Quinn, seorang gadis berusia 26 tahun itu memiliki kehidupan yang sempurna. Namun, siapa yang menduga, dibalik kehidupan yang sempurna Quinn sangat terkurung. Sebab sebagai putri seorang mafia membuat Quinn tidak bisa hidup dengan bebas.
Quinn memang memiliki kehidupan yang sempurna. Akan tetapi, Quinn nyatanya sangat apes pada percintaannya. Sekalipun Quinn memiliki harta melimpah dan juga paras rupawan, nyatanya tak bisa membuat Quinn menemukan cinta sejatinya.
Sampai tanpa sengaja, Quinn bertemu dengan Dimitri. Seorang laki-laki berusia 30 tahun itu terus mengganggu Quinn.
Akankah Dimitri bisa meluluhkan hati wanita tangguh dan cerdas seperti Quinn? Lantas bagaimana respon Dimitri ketika dia tahu kalau Quinn adalah putri seorang mafia yang sangat disegani pada masanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sisca Nasty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Kesedihan
Quinn membatin dalam hati. Tempat ini mulai terasa mencekam. Quinn melirik ke arah Paman Zet dan Tante Su. Mereka berdua mendampingi kepala desa Tuan Yu dengan kepala yang tertunduk. Quinn tahu kalau warga tidak menemukan solusi apapun untuk saat ini.
"Apakah kita harus menghubungi Tuan Dimitri lagi? Setidaknya kapal mereka mungkin belum jauh!" Seorang warga memiliki saran yang bagus. Tapi terlihat kepala desa Tuan Yu malah menarik napas panjang.
"Mereka sudah berangkat sejak siang hari. Dengan kapal yang mahal itu apa mungkin Tuan Dimitri masih ada di sekitar pulau ini?" Kepala desa Tuan Yu memijat kepalanya. Sangat pusing karena dia harus memikirkan nasib warga desanya sekarang.
"Mungkinkah kita semua akan mati?" tanya seorang wanita dengan anak yang berada di gendongannya. "Aku baru saja melahirkannya." Kedua mata wanita itu tampak berkaca-kaca.
"Tidak! Kita semua tidak akan mati!" Quinn tanpa sadar berteriak. Kini semua orang yang ada di sana menatap ke arah Quinn. Dia tidak suka melihat keputusasaan warga desa. "Aku yang akan melindungi kalian."
Warga desa mengernyitkan dahi melihat Quinn. Mereka hampir saja melupakan Quinn selama ini.
"Kau wanita yang ditemukan oleh Su?" tanya kepala desa Tuan Yu.
"Hei, bocah! Lebih baik kau jangan ikut berbicara omong kosong! Kau hanya orang luar! Tahu apa kau ini?" bentak seorang bapak-bapak yang bertubuh kekar.
Mata elang Quinn tertuju pada luka-luka yang ada di tubuh bapak itu. Quinn lalu mengedarkan mata ke sekitarnya. Di tempat ini masih ada banyak remaja laki-laki. Pun sama halnya dengan para laki-laki berusia paruh baya itu.
"Quinn, lebih baik kau pulang dulu. Aku akan menyusulmu nanti. Jangan membuat masalah." Tante Su berbisik pada Quinn. Dia tidak mau Quinn membuat masalah di sana dan dia tidak mampu membelanya nanti. Namun, Quinn masih tetap diam di tempatnya.
"Apa di sini selain bapak ini ada lagi yang bisa ilmu bela diri?" Quinn bertanya sambil menunjuk bapak-bapak yang menegurnya tadi. "Aku tahu, anda pasti mengetahui tentang senjata tajam."
"Dia Heizen. Kenapa, Nona bertanya hal itu?" balas Kepala desa Tuan Yu.
"Saya bisa bela diri. Melihat dari luka Tuan Heizen, sepertinya dia sering bertarung. Jika kita mengumpulkan kekuatan dan melawan bersama, kita masih bisa memiliki kesempatan!" tegas Quinn.
"Kesempatan? Memang benar. Tapi apa yang kita miliki? Kita tidak memiliki apapun, Nona!" bentak Paman Zet.
"Bukankah sebelumnya aku bertanya tentang siapa yang memiliki kemampuan bela diri? Kita masih bisa berusaha," sahut Quinn. "Senjata tajam masih bisa kita buat. Lima hari itu waktu yang singkat. Tapi tidak ada yang tidak mungkin."
"Diam! Anak kecil sepertimu ingin merencanakan strategi? Bisa apa kau? Siapa tahu kau hanya omong kosong. Kau orang baru di pulau ini. Memangnya kau pikir perompak yang akan datang itu tidak memiliki senjata? Jangan hanya karena kau mempelajari ilmu bela diri kau bisa menyombongkannya, Nona. Ini menyangkut nyawa banyak orang!" Heizen memelototkan matanya ke arah Quinn.
Laki-laki itu mengintimidasi Quinn. Akan tetapi Quinn malah menyeringai. Membuat Heizen menjadi marah. Heizen merasa Quinn sedang mengejeknya.
