. Motor ini masih kuat. Aku tidak akan menggantinya.”
“Ya sudah! Tanda tangan dan ini upahmu.”
“Terima kasih.”
“Pastikan kamu mengabariku sebelum datang. Jangan seperti kemarin!” Ramlan mengangguk dan pergi.
“Tunggu Kakang, Dek!” gumam Ramlan yang mulai menyetater motor bebeknya.
Ramlan tersenyum dan melajukan motornya. 3 yang lalu, Ramlan sudah menghubungi Arumi. Meskipun mereka masih canggung saat berbicara, Ramlan meyakinkan Arumi jika dirinya benar-benar kakaknya. Bahkan Ramlan menyuruh Arumi memanggilnya Kakang seperti adik-adiknya yang lain.
Arumi yang juga ingin bertemu dengan Kakangnya mengatakan jika dirinya akan kembali hari ini, sehingga Ramlan juga melakukan perjalanan hari ini agar mereka segera bertemu.
Ramlan dengan sengaja mematikan ponselnya agar tidak ada yang mengganggunya saat berkendara.
Di sisi lain.
“Aku titip Arumi.” kata Om Yanuar kepada Aksa.
“Iya, Om. Saya akan mengantarkan Arumi sampai tujuan dengan selamat.”
“Apa tidak sebaiknya meresmikan hubungan dulu?” kata Tante Nanik yang membuat semua orang menatapnya.
“Bukan maksud tante memaksa. Tante hanya tidak ingin kalian tertimpa fitnah. Tetapi semua kembali kepada kalian, bagaimana.” Jelas Tante Nanik.
“Saya ikut Arumi, Tante, Om.” Kata Aksa seraya menatap ke arah Arumi.
“Arumi ingin menyelesaikan masalah keluarga Arumi dulu, Tante. Pernikahan Arumi memerlukan wali yang saat ini belum Arumi ketahui. Kalau Kak Aksa keberatan dan merasa saya gantung, Kakak bisa mundur.”
“Tidak! Aku sudah mengatakan kalau aku menunggu kesiapanmu. Dan bukan jawaban seperti ini yang aku mau.” Tante Nanik dan Om Yanuar saling menatap.
Keduanya tahu kalau Aksa serius dengan niatnya. Hanya saja, Arumi masih terpaku dengan pencarian keluarga kandungnya sehingga belum bisa membuka hatinya untuk Aksa. Mereka hanya bisa pasrah. Semoga waktu bisa menyatukan mereka berdua.
Akhirnya, mereka berpamitan setelah selesai sarapan. Tante Nanik dan Om Yanuar hanya bisa menatap kepergian Arumi dengan sedih. Kepergian Arumi kali ini, entah kapan lagi bisa kembali.
Jika Arumi sudah menemukan keluarga kandungnya, mungkin Arumi tidak akan mengunjungi mereka lagi.
Aksa sebagai sopir, mengambil jalur Pantai utara untuk sampai di Bumi Angling Dharma. Rute ini ia ambil karena ingin jalur memutar. Jika mengikuti jalur yang biasa ia lewati, mereka akan melewati Kota Garam, Kota Kayu Jati dan Kota Minyak.
Tetapi jika mereka lewat jalur Pantai utara, mereka hanya akan melewati Kota Garam dan Kota Tuak untuk sampai di tujuan.
Sekitar 3 jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di rumah Arumi. saat Arumi turun dari mobil, ia melihat laki-laki berumur 30 atau 35 tahunan duduk di teras rumahnya dengan tas lusuh di sampingnya.
Arumi ingin menegur, tetapi Aksa mendahuluinya dengan berjalan di depan Arumi.
“Maaf, Anda siapa?” tanya Aksa.
“Saya, Ramlan. Saya mencari Arumi, pemilik rumah ini.” mendengarnya, Arumi membeku.
Aksa menyambut tangan Ramlan dan mengenalkan dirinya. Karina juga mengikuti apa yang dilakukan aksa karena tahu Ramlan adalah kakak yang dicari Arumi.
“Arumi.” panggil Aksa dengan lembut.