"Sebagai orang baru apa kau tidak berpikir terlalu banyak berbicara omong kosong? Tidak mungkin seorang wanita mampu memiliki ilmu beladiri. Apa kau sedang mencari muka di sini, Nona?" Paman Zet menunjukkan wajah tidak suka pada Quinn.
Melihat perdebatan semakin memanas, Tante Su berjalan mendekati Quinn. Tante Su memegang lengan Quinn. Wanita itu terlihat sangat khawatir pada Quinn.
"Quinn, sudah. Jangan membuat semuanya marah," bisik Tante Su.
"Kenapa Paman Heizen dan Paman Zet terlihat marah? Aku hanya berpendapat. Bagaimana kalau kita akan mati sia-sia tanpa perlawanan sama sekali? Mereka bukan hanya akan membantai kita. Tapi juga menginjak harga diri desa ini!" balas Quinn.
"Hei! Jaga bicaramu bocah! Kau pikir siapa? Lebih baik kau .…" Heizen menghentikan kata-katanya ketika satu kaki Quinn tepat berada di depan mata Heizen.
"Astaga, Quinn!" Tante Su tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Gerakan Quinn sangat tajam walaupun hanya sekedar hendak menendang. Tapi Tante Su yang ada di dekat Heizen dan Quinn itu bisa merasakan bagaimana gerakan kaki Quinn menciptakan angin yang seolah menghentak wajahnya.
"Ya Tuhan! Tadi itu apa?" tanya Tante Su dalam hati.
"Heizen, jangan berulah. Nona, melihat dari gerakanmu yang halus dan cepat itu sepertinya kau sudah berlatih bela diri sejak lama. Apa kau bisa menceritakan siapa dirimu?" tanya Kepala Desa Tuan Yu.
Quinn memundurkan kakinya lagi. Kini ia menatap kepala desa. "Namaku Quinn. Aku berlatih ilmu bela diri sejak usia 8 tahun. Aku ahli memanah. Jika di sini kita bisa menemukan racun, mungkin bisa dibilang aku pandai menggunakan senjata tajam yang sudah dilumuri racun."
"Heizen, berapa banyak di sini orang yang mampu bela diri?" tanya kepala desa Tuan Yu.
"Mungkin 10 orang," jawab Heizen.
"Bagaimana menurutmu, Nona? Apa kau memiliki saran?" Kali ini kepala desa Tuan Yu bertanya pada Quinn.
Quinn mengangguk. 10 itu jumlah yang sedikit. Tetapi jauh lebih baik daripada hanya diam saja. "Kita tidak tahu berapa jumlah musuh. Tapi jika kita memiliki kekuatan dan strategi mungkin saja kita memiliki kesempatan untuk menang. Daripada kita tidak mencoba dan berakhir mati sia-sia, bukankah setidaknya kita berjuang bersama sampai akhir? Kesempatan untuk bisa hidup akan jauh lebih besar," terang Quinn.
Suasana mendadak hening. Kepala desa Tuan Yu pun duduk kembali. Diikuti Heizen dan Paman Zet. Suasana hening itu pun terasa mencekam. Tidak ada yang berbicara lagi. Mungkin mereka semua tahu kalau kepala desa sedang berpikir.
"Baiklah. Siapa yang ingin ikut pendapat Nona Quinn? Kita akan menyusun rencana daripada mati sia-sia. Kalian bisa memikirkannya kembali. Tapi, kalian harus ingat. Kita lahir dan dibesarkan di desa ini. Aku mengembalikan semua keputusan ini kepada kalian!" Kepala desa Yu memberikan keputusan kepada warganya supaya memutuskan.
"Anu, aku lahir di desa ini. Aku begitu mencintai tempat yang sudah membesarkanku. Sepertinya aku akan ikut rencana Nona Quinn. Aku akan sangat malu kalau hanya bisa mempasrahkan diri. Dia orang baru tapi ingin berjuang untuk desa ini. Sedangkan aku, rasanya sangat malu bila melarikan diri." Seorang remaja laki-laki itu berpendapat.
"Aku juga akan ikut Nona Quinn!"
"Iya, aku akan ikut juga!"
"Hei! Semakin banyak orang yang ikut, maka kesempatan untuk kita menang juga akan lebih besar bukan?"
"Semuanya, ayo berjuang bersama!" Paman Zet pun ikut bersemangat. Sepertinya ia sudah berpikir matang dengan keputusannya.
"Quinn, terima kasih!" Tante Su terharu dengan keberanian Quinn. Padahal mereka akan berhadapan dengan para perompak. Tapi Quinn tidak takut sama sekali.
"Anak perempuan itu…dia seolah sudah hidup bersanding dengan beladiri. Dari satu gerakan itu saja, aku yakin dia sudah banyak belajar atau bahkan sudah pernah bertarung antara hidup dan mati," batin kepala desa Tuan Yu.
"Aku senang karena kalian mau menerima pendapatku. Aku juga akan membuat penawar racun. Siapa tahu musuh juga menggunakan racun. Kita harus tetap berjaga dan waspada dalam kondisi apapun," kata Quinn.
"Ya! Benar!"
"Lima hari lagi! Aku akan bertarung antara hidup dan mati!" batin Quinn dalam hati.