Panggilan Aksa membuyarkan lamunan Arumi. Bukan karena Arumi meremehkan penampilan Ramlan yang ada di hadapannya. Ia hanya merasa pertemuannya dengan Ramlan sedikit mengejutkan.
Arumi yang selama ini hidup dengan keluarga angkatnya dan selalu menundukkan pandangannya, menemukan laki-laki dengan perawakan tinggi, kurus dan berkulit sawo matang, mengenalkan diri sebagai kakaknya.
Asing. Canggung. Itu yang Arumi rasakan. Tetapi tatapan rindu di mata Ramlan membuat hati Arumi menghangat. Tatapan itu sama dengan Aksa saat pertama kali bertemu dengannya.
“Apa seperti ini rasanya dirindukan?” batin Arumi yang kemudian mencium punggung tangan Ramlan.
Ramlan dengan lembut mengusap kepala Arumi. Tanpa sadar, air mata Ramlan lolos begitu saja.
“Sebaiknya kita masuk dulu.” Saran Aksa.
Arumi mengangguk dan membukakan pintu. Sebelum ikut masuk ke dalam rumah, Aksa mengambil koper Arumi dari dalam mobilnya terlebih dahulu.
Arumi mempersilahkan Ramlan dan Karina duduk. Ia segera ke belakang, mengambil air mineral gelas dan toples berisi oleh-oleh yang sebelumnya dibawakan Aksa untuknya, lalu menyajikannya.
Suasana di ruangtamu kembali canggung, sampai Aksa masuk dengan koper Arumi. Aksa duduk di samping Karina dan buka suara.
“Pak Ramlan, saya Aksa. Saya di sini sebagai laki-laki yang mengejar Arumi, adik Pak Ramlan.”
“Kalian pacaran?” tanya Ramlan dengan tatapan yang tidak lepas dari Arumi yang menunduk.
“Tidak, Pak.”
“Panggil Kang saja.”
“Tidak, Kang. Saya sedang mendekati Arumi dengan jalan ta’aruf. Jika berhasil, saya akan melamar Arumi dan menikah.”
“Apa kamu menyukainya, Dek?” tanya Ramlan.
“Aku belum tahu, Kang.” Jawab Arumi dengan kaku.
“Kalau kamu menyukainya, aku akan mendukungmu. Selama ini aku tidak pernah bisa melihat pertumbuhanmu. Aku hanya bisa mendoakanmu dari kejauhan. Jika kamu memintaku untuk menjadi wali, aku bersedia.” Arumi mengangkat kepalanya, menatap Ramlan.
“Apa Kang Ramlan tidak ingin menanyakan keadaanku?”
“Tentu saja aku ingin! Sejak aku mendengar kamu mencariku, aku sudah tidak sabar untuk bertemu dan bertanya bagaimana kehidupanmu selama ini. Apakah mereka memperlakukanmu dengan baik? Apa ada yang menindasmu? Apa kamu kekurangan? Semua pertanyaan itu ingin aku tanyakan. Tetapi saat melihatmu tumbuh menjadi gadis yang cantik, aku tahu jawabannya jika hidupmu selama ini baik dan tidak kekurangan. Kekhawatiranku selama ini menjadi hilang.” Melihat mata Ramlan yang berkaca-kaca, Arumi tahu sang kakak mengatakannya dari hati.
Tak terasa, air mata Arumi ikut luruh. Ia yang selama ini merasa diabaikan oleh abinya, ternyata memiliki sesosok kakak yang sangat merindukannya.
“Aku tahu mungkin kamu tidak bisa menerima kenyataan aku sebagai kakakmu dengan mudah. Tetapi kita memang saudara.”
“Bagaimana bisa aku diadopsi Umi?” tanya Arumi dengan suara tercekat.
“Ceritanya Panjang. Sebelum itu, apa kamu yakin ingin mendengarnya?” Arumi mengangguk seraya mengusap air matanya dengan tisu yang Karina sodorkan.
Aksa menegang. Ia merasa apa yang akan dikatakan Ramlan selanjutnya, bukanlah hal baik. apa Arumi siap mendengarnya?
.
.
.
.
.
Maaf, hari ini up satu bab. Selamat membaca...